Batavia, ILLINI NEWS – Apa yang pertama kali terlintas di benak Anda saat mendengar kata sampah? Kebanyakan orang mungkin akan menjawab bau dan bau, sehingga banyak orang yang tidak mau melakukan hal itu.
Namun siapa sangka hal yang dijauhi banyak orang justru menjadi berkah bagi pemuda Tanah Abang, Syafiie? Dia mendapat keuntungan dari bisnisnya dan berhasil mengubah mainan yang sembrono menjadi makanan lezat, menjadikannya seorang pengusaha yang sangat kaya.
Apa isinya?
Sejak lahir pada akhir abad ke-19, Syafiie dibesarkan di daerah penghasil timah di sekitar Tanah Abang. Setiap hari dia melihat tangan tukang daging mengulangi kebiasaannya tersebut. Usai menyembelih kambing atau sapi, tukang jagal selalu membuang tulangnya ke tempat sampah. Tidak ada yang menjemputnya.
Sikap ini tersebar luas pada masa kolonial. Biasanya bangkai hanya dipotong dagingnya di pasar. Karena pembelinya selalu ada, baik Belanda maupun lokal. Sementara bagian tubuh lainnya harus dibuang.
Karena itu, Syafiie marah dan melihatnya terpukul. Itu sebabnya pada tahun 1920-an, atau saat ia berusia 20 tahun, ia sekadar memungut seekor kaki kambing dari sampah di supermarket. Kemudian dia berlari ke dapur dan melakukan percobaan.
Pertama, panaskan air dalam panci. Sambil menunggu panas, dia menyiapkan pisau dan menumbuk bumbu. Jika air sudah siap, ia menuangkannya ke atas kaki kambing yang masih tertutup garpu.
Dengan tarikan yang panjang, pisau besar itu langsung ikut bermain. Syafiie si kaki kambing dikerok hingga seluruh bulunya hilang tanpa meninggalkan sisa. Kaki kambing yang dimasak sebentar akan siap dalam waktu kurang dari dua belas menit.
Syafiie kembali mengisi panci dengan air dan membakarnya. Aduk bumbu dan rempah cincang ke dalam dasar gorengan. Semuanya tercampur dalam air. Jangan lupa kaki kambingnya dimasukkan ke dalam bintang.
Sekitar satu jam kemudian, Syafiie terengah-engah. Dia diberi percobaan. Kaki kambing yang lebih mirip sup ini enak sekali. Hal yang sama berlaku untuk orang-orang tetangganya. Semua itu memberi keyakinan pada Syafiie untuk membangun kehidupan baru sebagai pebisnis.
Kaya
Dalam surat kabar Minggu Merdeka (23 Oktober 1958), Syafiie, 76 tahun, bercerita tentang proses penjualan tanah jajahan saat itu. Ia melakukannya secara keliling sambil membawa dua tong sup ke lokasi berbeda.
“Saya selalu berpindah dari Palmerah, Senen, Sawah Besar, Tanjung Priuk dan Jatinegara. Tapi saya selalu menjualnya ketika saya menjualnya di sepak bola,” ujarnya.
Alat penanak sup atau soto banyak terdapat pada zaman kolonial. Meski demikian, Sjafiie mengaku masih jarang melihat orang yang menjual limbah kaki kambing di Batavia. Tapi pasarnya cukup besar. Tidak heran, selalu ada banyak hal yang terjadi di pasar. Ia juga menjual kepala kambing yang menurut sebagian orang sangat menjijikkan.
Tangan masaknya pintar sekali, sehingga sop kaki kambing selalu istimewa dan laris manis, kata Syafiie yang dinobatkan sebagai pionir sop kaki kambing terbaik di Batavia oleh Minggu Merdeka.
Artinya, Syafiie tidak lagi memungut kaki kambing dari tempat sampah, melainkan membelinya karena sang tukang jagal tahu dagangannya. Dari sini dia membeli kaki kambing seharga 1-2 sen. Diakuinya harganya mahal, tapi tetap membelinya agar orang tahu dia menjual kaki kambing.
Kesuksesan bisnis perlahan mengubah hidup Syafiie. Dia terkenal dan sangat kaya. Proses ini berlangsung hingga Indonesia merdeka dan tua. Tentu saja seiring bertambahnya usia, ia tidak lagi berjualan, melainkan kini memiliki toko di Tanah Abang. Berkat Syafiie, sop kaki kambing menjadi makanan populer di Batavia. Banyak pengecer lain yang menjual barang serupa. (mfa/sef) Lihat di bawah: Video: Teks ekspektasi bisnis agar produk perawatan rambut lokal mendunia Artikel selanjutnya Tentara menjadi orang terkaya di Jawa dan berakhir di pinggiran Batavia