JAKARTA, ILLINI NEWS – PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) berstatus pailit yang telah dinyatakan pailit atau mempunyai kekuatan hukum tetap. Mahkamah Agung (MA) resmi menolak permohonan perkara Sritex terhadap putusan pailit Pengadilan Niaga Semarang yang diajukan PT Indo Bharat Revan. Pada Rabu (18/12/2024) diputuskan sidang putusan kasus Sritax.
Merujuk laman MA, putusan perkara Sritex dibacakan oleh dua majelis MA yang dipimpin Hakim Hamdi dan dua anggota yakni Hakim Nani Indravati dan Lucas Prakoso MA.
Keputusan: ditolak, demikian bunyi keputusan yang diumumkan pada Kamis (19/12/2024).
Nomor perkara pengadilan adalah Tk. 1 adalah 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg dan nomor surat lamaran adalah 1269/PAN.PN.W12.U1/HK2.5/XI/2024
Ceritax bangkrut karena utangnya segunung. Hingga September 2024, total liabilitas SRIL tercatat sebesar USD 1,61 miliar atau setara Rp 25,84 triliun (kurs = Rp 16.600/US$). Jumlah tersebut didominasi oleh utang yang berbunga, seperti pinjaman bank dan obligasi yang berbunga.
Secara rinci, pinjaman bank dan obligasi yang dimiliki Syracuse adalah sebagai berikut:
– Pinjaman bank jangka pendek sebesar 12,58 juta dollar AS atau RP.
– Pinjaman bank dan obligasi yang jatuh tempo kurang dari satu tahun sebesar USD 14,45 juta atau Rp 231,21 miliar,
– Pinjaman bank dan obligasi jangka panjang sebesar 1,2 miliar dollar AS atau Rp 19,49 triliun.
Pinjaman dan obligasi bank berjumlah lebih dari 80% dari total liabilitas yang dimiliki pada September 2024. Dimana pinjaman didominasi oleh jangka waktu yang panjang. Hutang jangka panjang merupakan hutang yang mahal karena harus dilunasi dalam jangka waktu yang lebih lama.
Perlu dicatat bahwa pinjaman bank dan obligasi menghasilkan bunga yang harus dibayar selain pokoknya. Artinya, beban bunga akan melebihi pendapatan, sehingga menyebabkan kinerja laba buruk.
Hutang yang banyak membuat Ceritax “gemuk”. Kepemilikan utang dan obligasi bank melebihi asetnya, sehingga mengakibatkan kekurangan modal.
Kurangnya modal biasanya disebut sebagai ekuitas negatif. Emiten dengan ekuitas negatif bisa berbahaya bagi investor karena merupakan tanda perusahaan mendekati kebangkrutan.
Total aset sebesar US$594.012 juta atau Rp. Dibandingkan total liabilitas, kekurangan modal sebesar US$1,02 miliar atau setara Rp 16,33 triliun.
Jika perusahaan membutuhkan likuiditas segera untuk membayar hutang yang jatuh tempo. Ketika uang tunai tidak cukup, yang bisa dilakukan adalah menjual aset.
Sekarang Dengan kondisi ekuitas yang negatif, penjualan aset masih gagal membantu perusahaan agar tidak terlilit utang yang terlalu besar dan membutuhkan likuiditas segera.
Selain ekuitas yang negatif, ada indikator lain yang semakin menegaskan kondisi Saritex yang tidak sehat, yaitu rasio likuiditas dan rasio solvabilitas.
Rasio lancar SRIL adalah 165%, meskipun batas perusahaan yang sehat adalah 100%. Rasio lancar digunakan untuk mengetahui seberapa baik suatu perusahaan mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Namun, utang jangka pendek lebih berisiko dibandingkan utang jangka panjang dalam struktur permodalan. Karena harus segera dibayar, jika tidak dapat dibayar maka perusahaan dihadapkan pada pilihan sulit, melikuidasi asetnya (bila mencukupi) atau refinancing atau bangkrut.
Sebagaimana dijelaskan dalam buku Rasio Dasar dan Pelaporan Keuangan karya Darman, rasio lancar merupakan perbandingan antara aset lancar dan kewajiban lancar.
Bagaimana dengan rasio utang terhadap ekuitas (DER) yang juga biasa digunakan untuk mengukur kesehatan suatu perusahaan? Tentu saja tidak dapat dihitung dan digunakan karena tercatat sebagai persamaan negatif.
Hingga saat ini, saham Sritex dengan kode SRIL masih delisting di Bursa Efek Indonesia mulai 18 Mei 2021. Masa suspensi SRIL akan mencapai 36 bulan pada 18 Mei 2025 sehingga kemungkinan besar akan delisting, dikeluarkan dari alias. pertukaran saham.
BEI menyebutkan, bursa dapat melakukan delisting terhadap saham suatu perusahaan tercatat apabila mengalami kondisi atau peristiwa yang berdampak negatif signifikan terhadap kelangsungan usaha, baik secara finansial maupun hukum.
Juga terkait kelangsungan statusnya sebagai perusahaan publik, dan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang cukup.
Nasib Ceritax kini menyedihkan, karena sebelumnya dipuji karena bahan dan kualitas pakaiannya. Produk seragam militer juga diminati di berbagai benua. Mayoritas segmen pasarnya adalah asing.
Sayangnya, pandemi Covid-19 menghancurkan bisnis Seritax pada tahun 2020. Pada tahun 2021, Ceritax mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 1,08 miliar atau Rp 16,76 triliun. Meski mencatatkan pertumbuhan laba rata-rata sebesar 18,5% per tahun (CAGR) selama sepuluh tahun terakhir.
Disclaimer: Artikel ini merupakan produk jurnalistik berupa opini riset ILLINI NEWS. Analisis ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembaca membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada di tangan pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan ini.
(ras / ras)