Jakarta, ILLINI NEWS -sebuah penolakan terhadap masyarakat yang terkait dengan nilai -penilaian nilai (PPN), yang tersedia sebesar 12% pada tahun 2025. Salah satu yang paling banyak dibahas adalah pengenaan transaksi PPN oleh kode respons cepat Indonesia atau layanan QRIS.
Ini ditolak oleh Direktur Kementerian Keuangan, DWI Astuti, DWI Astuti, Jakarta, Jakarta, Jakarta, Jakarta (23/12/2024), Direktur Direktur Layanan dan Hubungan Masyarakat.
Di atas segalanya, serangan PPN untuk pembayaran penyedia sistem pembayaran untuk layanan sistem pembayaran (PJSP) untuk pedagang yang membayar PPN, sesuai dengan ketentuan menteri menteri, 69/PMK.03/2022.
DWI menekankan bahwa dasar untuk memaksakan PPN adalah tingkat diskonto perdagangan (MDR) yang dikumpulkan oleh pedagang dari pedagang. Seperti diketahui, berdasarkan ketentuan MDR Banking Indonesia (BI), ada biaya layanan yang dikenakan pajak untuk pengecer, Penyedia Layanan Pembayaran (PJP), menggunakan QRI.
MDR lahir dengan pedagang dan mungkin tidak ditugaskan untuk pengguna. Jumlah biaya MDR ditentukan oleh Bank Indonesia dan diterapkan pada nilai kategori bisnis dan nilai transaksi.
“Lalu pedagang membayar PPN. Berapa biaya layanan? Bisa 0,1% atau 0,2% dari transaksi dan sebenarnya adalah pedagang yang bertanggung jawab atas pemasok,” kata DWI
Namun, DWI juga ingat bahwa prinsip PPN adalah pajak yang dikenakan untuk memasok barang atau jasa oleh konsumen. Jadi ketika ditentukan biaya transaksi, penyedia layanan keuangan digital memungkinkan PPN.
“Misalnya, karena kami sekarang adalah dompet elektronik atau uang elektronik, kami membayar, misalnya, nilai transaksi adalah Rp1.500, ya, itu RP1.500, dan sudah PPN,” jelasnya. (ARJ/MIJ) Tonton video di bawah ini: Video: Sri Mullian: Pemerintah yang bertanggung jawab atas 6% PPN Flight Mudik Artikel berikutnya Pemerintah kehilangan RP50 T. Jika PPN dibatalkan 12%