berita aktual Ini Mal Pertama di RI yang Semua Barang Tak Boleh Dijual Mahal

Jakarta, ILLINI NEWS – Bulan Desember identik dengan hari raya dengan liburan sekolah, Natal, dan Tahun Baru. Biasanya masyarakat pergi ke mall atau mal untuk bersantai dan berkumpul bersama keluarga.

Namun masih sedikit orang yang mengetahui siapa pusat perbelanjaan pertama di Indonesia dan menariknya cerita mengenai larangan penjualan barang-barang mahal, berbeda dengan pusat perbelanjaan modern.

Perkenalkan, ini mall pertama di Indonesia yaitu Sarinah. 

Ambisi Sarina dan Sukarno

Terciptanya Sarinah tak lepas dari ambisi Presiden Sukarno membangun proyek mercusuar.

Pada tahun 1960-an, Sukarno berambisi untuk memulai banyak proyek agar Indonesia terlihat “hebat” di mata dunia. Apalagi saat itu Indonesia hendak menjadi tuan rumah Asian Games 1962. Faktanya, inflasi tinggi dari sudut pandang ekonomi, dan presiden seharusnya tidak memulai banyak proyek konsumen.

Namun Sukarno memang memulai membangun proyek seperti Hotel Indonesia, Gelora Bung Karno, dan mal atau mal pertama di Indonesia. Jurnalis Rosihan Anwar, dalam Sukarno, Angkatan Darat, PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Temperance Politik (2006), menyatakan bahwa Sukarno mendirikan pusat perbelanjaan pertama sebagai solusi atas kesulitan masyarakat dalam sandang dan pangan.

Ia ingin pusat perbelanjaan tidak bersifat kapitalis, melainkan memiliki kebijakan ekonomi sosialis. Pusat perbelanjaan tersebut akan menjadi wadah untuk mempromosikan produk dalam negeri, khususnya produk pertanian dan industri. Semua barang harus dijual murah atau tidak terlalu mahal agar mall pertama ini berfungsi sebagai penyeimbang harga.

“Kalau di department store hanya Rp 50, di luar department store masyarakat tidak berani menjual Rp 100,” kata Sukarno mencontohkan harga murah di pusat perbelanjaan pasti mengikuti harga pasar, ditranskripsikan oleh R. . Soeharto dalam Saksi Sejarah (1984).

Pembangunan pusat perbelanjaan pertama ini baru selesai pada 17 Agustus 1962. Saat itu, Sukarno menamai mal tersebut Sarinah, yang merupakan nama pengasuh masa kecil Sukarno. Ia berharap tempat ini bisa menjadi titik balik sejarah pembangunan Indonesia, seperti Sarina yang mengasuhnya sejak kecil hingga dewasa. 

Meski perekonomian sedang mengalami ketidakstabilan, Sarinah dibiayai oleh pampasan perang atau pampasan dari Jepang.

Kontraktor asal Jepang juga membangun Jembatan Musi di Palembang. Kemudian dia menikmati proyek arsitektur arsitek Denmark. Sukarno sendiri menjadi CEO PT Sarinah. Ia mengamati langsung perkembangan pusat perbelanjaan pertama. 

Singkat cerita, tepat empat tahun kemudian, tepatnya pada 17 Agustus 1966, Sarinah resmi dibuka. Dedikasi Sarinah mencatatkan rekor multi seri pertama. Ini adalah mal pertama di Asia Tenggara yang memiliki ruangan ber-AC pertama dan eskalator pertama. 

Ketika Sarinah dimulai, ia menjelma menjadi etalase produk-produk buatan Indonesia. Tentu saja semuanya dijual dengan harga murah. Sayangnya, Sukarno tidak bisa melihat hal tersebut lama-lama karena ia harus mengundurkan diri sebagai Presiden Indonesia pada tahun 1967. Demikian pula Sarina tidak lagi menjual produk murah karena orientasi perekonomian Indonesia juga berubah di bawah presiden baru. 

Setelah Sarinah, kita tahu mall-mall di Jakarta silih berganti bermunculan. Saat ini terdapat 96 pusat perbelanjaan di Jakarta. Kini tentu semakin sulit mewujudkan impian Sukarno menjadikan pusat perbelanjaan sebagai pusat barang-barang murah.  (MFA) Simak video berikut ini: Video: Naskah Prospek Bisnis Produk Rambut Lokal Go Global

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *