Jakarta, ILLINI NEWS – Dalam beberapa pekan terakhir, Presiden Prabowo Subianto semakin menegaskan komitmennya untuk mewujudkan swasembada energi di Indonesia. Salah satu langkah yang difokuskan adalah pengembangan bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel.
Pengembangan biofuel sangat penting untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar ramah lingkungan juga akan memberikan dampak positif terhadap lingkungan.
Dalam beberapa kesempatan, Prabowo menekankan pentingnya transformasi energi yang memanfaatkan sumber daya alam lokal secara berkelanjutan. Terlebih lagi, di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik global, Indonesia harus bersiap menghadapi skenario terburuk.
“Jika terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan, maka akan sulit mendapatkan sumber energi dari negara lain. Makanya kita harus swasembada energi, dan kita bisa swasembada energi.” kata Prabowo dalam pidato pertamanya usai dilantik sebagai Presiden RI di gedung DPR/MPR RI, Minggu (20/10/2024).
Dalam visi swasembada energi yang disampaikan, ia menyoroti pengembangan biofuel sebagai solusi utama. Biodiesel yang berasal dari kelapa sawit menjadi salah satu elemen utama pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menjelaskan, setidaknya Indonesia sudah menerapkan program B30, yaitu perpaduan 30% biodiesel dengan 70% solar. Di bawah pemerintahan Prabowo, program ini akan ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai B60.
Sementara itu, untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah mendorong pengusaha minyak sawit mentah (CPO) yang belum terikat kontrak ekspor untuk menjual produknya ke pasar dalam negeri.
“Saat ini kita masih di B35. Ada upaya untuk ditingkatkan ke B40, B50, dan B60. Oleh karena itu, kalau ada kemajuan harus ada kebijakan,” kata Yuliot saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM. , Rabu (23/10/2024).
Tujuan ambisius pemerintahan Prabowo Subianto untuk mencapai swasembada energi cukup menantang. Pasalnya, realisasi impor minyak dan gas bumi (migas) Indonesia hingga September 2024 masih cukup tinggi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor migas Indonesia pada Januari hingga September 2024 mencapai USD 26,74 miliar atau setara Rp. 417,59 triliun (kurs Rp 15.615 per US$).
Angka tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2023 yang mencatat impor migas sebesar $25,76 miliar atau sekitar Rp.
Dari total impor tersebut, minyak mentah menyumbang $7,74 miliar, sedangkan produksi minyak mencapai $18,99 miliar. Angka tersebut menunjukkan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap impor energi masih cukup besar meskipun ada pembicaraan untuk mengurangi ketergantungan tersebut.
Oleh karena itu, sebagai perusahaan minyak dan gas milik negara, Pertamina menjadi pemain kunci dalam mendukung tujuan yang dicanangkan pemerintah. Terutama dengan mengembangkan bahan bakar ramah lingkungan.
Sejatinya, Pertamina tidak hanya fokus pada pengembangan biodiesel dan bioadventure, namun juga memperluas inovasinya dengan mengembangkan bioetanol sebagai bahan bakar campuran bensin.
Hal ini dilakukan agar keberhasilan Pertamina dapat ditiru dalam membantu negara keluar dari jebakan impor solar dan jetfuel menjadi bensin.
Lantas, bagaimana strategi Pertamina agar bisa lepas dari jebakan impor BBM? lihat halaman berikutnya.