berita aktual Industri Hulu Migas & Asta Cita Pemerintahan Prabowo-Gibran

Catatan: Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan redaksi illinibasketballhistory.com.

Industri migas yang semakin berkembang kemungkinan besar akan berperan sangat penting pada pemerintahan mendatang, terutama dalam membantu mewujudkan program prioritas pemerintahan Asta Cita dan Prabowo-Gibran. Industri migas yang sedang bangkit akan mempunyai posisi yang strategis, terutama dalam mencapai prioritas utama dari 17 program prioritas, yaitu ketahanan pangan, ketahanan energi, dan perlindungan air.

Pentingnya peran industri migas dalam kebangkitan ini juga terkait dengan situasi ketahanan energi yang akan menjadi pilar penting dalam terwujudnya Asta Cita dan pelaksanaan program prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran. Ketersediaan dan keberlanjutan pasokan energi nasional akan menjadi pilar upaya mencapai tujuan perekonomian dan kesejahteraan sosial yang tertuang dalam Visi Indonesia Bersatu dalam Swarna Indonesia 2045. Posisi penting industri migas. Karena industri hulu migas prihatin dengan kondisi yang memungkinkan terwujudnya energi fleksibel tersebut, maka pemerintahan Prabowo-Gibran tidak bisa mengabaikan peran hulu migas. Data menunjukkan pada tahun 2023, pangsa minyak dan gas bumi dalam bauran energi Indonesia masih tercatat sebesar 47%. Pada periode yang sama, pangsa migas dalam bauran energi global sebenarnya tercatat besar, yakni 55,10% dari total konsumsi energi dunia.

Di sisi lain, meski perkembangan EBET terjadi di banyak tempat, namun dalam beberapa tahun ke depan (bahkan hingga tahun 2050), sebagian besar bauran energi global diperkirakan masih didominasi oleh minyak dan gas bumi. Permasalahan teknis, terutama permasalahan intermediasi dan tingkat harga yang tidak kompetitif menjadi alasan utama mengapa EBET tidak berkontribusi signifikan terhadap bauran energi global.

Dalam konteks perekonomian nasional, ketahanan energi mempunyai peranan penting dalam menjamin ketahanan perekonomian nasional, termasuk tercapainya tujuan emas Indonesia pada tahun 2045.

Pencapaian target emas Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi minimal 6%-8% mulai tahun 2025 dan seterusnya. Di sisi lain, konsumsi energi yang dibutuhkan untuk kegiatan perekonomian biasanya 1 hingga 1,5 kali lipat dari target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan.

Dalam konteks ini, peran penting migas dalam menunjang perekonomian Indonesia setidaknya berkaitan dengan dua aspek. Pertama, dari sisi teknis, yakni secara teknis industri migas sudah siap dengan kapasitas yang dibutuhkan, termasuk ketersediaan infrastruktur pendukung.

Kedua, dari sisi ekonomi, harga migas masih lebih murah dibandingkan harga EBET sehingga sangat tepat untuk membantu Indonesia mencapai tujuan yang membutuhkan pertumbuhan ekonomi antara 6%-8% per tahun.

Di Indonesia, berkembangnya industri migas tidak hanya terkait dengan aspek ketahanan energi saja, namun juga memiliki keterkaitan yang kuat dengan struktur perekonomian Indonesia. Industri migas di atas terkait dengan sekitar 120 sektor ekonomi dari total 185 sektor ekonomi yang ada di Indonesia.

Sektor perekonomian yang terkait dengan boomingnya industri migas tercatat berkontribusi terhadap 85% PDB Indonesia. Sektor-sektor ekonomi ini juga menyumbang 81% lapangan kerja di Indonesia.

Pentingnya peran industri migas di Indonesia tercermin dari risiko perekonomian yang mungkin timbul jika industri tersebut tidak terus eksis. Jika industri migas di atas berhenti beroperasi, maka potensi risiko terhadap perekonomian Indonesia antara lain: (1) hilangnya PDB sekitar Rp420 triliun, (2) hilangnya pendapatan negara sekitar Rp200 triliun, (3) ) hilangnya pendapatan negara sekitar Rp200 triliun, (3) ) hilangnya pendapatan negara sekitar Rp200 triliun. kerugian investasi sekitar $210 triliun, dan (4) kebutuhan devisa untuk impor minyak dan gas kemungkinan akan meningkat antara Rp 2.500 triliun – Rp 3.500 triliun pada tahun 2050.

Kontribusi industri migas yang terus berkembang terhadap perekonomian Indonesia cukup besar. Selama sepuluh tahun, industri hulu migas rata-rata menyumbang Rp2.035 triliun terhadap APBN, mendatangkan investasi Rp2.086 triliun, dan menyumbang Rp4.132 triliun terhadap PDB Indonesia.

Meski berperan penting dan strategis, kinerja industri migas mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Dalam 10 tahun terakhir (2013-2023), rata-rata produksi minyak bumi dan gas bumi di Indonesia mengalami penurunan masing-masing sebesar 3,06% dan 1,87% per tahun. Selama 10 tahun terakhir, rata-rata cadangan migas Indonesia mengalami penurunan masing-masing sebesar 5,34% dan 7,49% per tahun.

Dalam beberapa tahun terakhir, para pemangku kepentingan industri migas (KKKS, SKK Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) telah melakukan banyak upaya untuk mengendalikan tren penurunan tersebut dan juga berupaya meningkatkan kinerja tingkat tinggi nasional. Industri Minyak dan Gas Bumi.

Upaya tersebut mencerminkan: (1) penemuan cadangan migas baru yang ditemukan di Gang Utara (Kutai), (2) penemuan cadangan baru yang ditemukan di Andaman Selatan; (3) Melaksanakan kegiatan pembangunan pada proyek Forel dan Bronang (Natuna); dan (4) melakukan fungsi adaptif pada sumur yang beroperasi di plastik.

Dari sisi regulasi, sebenarnya pemerintah sudah berupaya meningkatkan kinerja industri migas tanah air. Hal ini mencerminkan masuknya beberapa proyek hulu migas ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diatur melalui Perpres Nomor 58 Tahun 2017, Perpres Nomor 56 Tahun 2018, dan Perpres No. 109/2020. Perpres tersebut banyak yang dilengkapi dengan PP Nomor 42 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Proyek Strategis Nasional.

Meskipun sudah ada PSN, rumitnya perizinan masih menjadi kendala besar yang harus diatasi oleh pelaku usaha di industri migas. Pelaku usaha harus menangani permasalahan perizinan pada tahap eksplorasi dan eksplorasi, pengembangan dan konstruksi, produksi, dan pasca operasional. Setidaknya ada 19 kementerian/lembaga yang terlibat dalam perizinan kegiatan hulu migas.

Mengingat peran dan kedudukannya yang strategis tersebut, maka permasalahan kompleksitas dan kerumitan perizinan dalam kegiatan niaga minyak dan gas bumi perlu segera diselesaikan.

Merujuk pada filosofi perjanjian bagi hasil (PSC) yang digunakan dalam proses bisnis minyak dan gas di Indonesia, maka pengurusan dan pemenuhan izin seharusnya menjadi tanggung jawab negara atau diwakili oleh pemerintah sebagai pemilik sumber daya. Di sisi lain, kiprah KKKS sebagai mitra pemerintah sebagai pemilik sumber daya adalah fokus pada upaya eksplorasi migas. (miq/miq)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *