Catatan: Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pendapat dewan redaksi illinibasketballhistory.com.
Pembangunan ekonomi inklusif, menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, adalah pertumbuhan ekonomi yang menciptakan akses dan kesempatan yang luas bagi seluruh lapisan masyarakat secara merata, meningkatkan kesejahteraan, dan mengurangi kesenjangan antar kelompok dan wilayah. seluruh anggota masyarakat, terutama kelompok masyarakat kurang beruntung, memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi.
Hal ini tentu saja menciptakan peluang yang sama dalam hal akses terhadap sumber daya, lapangan kerja, pendidikan dan layanan kesehatan. Beberapa elemen penting dari pembangunan ekonomi inklusif meliputi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, distribusi pendapatan dan pengentasan kemiskinan, serta peningkatan akses dan peluang.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu syarat mutlak bagi pembangunan ekonomi inklusif. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan aktivitas perekonomian atau terpenuhinya kebutuhan sehari-hari suatu masyarakat.
Pembangunan ekonomi inklusif juga harus menjamin kesetaraan ekonomi di seluruh lapisan masyarakat, kesenjangan pendapatan, gender dan wilayah harus dihilangkan, serta peningkatan akses dan peluang yang ditandai dengan munculnya sumber daya manusia yang lebih baik dan sejahtera di masa depan. dapat berkontribusi pada pengembangan perekonomian yang lebih tinggi dan inklusif.
Ada hubungan erat antara pembangunan ekonomi inklusif dan ekonomi hijau dan biru, karena tujuan ketiganya adalah menjamin keberlanjutan. Ekonomi hijau bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan, sedangkan ekonomi biru menekankan pada pengelolaan sumber daya kelautan yang berkelanjutan.
Dengan menggabungkan prinsip inklusi, kedua pendekatan ini dapat memastikan bahwa semua kelompok masyarakat, terutama kelompok rentan, merasakan manfaat dari praktik ramah lingkungan dan laut.
Ekonomi hijau merupakan konsep ekonomi yang bertujuan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dengan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini mencakup pengembangan dan penerapan praktik dan teknologi ramah lingkungan yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan, tentu saja, melindungi ekosistem.
Beberapa karakteristik utama ekonomi hijau mencakup pengurangan emisi, efisiensi sumber daya, energi terbarukan, pertanian berkelanjutan, dan pengelolaan sumber daya alam.
Konsep Ekonomi Biru muncul pada awal tahun 2000an ketika pembangunan berkelanjutan mulai menarik perhatian dunia. Istilah “ekonomi biru” pertama kali diciptakan oleh Günther Pauli.
Ekonomi biru, juga dikenal sebagai ekonomi kelautan atau ekonomi kelautan, mengacu pada pemanfaatan sumber daya kelautan secara berkelanjutan untuk meningkatkan perekonomian, kehidupan manusia, dan kesehatan ekosistem laut. Ekonomi biru mencakup beberapa sektor yaitu perikanan, budidaya perairan, pelayaran, energi, pariwisata, dan bioteknologi kelautan. Perkembangan Ekonomi Provinsi Sulawesi Barat Berdasarkan data website Badan Pusat Statistik Provinsi, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat (Sulbar) meningkat sebesar 4,30% pada triwulan II tahun 2024 (dibandingkan periode yang sama tahun lalu). Capaian tersebut turun 6,02% (YoY) dibandingkan triwulan I tahun 2024.
Sumber pertumbuhan ekonomi terbesar berasal dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Struktur perekonomian Sulawesi Barat meliputi pertanian 46,46%, industri pengolahan 10,39%, perdagangan 10,05%, pemerintahan 6,62%, konstruksi 6,52% dan lain-lain 19,96%.
Namun pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II tahun 2024 sebesar 4,30% dibandingkan provinsi lain di Pulau Sulawesi masih tertinggal tipis.
Sulawesi Tengah menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 9,75%, disusul Sulawesi Tenggara 5,54%, Sulawesi Utara 5,13%, Sulawesi Selatan 4,98%, Sulawesi Barat 4,30% dan terakhir Gorontalo 3,82%. Capaian tersebut juga masih di bawah rata-rata Pulau Sulawesi (6,07%) dan capaian nasional (5,05%).
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) Ibu Kota Negara Baru (IKN) bernama Nusantara resmi disahkan setelah Undang-Undang IKN Nomor 3 Tahun 2022 ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden Jokowi pada 15 Februari 2022.
Dari nama tersebut, pemerintah dan DPR berharap ibu kota yang terletak di “Sepakunegara” (sekitar Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara) atau “Pakunegara” (Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara) ini akan menjadi simbol identitas nasional dan global. kota untuk semua dan mesin perekonomian masa depan Indonesia.
