Jakarta, ILLINI NEWS – Utang negara mencapai Rp 8.560,36 triliun per 31 Oktober 2024. Nilai utang tersebut meningkat sekitar 1,02 persen dibandingkan akhir September 2024 yang tercatat Rp 8.473,900 miliar.
Angka utang tersebut membuat rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 38,66%, meningkat dibandingkan posisi bulan lalu sebesar 38,49%.
“Rasio utang pada akhir Oktober 2024 yang tercatat sebesar 38,66 persen terhadap PDB masih tetap berada di bawah batas aman sebesar 60 persen terhadap PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,” dikutip dalam laman November. koran. penerbitan dokumen Fakta dan Kinerja APBN (KiTa) 2024, Kamis (28 November 2024).
Komposisi utang hingga akhir Oktober 2024 terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp7.550,70 triliun dan pinjaman yang kini mencapai Rp1.009,66 triliun.
Untuk SBN, dominasi penerbitan utang dalam negeri yang mencapai Rp6.606,68 triliun, dan SBN valas senilai Rp944,02 triliun.
Khusus pinjaman, merupakan pinjaman dalam negeri sebesar Rp42,25 triliun, kemudian didominasi pinjaman luar negeri yang mencapai Rp967,41 triliun.
Pinjaman luar negeri tersebut meliputi pinjaman bilateral sebesar Rp263,33 triliun, pinjaman multilateral sebesar Rp571,7 triliun, dan pinjaman bank umum sebesar Rp132,61 triliun.
Dokumen APBN KiTA edisi November 2024 menunjukkan bahwa pada akhir Oktober 2024, profil jatuh tempo utang negara dinilai cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (WAM) sebesar 8,02 tahun.
Pada saat yang sama, risiko suku bunga dan nilai tukar juga terkendali. Sebanyak 80,2 persen dari total utang tersebut berbunga tetap dan 72,1 persen dari total utang dalam bentuk rupee.
“Hal ini sejalan dengan kebijakan pembiayaan utang secara umum yang bertujuan untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan menggunakan utang luar negeri sebagai pelengkap,” tulis Kementerian Keuangan dalam dokumen APBN kita.
Berdasarkan instrumen tersebut, komposisi utang negara sebagian besar berbentuk SBN dan mencapai 88,21 persen. SBN tersebut merupakan milik dalam negeri yang didominasi oleh investor dalam negeri dengan porsi kepemilikan sebesar 85,02 persen.
Asing hanya memiliki sekitar 14,98% SBN dalam negeri, termasuk kepemilikan pemerintah asing dan bank sentral. Lembaga keuangan dalam negeri memegang 41,3 persen SBN, terdiri dari bank 19,3 persen, perusahaan asuransi dan dana pensiun 18,8 persen, serta reksa dana 3,2 persen.
Kepemilikan Bank Indonesia di dalam negeri pada SBN sekitar 24,7 persen, yang antara lain digunakan sebagai instrumen pengelolaan keuangan.
“Sisa kepemilikan nasional atas SBN dipegang oleh lembaga nasional lainnya untuk memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan keuangan lembaga tersebut,” tulis Kementerian Keuangan (arj/mij). Simak video berikut ini: Video: APBN Dapat Tambahan PPN 12% Rp 75 Triliun, Untuk Apa? Pasal DPR berikut ini menyerukan jaminan program makan bergizi yang diusung Prabowo