Jakarta, ILLINI NEWS – Perusahaan alat mata-mata Israel, Paragon, telah dibeli oleh investor AS dalam transaksi senilai US$500 juta (8 triliun rupiah).
Reuters, mengutip Haaretz, melaporkan bahwa NSO Group mengakuisisi AE Industrial Partners, sebuah perusahaan investasi yang berfokus pada industri keamanan, kedirgantaraan, dan layanan bisnis. Perjanjian jual beli tersebut ditandatangani pada 13 Desember 2024.
Paragon adalah perusahaan yang didirikan pada tahun 2019 oleh sekelompok mantan perwira intelijen Israel dengan dukungan mantan Perdana Menteri Israel Ehud Barak. Perusahaan mengklaim mengembangkan “alat, orang, dan pengetahuan untuk mengalahkan ancaman yang tidak terdeteksi” dengan tetap berpegang pada etika.
Berdasarkan laporan lain, nilai kontraknya bisa meningkat hingga lebih dari US$900 juta (14,1 triliun rupiah). AE Industrial Partners dilaporkan berencana menggabungkan Paragon dengan perusahaan keamanan siber AS, Red Lattice.
Media Israel melaporkan bahwa kontrak pembangunan tersebut dinegosiasikan oleh pemerintah AS dan Israel.
Paragon adalah pesaing utama NSO Group, perusahaan yang menciptakan spyware Pegasus yang digunakan untuk meretas iPhone pejabat pemerintah di seluruh dunia.
The Economic Times menyebutkan bahwa Pegasus merupakan Spyware terkuat yang pernah ada dan dapat diinstal di ponsel Android dan iOS.
Spyware adalah program yang dirancang untuk menembus pertahanan keamanan ponsel melalui “pintu belakang”. Ponsel yang terinfeksi spyware akan mengirimkan informasi aktivitas pemilik ponsel kepada pihak ketiga.
Pegasus dapat mendeteksi kesalahan yang tidak ditemukan pada sistem operasi terkait. Jadi, meskipun Anda menggunakan patch keamanan, keamanan ponsel Anda mungkin masih terganggu.
Pegasus pertama kali dilaporkan pada tahun 2016 oleh Citizen Lab, sebuah organisasi keamanan siber Kanada. Spyware berhasil menembus ponsel seorang aktivis hak asasi manusia bernama Ahmed Mansoor. Pada bulan September 2018, organisasi yang sama melaporkan bahwa 25 negara terinfeksi Pegasus.
Infeksi tersebut diduga menggunakan teknik spearfishing melalui pesan teks atau email dengan tautan berbahaya. Pada tahun 2019, Pegasus diduga meretas WhatsApp dan berhasil menghapus riwayat panggilan tidak terjawab.
Pada tahun yang sama, WhatsApp mengumumkan bahwa Pegasus telah berhasil mengeksploitasi bug di aplikasinya. Dalam kejadian itu, 1.400 ponsel Android dan iOS terkena dampaknya.
IMessage juga merupakan aplikasi yang berhasil diinstal oleh Pegasus. Yakni dengan memasang pemancar dan penerima radio di dekat korban. Kasus peretasan ini terungkap ketika ponsel pemilik Amazon Jeff Bezos diretas dan dikaitkan dengan kematian jurnalis Kamal Khashoggi pada tahun 2018.
Tak hanya itu, investigasi terhadap 17 organisasi media oleh Forbiden Stories menyebutkan Pegasus menargetkan 50.000 nomor telepon. Beberapa orang juga menjadi sasaran, yakni Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Irak Barham Salih, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, dan Direktur WHO Tedros Ghebreyesus.
Tahun lalu, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menandatangani perintah presiden yang melarang penggunaan spyware. Pada tahun 2021, Reuters melaporkan bahwa setidaknya 9 pegawai Departemen Luar Negeri AS menjadi sasaran spyware NSO.
Departemen Perdagangan AS kemudian memasukkan NSO ke dalam daftar hitam karena operasinya dituduh terkait dengan kegiatan yang menargetkan masyarakat sipil dan jurnalis.
Sebaliknya, tahun ini Paragon menandatangani kontrak senilai dua juta dolar dengan badan imigrasi AS. Di situsnya, Paragon menyatakan beroperasi dengan batasan moral sehingga hanya fokus pada percakapan di aplikasi perpesanan dan hanya ingin bekerja sama dengan organisasi yang memenuhi standar demokrasi, (dem/dem) Tonton video di bawah ini: Video: Minat Google-Facebook , investasi kabel bawah laut Indonesia semakin menarik?