IKN sebagai lambang jati diri bangsa diharapkan dapat mewakili keberagaman, jati diri, karakter sosial, persatuan dan kebesaran bangsa Indonesia yang mencerminkan keunikan Indonesia. Sebagai kota global untuk semua orang, IKN dirancang menjadi kota global yang berkelanjutan, cerdas, hijau dan biru.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam rapat paripurna DPR RI 18 Januari 2022 mengatakan, pemindahan IKN yang akan dilakukan merupakan salah satu strategi mewujudkan visi Indonesia 2045 yang lebih baik. inklusif dan adil. pertumbuhan ekonomi.
Kajian INDEF (2020) memperkirakan perkembangan IKN akan berdampak pada perekonomian khususnya di provinsi Kalimantan Timur. Dampak pembangunan IKN antara lain peningkatan pertumbuhan PDB riil sebesar 0,24 poin persentase, peningkatan investasi riil sebesar 0,20 poin persentase, peningkatan konsumsi rumah tangga sebesar 0,24 poin persentase, dan peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,48 poin persentase melalui LPEP FEB Universitas Airlangga pada tahun 2022 melakukan kajian untuk mengidentifikasi keterkaitan pengembangan IKN dengan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Barat, serta potensi dan peluang yang dimiliki untuk memanfaatkan dampak positif pengembangan IKN sebagai penggerak pembangunan ekonomi daerah.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif, antara lain metode inverse input-output multiplier Leontief dan metode analitis network process (ANP), untuk mengidentifikasi sektor unggulan dan potensial, serta rekomendasi pengembangannya.
Kajian ini mengidentifikasi lima sektor di Sulawesi Barat yang akan memberikan dampak paling besar terhadap pengembangan IKN, yaitu:
1) kehutanan dan penebangan kayu,
2) penggalian gunung dan lainnya,
3) industri pengolahan kayu, hasil kayu dan gabus, anyaman bambu, rotan, dan lain-lain,
4) perdagangan besar dan eceran, kecuali mobil dan sepeda motor, dan
5) industri kertas dan kertas, percetakan dan reproduksi media.
Temuan lain dari studi tersebut antara lain adanya dampak pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat terhadap pengentasan kemiskinan, namun hal ini hanya relevan pada tingkat lokal di masing-masing daerah, dan perubahan kondisi perekonomian dan kemiskinan di masing-masing daerah tidak mempengaruhi atau tidak berhubungan dengan kemiskinan dan kondisi perekonomian di wilayah sekitarnya. .
Hasil kajian yang dilakukan Bank Indonesia juga menunjukkan bahwa beras, tuna, kakao, kelapa sawit, kelapa merupakan komoditas/produk/usaha unggulan (KPJU) sektor Sulawesi Barat berdasarkan metode Borda dan Bayesian. ikan berminyak dan cakalang.
Beberapa produk tersebut dinilai terbaik dari segi kapasitas produksi, luas lahan, intensitas tenaga kerja, dan jumlah pelaku usaha. Namun demikian, beberapa permasalahan kritis seperti tingkat produktivitas yang belum optimal, rendahnya pemanfaatan teknologi dan terbatasnya kendali terhadap produk olahan (pasca pengolahan) masih menjadi tantangan.
Letak spasial barang premium tingkat kabupaten di Sulawesi Barat adalah sebagai berikut:
Tantangan dan Strategi Sulbar Sebagai Penopang IKN Hubungan ekonomi Kaltim dan Sulbar bisa menjadi peluang bagi Sulbar. Namun demikian, terdapat sejumlah permasalahan mendasar terkait kondisi kehidupan di Provinsi Sulawesi Barat yang perlu diatasi dengan sebaik-baiknya.
Berdasarkan data yang diolah INDEF, Sulawesi Barat setidaknya menghadapi empat tantangan besar. Masalah-masalah tersebut antara lain:
1) Sektor perekonomian dan industri pengolahan mendominasi struktur perekonomian Sulawesi Barat,
2) Kompetensi sumber daya manusia masih belum mampu bersaing dibandingkan daerah lain,
3) Adopsi teknologi di industri relatif lambat dan masih bersifat semi padat karya, dan
4) Menyerap rendahnya penanaman modal, penanaman modal asing, dan penanaman modal dalam negeri.
Strategi yang dapat digunakan Sulbar sebagai penyangga IKN antara lain:
1) Mengoptimalkan potensi sumber daya alam khususnya pertanian, perkebunan dan perikanan untuk mencapai logistik dan pangan di IKN,
2) Menyiapkan sumber daya manusia yang maju, kompeten, dan berdaya saing, serta meningkatkan inovasi dan teknologi,
3) Mempercepat pengembangan jaringan transportasi laut dan udara di Sulawesi Barat untuk mendukung konektivitas wilayah khususnya dengan ibu kota nusantara dan wilayah lainnya,
4) Peningkatan akses jalan nasional, provinsi dan kabupaten, yang akan membuka akses ke pusat-pusat manufaktur, pusat industri dan distribusi, terminal dan pelabuhan. (m²/m²)