Jakarta, ILLINI NEWS – Saat ini, Generasi Z (Gen Z) kerap menjadi sorotan dunia bisnis setelah mendapat hinaan sebagai “generasi paling malas”. Hal ini didukung oleh temuan penelitian yang menemukan bahwa enam dari 10 perusahaan memecat Gen Z.
Seiring dengan itu, banyak generasi Z yang saat ini menganggur karena banyak perusahaan yang tidak mau mempekerjakan kelompok ini. Faktanya, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sekitar 9,9 juta anak muda Indonesia menganggur.
Tia Rahmania, psikolog sekaligus dosen Universitas Paramadina, mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan sekitar 10 juta generasi Z menganggur di Indonesia, salah satunya adalah belum adanya kesesuaian antara profesi dengan kebutuhan pasar kerja.
“Menurut survei yang dilakukan Kementerian Ketenagakerjaan, itu (ketidaksesuaian antara talenta dan kebutuhan pasar kerja),” kata Tia, Jumat (25/10/2024) saat seminar online bertajuk “Isu Gen Z & Etos Kerja ” dikatakan. .
Generasi Z mengeluh bahwa para korban telah diberhentikan
Gebsy (bukan nama sebenarnya) adalah seorang Gen Z berusia 25 tahun yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena tidak memenuhi kebutuhan perusahaan. Bahkan, Gebsy menilai dirinya telah berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan seluruh tugas yang diberikan kepadanya di tempat kerja.
Gen Z, yang telah menganggur selama hampir satu tahun, percaya bahwa para bos Baby Boomers dan Millennials tidak mempunyai misi yang sama dengannya, dan dia sendiri mengakui hal tersebut selama tiga bulan bertugas di sebuah perusahaan teknologi. sering diremehkan di tempat kerja.
“Mereka (Baby Boomers dan Millennials) itu kolot. Mereka selalu dipandang sebelah mata, selera mereka terhadap desain sudah ketinggalan jaman, mereka tidak menghargai dan menolak kreativitas saya seperti Gen Z, dan mereka kurang punya work-life balance,” ujarnya kepada ILLINI NEWS, Rabu (30/10/2024).
Diakui Gebsi, hal tersebut langsung menyebabkan hilangnya motivasi sehingga berdampak pada kinerjanya dalam bekerja. Dia sering melewatkan pekerjaan sebulan. Akibatnya, ia dipecat oleh perusahaan setelah hanya tiga bulan mengabdi.
“Saya mendapat tekanan mental ketika bekerja. Sebagai desainer grafis, tidak nyaman bekerja dengan mereka karena mereka berbeda selera. Saya sangat ketat dengan standar perusahaan. Jadi bos selalu merendahkan dan tidak memimpin. ],” kata Gebsy.
“Orang yang lebih tua sering kali tidak menerima apa yang kita (Gen Z) anggap penting dalam pekerjaan kita. Mereka suka dihina,” ujarnya.
Saya tidak bisa mendapatkan gaji yang bagus
Selain karena sering merasa diremehkan, alasan lain Gebsi kehilangan motivasi dan dipecat perusahaan adalah terkait gaji. Gebsy mengaku sempat diejek atasannya saat meminta kenaikan gaji dari kontrak pertama dalam kontrak kerjanya.
Menurut lulusan Desain Komunikasi Visual (VCD) salah satu universitas di Tangerang ini, wajar jika mereka menuntut kenaikan gaji. Pasalnya, nominal harga yang ditawarkan perseroan jauh dari Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta yakni Rp3,7 juta.
Selain lebih rendah dari nominal UMP, gaji tersebut sangat tidak pantas untuk profesi desainer grafis, ujarnya. Selain itu, mereka sering diberi tugas di luar tugas pokoknya dan sering berkomunikasi di akhir pekan.
“Waktu pertama masuk, gajiku Rp 3,7 juta. Masih di bawah UMP kan? Nah, mereka malah bilang, ‘Masih bagus kalau dapat penghasilan sebesar itu,'” kata Gebsy.
“Mereka juga sering bekerja di luar tugas inti saya. Awalnya, ketika saya bilang ingin melakukan tugas inti, atasan saya marah dan berkata, ‘Bekerjalah dengan anak muda.’ Anda tidak dapat memiliki terlalu banyak orang.”
Gebsy pun mengaku kesulitan berkomunikasi dengan rekan kantornya saat bekerja. Pasalnya, perbedaan usia antar karyawan membuat sulitnya mencari titik cocok untuk menikah.
Pengalaman Gebsi juga sejalan dengan temuan penelitian Intelligent, sebuah platform nasihat pendidikan dan karier. Menurut pihak perusahaan, ada beberapa alasan yang melatarbelakangi keputusan memecat lulusan baru, seperti kurangnya motivasi karyawan, kurangnya profesionalisme, dan buruknya kemampuan komunikasi.
Menurut perusahaan, setidaknya ada 10 alasan perusahaan memecat karyawan Gen Z.
1. Kurangnya semangat atau inisiatif (50 persen)
2. Kurangnya keterampilan (46 persen)
3. Keterampilan berorganisasi yang buruk (42 persen)
4. Komunikasi yang buruk (39 persen)
5. Kesulitan mendapatkan umpan balik (38 persen)
6. Kurangnya pengalaman kerja yang relevan (38 persen)
7. Keterampilan pemecahan masalah yang buruk (34 persen)
8. Keterampilan teknis yang tidak memadai (31 persen)
9. Ketidakcocokan budaya (31 persen)
10. Kesulitan bekerja dalam tim (30 persen)
Soal pencela yang menyebut Gen Z malas berbisnis, Gebsy mengaku tak sependapat. Menurutnya, Gen Z adalah generasi yang paling peka terhadap perkembangan di sekitarnya dan mahir berpikir kritis. Dia mengatakan perusahaan harus mulai beradaptasi dengan perubahan yang dialami Gen Z.
“Gen Z bilang mereka lebih peka terhadap apa yang terjadi di sekitar mereka. Gen Z itu tidak besar atau besar, tapi mereka mengatakan hal-hal yang meninggalkan kontrak awal [pekerjaan] karena mereka sadar akan kesejahteraannya sendiri,” dia berkata.