illini news Ini 3 Penyebab Dolar Terlalu Perkasa, Rupiah Makin Ambles

Jakarta, ILLINI NEWS – Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah Bank Indonesia (BI) mengumumkan pengendalian suku bunga (BI). Kelemahan tersebut menambah kesulitan mata uang Garuda pada bulan ini.

Laporan Refinitiv, hari ini Kamis (18/12/2024) Rupiah melemah 0,16% menjadi Rp 16.085 / US$, terutama setelah BI memutuskan mempertahankan suku bunga di 6%. Pelemahan rupee juga terlihat secara bulanan/mtd, yaitu depresiasi sebesar 1,55%.

Sedangkan indeks dolar AS (DXY) tergelincir 0,12% menjadi 106,83.

Depresiasi rupee tanpa alasan. Salah satu alasan utamanya adalah data dari Amerika Serikat yang tampaknya menggembirakan dan mendorong peningkatan nilai DXY.

Hal ini mengakibatkan dana asing keluar dari pasar keuangan domestik dan beralih ke AS untuk berinvestasi dari aset IDR ke aset dollar AS (deposito USD, obligasi pemerintah, dll.)

1. PPI AS naik di atas ekspektasi

Pekan lalu, Indeks Harga Produsen (PPI) Negeri Paman Sam bulan November 2024 justru lebih panas dibandingkan Indeks Harga Konsumen (IHK atau CPI) dan lebih tinggi dari perkiraan pasar sebelumnya. PPI AS pada bulan lalu tercatat meningkat sebesar 3% pada bulan November secara tahunan (year/year), lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober lalu yang meningkat sebesar 2,6%. Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar sebesar 2,6%.

Sementara itu, secara bulanan (mom/mtm), PPI Negeri Paman Sam naik menjadi 0,4%, naik dari 0,3% pada Oktober tahun lalu dan lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar 0,2%.

“Masih ada dampak dari rilis data inflasi AS kemarin, karena pasar memperkirakan BoJ (Bank of Japan) tidak akan menaikkan kebijakan moneter, sehingga DXY menguat terhadap hampir seluruh mata uang EM Asia,” ujar Chief. Departemen Pengelolaan Keuangan (DPM) BI Edi Susianto kepada ILLINI NEWS, Senin (16/12/2024).

Ekonom Sucor Sekuritas, Ahmad Mikail mengatakan PPI AS yang lebih tinggi dari perkiraan pasar memberikan tekanan pada rupee.

Sebagai informasi, para ekonom dan investor memantau PPI karena mengukur tingkat inflasi dari sudut pandang produsen, mengikuti perubahan harga barang yang dijual produsen. Indikator ini dianggap sebagai indikator pertama inflasi barang konsumsi, yang merupakan bagian utama dari total inflasi.

Peningkatan PPI menunjukkan bahwa produsen menghadapi biaya yang lebih tinggi, yang dapat dibebankan kepada konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan harga konsumen, yang sering kali dibarengi dengan kenaikan suku bunga. Kenaikan suku bunga umumnya akan memperkuat USD karena menarik investor asing yang mencari keuntungan lebih tinggi atas investasi mereka.

Terakhir, data PPI terbaru dengan angka yang lebih tinggi dari perkiraan menunjukkan tren bullish untuk USD. Hal ini juga menunjukkan kemungkinan inflasi yang lebih tinggi, yang dapat semakin memperkuat greenback dalam jangka pendek.

2. Suku Bunga US Treasury Tenor 10 Tahun

Tingginya imbal hasil US Treasury atau pemerintah AS dengan tenor 10 tahun juga memberikan tekanan pada pasar obligasi dalam negeri.

Tercatat, imbal hasil UST 10 tahun meningkat signifikan dari 4,153% pada 6 Desember 2024 menjadi 4,399% pada 13 Desember 2024 atau meningkat sekitar 25 basis poin (bps).

Ahmad juga menekankan bahwa peningkatan jumlah uang yang tersedia di Departemen Keuangan AS baru-baru ini telah memberikan tekanan pada mata uang.

3. Panduan Suku Bunga The Fed

Cara memangkas suku bunga yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat (Fed) tampaknya tidak separah perkiraan awal.

Pada pertemuan Komite Perdagangan Federal (FOMC) September lalu, banyak pejabat The Fed memperkirakan penurunan suku bunga tahun depan akan sangat ketat. Tiga orang memperkirakan suku bunga The Fed pada 3,25-3,50%, tiga orang lainnya memperkirakan suku bunga Fed pada 3,50-3,75%, dan tiga orang lainnya memperkirakan suku bunga Fed pada 4,00-4,25%.

Namun seiring berjalannya waktu, ekspektasi tersebut hanya berkurang menjadi sekitar 50 basis poin (bps) pada tahun 2025.

Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Wisnubroto mengatakan, pasar sebenarnya tidak melirik kelompok pada Desember, melainkan untuk tahun 2025.

“Pada tahun 2025, kemungkinan FFR hanya akan turun 2 atau 3 kali lipat, karena kondisi perekonomian Amerika Serikat yang terus kuat, sehingga inflasi di Amerika Serikat akan terus meningkat,” kata Rully.

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Sentral Asia Barra Kukuh Mamia menyatakan pelemahan mata uang terjadi di banyak tempat.

“Ini banyak repositioning, sebelum pertemuan FOMC dan bank-bank besar lainnya. Ditambah laba tahun berjalan. Ditambah pengumuman PPN 12%,” kata Barra.

Survei ILLINI NEWS

[alamat email] (rev/rev)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *