Jakarta, ILLINI NEWS -Shrim I -Past dan I -Past, dua spys khas Indonesia dengan aroma dan rasa yang kuat, mengalami penurunan tren konsumsi dalam beberapa tahun terakhir. Data dari Central Statistics Agency (BPS) telah melaporkan bahwa konsumsi udang folder per kapita dalam satu minggu menunjukkan penurunan yang signifikan dalam lima tahun terakhir.
Pada tahun 2020, konsumsi pasta udang/pasta per kapita per minggu mencapai 1.300,79 gram. Jumlah ini naik menjadi 1.349,46 gram pada tahun 2021, sebelum turun menjadi 1.279,39 gram pada tahun 2022. Penurunan ini semakin terlihat pada tahun 2023 dengan 1.194,01 gram konsumsi dan, pada tahun 2024, beralih menjadi 1.111,79 gram.
Meskipun konsumsi nasional menolak, beberapa daerah masih memproduksi udang untuk menempel dan menempel sebagai bumbu wajib dalam berbagai hidangan umum. Kabupaten Perahu Selatan mencatat konsumsi tertinggi dengan 32.876 gram per kapita per minggu, diikuti oleh Sumnep (24.907 gram), lusinan (20.775 gram) dan Lombok timur (19.770 gram).
Kabupaten Central Boat, Boat, Central Lombok dan beberapa daerah dewasa, seperti Parnan dan Pinang Pinang City, juga ada dalam daftar area konsumen tinggi.
Mengapa daerah ini memiliki konsumsi tinggi dan folder dan tempel? Jawabannya terletak pada budaya memasak yang sangat berakar pada masyarakatnya. Boat dan Belitung, misalnya, dikenal untuk berbagai hidangan hazelnut seperti Belacan yang larut dalam Mi Belitung atau anak sebagai pelengkap ikan bakar.
Sementara itu, dewasa juga menunjukkan tingkat konsumsi yang tinggi, dengan tiga wilayah termasuk dalam daftar. Sumnep, sepuluh dan peese menjadikan Petis bahan penting dalam juru masak, seperti salad salad, sota dewasa dan kue beras. Selain itu, bagian -bagian biasa dari hidangan dewasa, seperti bebek Sinjay, sering disajikan dengan standar I -Sauce.
Pulau Lombok tidak tersisa, dengan timur Lombok dan Lombok Tengah dalam daftar. Chicken dan Kangkung, dua hidangan NTB yang bangga, menggunakan saus lada berdasarkan lada sebagai elemen -chau.
Meskipun beberapa daerah masih jujur dengan udang dan saya, tren nasional menunjukkan penolakan. Ada banyak faktor yang dapat menjelaskan fenomena ini, seperti perubahan gaya hidup. Beralih ke makanan praktis dan meningkatkan konsumsi makanan Barat juga dapat mengurangi penggunaan pasta udang dalam masakan domestik.
Selain itu, ada pemahaman tentang kesehatan bahwa udang dan pasta biasanya mengandung kadar natrium yang tinggi, yang mulai menghindari lebih banyak konsumen kesadaran kesehatan.
Akhirnya, meskipun tingkat konsumsi telah berkurang di seluruh negeri, cinta masyarakat dengan rempah -rempah tradisional tetap terasa di beberapa tempat. Sementara makanan khusus seperti pasta lada, pasta salad dan ciptaan air bayam masih menjadi bagian dari identitas regional, pasta udang dan Petis masih memiliki tempat di jantung orang Indonesia.
Penelitian di ILLINI NEWS
(Emb/emb)