Jakarta, ILLINI NEWS – Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI) yang juga Ketua Partai Buruh Said Iqbal mengungkapkan, setidaknya 3.000 buruh atau buruh akan turun ke jalan besok, Kamis (24/ 10/2024). ) untuk meminta kenaikan upah minimum tahun 2025 yang dinaikkan sebesar 8%-10%, serta permintaan untuk membatalkan omnibus law atau undang-undang (UU) penciptaan lapangan kerja, khususnya pengelompokan lapangan kerja dan perlindungan petani. .
“Ada 3.000 orang yang akan keluar (melakukan) demonstrasi menuntut kenaikan upah minimum pada tahun 2025 sebesar 8-10%, dan membatalkan omnibus law penciptaan lapangan kerja, khususnya klaster lapangan kerja dan pertanian. Said Iqbal kepada ILLINI NEWS, Rabu (23/10/2024).
Iqbal mengatakan, ada lebih dari 14 konfederasi dan serikat buruh yang akan mengikuti aksi demonstrasi besok. Di antaranya KSPI, KSPSI AGN, KPBI, Leumi.
Dasar penghitungan permintaan kenaikan upah minimum sebesar 8-10%, kata dia, disebabkan oleh inflasi pada tahun 2025 yang diperkirakan sebesar 2,5% dan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,2%. Jika dijumlahkan, inflasi dan pertumbuhan ekonomi menghasilkan angka 7,7%.
Selanjutnya di kawasan industri pada tahun 2024, pekerja akan mengalami “nombok” atau tambahan biaya hidup, bukan kenaikan upah. Misalnya, inflasi di kawasan industri, terutama di Jabotbek, tercatat sebesar 2,8%, sedangkan kenaikan upah hanya 1,58%. Artinya pekerja harusnya turun sekitar 1,3%, selisih inflasi 2,8% dan kenaikan upah 1,58%. Oleh karena itu angka 8% sangat wajar, artinya berasal dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi serta koefisien “nombo” sebesar 1,3%.
Selain itu, ada faktor disparitas upah yang juga memprihatinkan. Di daerah perbatasan, kesenjangan upah atau upah kesenjangan masih tinggi. Misalnya, gaji di Karawang lebih tinggi dibandingkan di Purwakarta, dan gaji di Purwakarta lebih tinggi dibandingkan di Subang. Untuk mengatasi perbedaan tersebut, ditambahkan angka gap sebesar 2%.
“Berdasarkan analisa litbang Partai Buruh dan KSPI, kenaikan ini menghasilkan kenaikan sebesar 10%, sehingga gap tidak boleh dibiarkan semakin besar,” jelasnya.
Selain itu, KSPI dan Partai Buruh menolak penggunaan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 51 tahun 2023 dalam penghitungan upah minimum. KSPI menilai persepsi batas bawah dan batas atas dalam PP ini tidak beralasan dan tidak ada pada undang-undang sebelumnya, termasuk yang diatur dalam omnibus law penciptaan lapangan kerja. Formula yang dibuat BPS dan Kementerian Ketenagakerjaan dinilai menipu masyarakat dan memperburuk kesejahteraan masyarakat.
Saeed Iqbal menegaskan, daya beli buruh mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir. Litbang KSPI dan Partai Buruh menemukan, pada periode tersebut upah riil pekerja turun hingga 30%. Artinya, daya beli para pekerja juga mengalami penurunan sebesar 30%. Dalam tiga tahun terakhir kenaikan upah bahkan nol persen, dan dalam dua tahun terakhir kenaikan upah lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi, yang otomatis menggerus nilai upah riil pekerja.
Pada lima bulan terakhir tahun 2024 akan terjadi deflasi yang menunjukkan penurunan daya beli masyarakat. Pada kelompok menengah atas, deflasi berarti masyarakat menggunakan tabungannya untuk kebutuhan dasar sehingga mengurangi konsumsi barang sekunder dan tersier. Di kalangan kelas menengah ke bawah, termasuk buruh, petani, nelayan, dan pekerja lainnya, deflasi terjadi karena pendapatan stagnan dan harga produk terus meningkat sehingga memperparah penurunan daya beli.
“Buruh menuntut agar kenaikan upah minimum 2025 tidak dijadikan main-main oleh Menteri Tenaga Kerja sementara, maupun oleh pejabat daerah Kementerian Ketenagakerjaan. Kami mendorong para pejabat untuk menunggu pemerintah. di bawah presiden terpilih Pravo Sobianto untuk menetapkan kenaikan upah minimum agar tidak mengizinkan Peraturan “Merugikan bagi pekerja yang dipecat, apalagi sebelum 1 November”, ditekan (tayangkan) Tonton video di bawah ini: UMP 2025 Naik 6,5%, Iqbal: Kami Terima Keputusan Presiden Prabhu Artikel Selanjutnya Waspada Kemacetan Besok, Buruh Mogok Pembangunan MK-Istana Negara, Mereka Tuntut