illini news 5 Kali Isi Danau Toba Lenyap, Ilmuwan Teriak Tanda Kiamat

Jakarta, ILLINI NEWS – Bukti “akhir dunia” di Bumi semakin terungkap. Baru-baru ini, para ilmuwan menemukan bahwa pada Mei 2024, persediaan air tawar di bumi akan mulai berkurang.

Satelit NASA dan Jerman menunjukkan tanda-tanda krisis kehidupan di Bumi.

Studi yang dipublikasikan di Geophysical Surveys ini mengatakan, data tersebut menunjukkan bahwa Bumi sedang memasuki “era baru” kekeringan.

Pengamatan satelit menunjukkan bahwa rata-rata jumlah air tawar yang disimpan di Bumi turun 1.200 kilometer kubik antara tahun 2015 dan 2023 dibandingkan periode 2002-2014. Data tersebut mencakup air tawar yang terlihat di permukaan, seperti danau dan sungai, serta air tanah.

“Itu sekitar 2,5 kali volume Danau Erie,” kata rekan penulis studi Matthew Rodell, ahli hidrologi NASA.

Danau Erie diperkirakan mampu menampung 480 kilometer kubik air, dua kali lipat dari Danau Toba yang berjumlah 240 kilometer kubik. Artinya, jumlah air tawar yang “menghilang” dari bumi setara dengan lima kali lipat jumlah air di Danau Toba.

Ketika iklim menjadi lebih kering, sistem irigasi dan irigasi yang mengandalkan air tanah dibangun, sehingga mengurangi pasokan sumber air yang tidak tergantikan seperti hujan dan pencairan salju.

Menurut laporan PBB yang dirilis pada tahun 2024, berkurangnya pasokan air bersih berpotensi menyebabkan kelaparan, konflik kekerasan, kemiskinan, dan penyakit karena memaksa penduduk untuk meminum air dari sumber yang terkontaminasi.

Para peneliti mengumpulkan data tentang “hilangnya” air tawar di Bumi menggunakan satelit Gravity Recovery and Climate Experiment (Grace) yang dioperasikan bersama oleh German Aerospace Center, German Geosciences Center, dan NASA. GRACE mengukur fluktuasi gravitasi bulanan bumi dengan memantau perubahan massa air di atas dan di bawah permukaan planet.

Turunnya tingkat air tawar dimulai dengan kekeringan yang meluas di Brasil bagian utara dan tengah, diikuti oleh kekeringan di Australia, Amerika Selatan, Amerika Utara, Eropa, dan Afrika.

Sementara itu, peningkatan suhu laut di Pasifik antara tahun 2014 dan 2016 memicu peristiwa El Niño paling berpengaruh sejak tahun 1950-an, yang mengubah pola angin, cuaca, dan curah hujan di seluruh dunia.

Setelah dampak “kekeringan” El Niño mulai berkurang, volume air tawar global tidak kunjung pulih. Rodel dan tim melaporkan bahwa 13 dari 30 kekeringan yang dicatat GRACE terjadi pada periode setelah Januari 2015.

Para peneliti memperkirakan berkurangnya pasokan air secara drastis akan disebabkan oleh “kiamat” pemanasan global.

Michael Bosilovich dari NASA mengatakan pemanasan global akan menyebabkan lebih banyak uap air bertahan di atmosfer lebih lama, sehingga menyebabkan curah hujan yang lebih ekstrem. Artinya jarak antar titik air hujan semakin lama semakin besar.

Interval yang lama antara hujan lebat membuat tanah menjadi kering dan padat. Akibatnya kemampuan tanah dalam menyerap air hujan menurun.

“Masalah dengan curah hujan yang tinggi adalah air yang tumpah bukannya terserap, sehingga menambah cadangan air tanah,” kata Bosilovich.

Ia mengatakan, pada El Niño 2014-2016, kadar air tawar rendah karena air terperangkap di atmosfer.

“Meningkatnya suhu meningkatkan penguapan air permukaan dan kemampuan atmosfer mempertahankan kelembapan, sehingga frekuensi dan intensitas cuaca kering akan meningkat,” kata Bosilovich.

(dem/dem) Tonton video di bawah ini: Video: Tim Cook ‘lobi’ untuk penjualan iPhone 16 di Rhode Island Artikel selanjutnya Tempat terdekat dengan ‘akhir dunia’ adalah di Rhode Island, demikian temuan penelitian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *