Batavia, ILLINI NEWS – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan, 7 dari 47 BUMN masih dalam kondisi keuangan buruk, salah satunya perusahaan farmasi PT Bio Farma (Persero)
Diakui Erick, yang berdampak pada kinerja keuangan Bio Farma sebenarnya adalah penurunan nilai yang disebabkan oleh amanat pemerintah untuk menangani pandemi Covid-19 melalui vaksin.
Menurut dia, misi Bio Farma saat itu adalah membeli vaksin sebanyak-banyaknya. “Tapi tentu saja, karena virus corona sudah hilang, kita harus mengurangi sisa vaksin. Karena tenggat waktu sudah lewat. Jadi menurut saya ini tidak bisa dianggap sebagai kerugian bagi negara.” 5/11) kata Via saat rapat dengan Komite Keenam DPR RI.
Selain itu, anak perusahaannya PT Indofarma Tbk. (INAF) juga sedang mencari mitra seperti bahan baku untuk diolah oleh Indofarma. Lalu seperti yang kita sampaikan kemarin di Bio Farma, kita memasuki rantai pasok global, bukan sistem kesehatan dunia, ujarnya.
Eric mengatakan Bio Farma telah mendapatkan kontrak baru senilai Rp1,4 triliun untuk distribusi vaksin polio.
“Karena kita produsen daun vaksin terbesar di dunia. Hampir 85% produksi dalam negeri, didistribusikan di 150 negara. Ini benar-benar salah satu perusahaan global yang kita punya,” jelasnya.
Dapat dipahami bahwa Biofarma memperkirakan pendapatan akan turun sebesar 88,2% per tahun pada tahun 2023, dari Rp 11,03 triliun pada tahun 2022 menjadi Rp 5 triliun. Penurunan pendapatan perseroan juga memberikan tekanan pada margin keuntungan Biopharma yang turun 70%. Meningkat menjadi Rp304 miliar dari awal Rp1,01 triliun.
EBITDA Biofarma turun 50% menjadi Rp682 miliar pada tahun 2022 dari awal Rp1,36 triliun.
Aset perseroan tumbuh 3,3% menjadi Rp 27,53 triliun, sedangkan liabilitas meningkat 19% menjadi Rp 3,77 triliun. Pada akhir tahun 2023, ekuitas perseroan tumbuh tipis sebesar 1,2% menjadi Rp 23,76 triliun.
Lemahnya kinerja biofarmasi sejalan dengan kinerja perusahaan farmasi publik lainnya dan industri farmasi pada umumnya yang juga mencatatkan kinerja negatif.
Secara spesifik, pendapatan perusahaan pelat merah di industri farmasi akan menurun sepanjang tahun 2023. Pada saat yang sama, holding juga mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 2,17 triliun pada tahun 2023, yang dapat dikonversi dari laba sebesar Rp 1,07 triliun yang dibukukan pada tahun 2022.
“Sehingga RKAP menjadi 80,5%, turun kurang dari 28%,” ujarnya dalam rapat gabungan dengan Panitia Keenam DPR RI Batavia, Rabu (19/6). (mkh/mkh) Lihat di bawah: Lihat: MENTE ID Memperkuat Strategi Aluminium RI Artikel berikutnya Hasil Biofarmasi 2023: Pendapatan turun 88%, laba turun 70%