JAKARTA, ILLINI NEWS – Presiden terpilih Indonesia Prabowo Subianto telah mengumumkan nama menteri, kepala lembaga, dan wakil menteri yang akan duduk di kabinet berikutnya, seminggu sebelum pelantikan presiden pada 20 Oktober 2024.
Seperti sebelumnya, menteri baru akan mendapat keistimewaan dari negara. Misalnya saja fasilitas mobil, rumah, dan berbagai fasilitas lainnya yang melekat pada diri Anda saat menjadi pejabat pemerintah.
Namun, perilaku Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sutami patut menjadi contoh. Pasalnya, ia menjadi orang langka karena menolak kemewahan yang datang dari negara selama menjadi orang dekat Presiden. menteri yang malang
Sebagai catatan, Sutami pernah menjabat Menteri PUPR pada tahun 1964 hingga 1978. Artinya, dia adalah ajudan dua presiden berbeda, Soekarno dan Soeharto.
Selama 14 tahun menjabat, Sutami selalu menjadi sorotan karena gaya hidupnya yang berbeda dengan menteri lainnya yang menolak fasilitas mewah yang disediakan negara. Sebab, dia melihat langsung kondisi masyarakat di lapangan.
Dari situ ia yakin tidak pantas menampilkan kemewahan di tengah kondisi masyarakat yang memprihatinkan. Sebaliknya, staf Sutami, Hendroranoto, dalam kesaksian bertajuk “Sutami, Citra Manusiawi Pembangunan Indonesia” (1991), mengatakan atasannya lebih memilih berjalan kaki, apalagi jika mengunjungi daerah terpencil.
Jalan kaki dipilih karena lebih efisien dan mudah. Sutami tak ingin mengganggu masyarakat yang biasanya mengkhawatirkan persiapan kedatangannya. Seringkali Sutami berjalan berjam-jam untuk meninjau berbagai proyek infrastruktur.
Dengan melakukan hal tersebut, Sutami bisa mengetahui lebih banyak tentang pelaksanaan pekerjaan proyek yang berada di bawah naungannya. Bahkan jika ada masalah, solusi cepat dapat ditemukan. Baginya, pembangunan infrastruktur di pedesaan dan terpencil lebih bermanfaat bagi rakyat kecil dibandingkan menyasar kepentingan industri dan pengusaha.
Karena praktiknya ini, Sutami kemudian disebut oleh banyak orang sebagai “menteri malang”. Sejauh ini Sutami tidak bersalah atas julukan tersebut. Atas dasar itu, kehidupannya sebagai pejabat pemerintah jauh dari kesan sensasional.
Dalam pemberitaan Tempo (22/11/1980), ucapan dan keseharian Sutami terbilang sederhana. Intelektual dan profesional dalam berkarya, pria kelahiran 19 Oktober 1928 ini dikenal sederhana dan sangat populer.
Sayangnya Sutami tidak dapat melanjutkan pelayanannya karena sakit sehingga harus berakhir pada 29 Maret 1978. Dua tahun kemudian, pada 13 November 1980, dia meninggal.
Meski sudah tiada, masih banyak masyarakat yang bisa mengambil manfaat dari karya-karya Sutami yang jauh dari kesan sensasional di masa kepemimpinannya. Sederet mega proyek yang dibangunnya antara lain Tol Jagoravi, Jembatan Semangi, Jembatan Ampera dan lain sebagainya. (mfa/mfa) Saksikan video di bawah ini: Video: Prospek Bisnis Perawatan Rambut Lokal Go Global Vs.