Jakarta, ILLINI NEWS – Berbagai jenis data domain publik harus disimpan di dalam negeri. Khususnya untuk data-data penting untuk melindungi data masyarakat Indonesia.
Untuk itu, Ketua Umum APJII Muhammad Arif mengatakan perlu adanya regulasi pengelolaan data. Oleh karena itu, koneksi data dapat menjadi prioritas.
“Data masyarakat perlu diprioritaskan, dikelola di dalam negeri. Keamanan data sektor keuangan merupakan sektor kedaulatan nasional di era digital,” kata Arif saat grand opening JST1 Tier IV Digital Data Center (BDDC). ), di Jakarta, Rabu (10/9/2024).
Pihaknya juga mendukung penyimpanan data yang disimpan di dalam negeri, langkah nyatanya adalah bekerja sama dengan pusat data digital IEX JK-2 untuk membangun pertukaran Internet.
Penyimpanan data dalam negeri mempunyai banyak dampak positif. Misalnya, memastikan akses terhadap data dan mengambil keputusan lebih cepat jika terjadi pelanggaran atau masalah data.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyinggung Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang disahkan pada tahun 2022, yang salah satu aturannya mengatur pembentukan lembaga pemantau data pribadi untuk menjaga privasi dan keamanan data pribadi.
Arif mengingatkan, pengembangan kelembagaan memerlukan beberapa strategi. Salah satunya adalah lembaga tersebut harus mempunyai otoritas yang kuat dan independen.
“Pengawas PDP harus mempunyai mandat yang kuat dan independen untuk menegakkan kepatuhan terhadap peraturan pengelolaan data yang aman, yang memerlukan pengawasan ketat dan tentunya sanksi tegas bagi pelanggarnya,” jelasnya.
Selain itu, aparat juga harus tegas terhadap pelanggaran yang ada. Tidak hanya melakukan pengawasan, lembaga juga mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang gagal melindungi data yang dikelolanya.
Menurutnya, keamanan data adalah kegagalan dalam pengelolaan dan keamanan data. Lembaga juga harus bekerja sama dengan sektor terkait untuk memenuhi kewajibannya.
Oleh karena itu, kami berharap ke depan, lembaga pengawas PDP harus berkolaborasi dengan pihak terkait untuk menjamin kelancaran pengelolaan data, kata Arif.
Setyanto Hantoro, Ketua Komisioner Pusat Data Digital Gabungan (BDDC), mengatakan perlu adanya peninjauan kembali peraturan yang ada yang menyatakan bahwa data pribadi masih bisa disimpan di luar negeri.
Bayangkan, Anda pesan nasi goreng, Anda pergi ke penjual nasi goreng, tiga jalan dari rumah Anda, siapa yang memesan Anda, pesanannya menggunakan, misalkan GoFood, perusahaannya berlokasi di Indonesia dan mengantarkan ke orang Indonesia, penjual nasi goreng itu Orang Indonesia, tapi datanya ada di Hong Kong,” ujarnya.
Menurut dia, kondisi seperti itu berisiko bagi konsumen dan dunia usaha Indonesia. Jika Indonesia adalah negara tempat data tersebut berada, maka seluruh layanan dan proses bisnis yang terkait dengan data tersebut harus ditutup.
“Jadi kalau semua datanya ada di sini, yang satu lebih murah karena lebih dekat. Dua, lebih cepat karena lebih dekat. Tiga, lebih aman. Kalau ada kebocoran, lebih mudah,” kata Setyanto.
(dem/dem) Simak video di bawah ini: Video: Gantikan Jokowi Sekarang, Ini Humas Prabowo untuk Kembangkan Industri Telekomunikasi Artikel berikutnya Rebut Sumber Baru Dolar RI, Malaysia Hadapi Krisis Besar