JAKARTA, ILLINI NEWS – Harga emas diperkirakan akan mengalami kenaikan signifikan setelah meroket hingga lebih dari $2.700 atau sekitar $41,85 juta pada tahun lalu. Beberapa negara pun bersiap menghadapi fenomena “roda emas” ini.
Misalnya, terdapat aset lebih dari $1 miliar di kawasan bisnis dekat Bandara Changi di Singapura. Reserve SG memiliki lusinan brankas pribadi, ribuan brankas, dan brankas logam mulia yang menjulang setinggi tiga lantai.
Setelah empat tahun direnovasi, bangunan tersebut hampir selesai dan siap diresmikan. Hal ini dimulai pada saat yang tepat, karena harga emas naik 38% menjadi US$2.700 per ounce, yang merupakan level tertinggi dalam satu tahun terakhir.
Investor di berbagai sektor tertarik pada emas. Mulai dari pengecer besar seperti Costco di AS hingga jaringan department store CU di Korea Selatan, semuanya berperan dalam menghidupkan kembali pasar emas di tengah kekhawatiran mengenai inflasi dan ketidakstabilan geopolitik.
Meskipun demikian, banyak investor profesional masih memandang rendah logam mulia. Hanya 1,5% dana institusional AS yang diinvestasikan pada emas, dan menurut survei, hanya seperempat pengelola dana yang berinvestasi pada ETF emas AS.
Pendukung emas sering kali membuat prediksi fantastis untuk membenarkan investasi mereka, seperti prediksi mengenai utang AS yang sebenarnya atau mata uang emas baru Tiongkok dan Rusia. Namun alasan logis mulai bermunculan seiring banyaknya masyarakat yang mengkhawatirkan situasi perekonomian global.
Kantor keluarga yang mengelola kekayaan pribadi juga semakin melirik emas sebagai investasi. Dengan pertumbuhan aset dari $3,3 triliun menjadi $5,5 triliun pada tahun 2019, banyak investor Asia, terutama Tiongkok dan India, mengandalkan emas untuk melindungi nilai aset mereka.
Krisis properti di Tiongkok telah memicu lonjakan pembelian emas, dengan penjualan emas dan koin naik 44 persen pada bulan Juni lalu. Pada saat yang sama, di India, permintaan akan emas meningkat seiring dengan meningkatnya kekayaan, sehingga menciptakan tren pinjaman yang dijamin dengan emas.
Namun, peningkatan permintaan emas juga didorong oleh bank sentral yang merupakan investor yang sangat konservatif. Sejak tahun 2022, Tiongkok, Turki, dan India masing-masing telah membeli 316, 198, dan 95 ton emas, sehingga meningkatkan porsi emas dalam cadangan devisa mereka.
Ketika Rusia menginvasi Ukraina dan membekukan cadangan mata uang asing, banyak bank sentral memilih untuk menyimpan emas fisik di dalam negeri. Negara-negara seperti Inggris bahkan menolak mengembalikan puluhan ton emas Venezuela, sebagai bagian dari sanksi terhadap rezim Nicolas Maduro.
Tidak semua bank sentral yang membeli emas mempunyai masalah dengan Barat. Otoritas Moneter Singapura telah menambah 75 ton emas mulai tahun 2022, sedangkan Bank Nasional Polandia meningkatkan cadangan emasnya sebesar 167 ton dengan target mempertahankan 20% cadangan emasnya.
Menurut survei yang dilakukan Invesco terhadap 51 bank sentral, 37% memperkirakan akan meningkatkan alokasi emas mereka dalam tiga tahun ke depan. Karena 70% melihat emas sebagai lindung nilai terhadap inflasi, dan 56% melihat emas sebagai lindung nilai terhadap sanksi ekonomi.
Permintaan bank sentral ini juga menjelaskan mengapa hubungan tradisional antara harga emas dan suku bunga mulai rusak. Sejak akhir tahun 2021, harga emas telah meningkat bahkan ketika imbal hasil obligasi pemerintah AS yang dilindungi inflasi telah meningkat menjadi 1,8%.
Emas tetap berguna dalam situasi darurat karena dapat diperdagangkan dalam jumlah kecil di wilayah netral. Meski ada sanksi terhadap Rusia, peningkatan impor emas Swiss dari UEA pasca invasi Ukraina menunjukkan bahwa Rusia masih sukses memasarkan emasnya.
Investor yang sangat kaya mungkin akan membeli lebih banyak emas di masa depan. Namun target utama pasar tetaplah investor institusi, karena sebagian kecil dari puluhan triliun dolar yang mereka kelola dapat memberikan dorongan besar bagi pasar emas.
Goldman Sachs mengatakan permintaan ETF emas meningkat ketika suku bunga AS turun. Misalnya, penurunan suku bunga sebesar seperempat persen dapat menambah 60 ton emas ke ETF selama enam bulan ke depan, setara dengan nilai saat ini sebesar $5 miliar.
Warren Buffett percaya bahwa investasi emas didorong oleh rasa takut, dan rasa takut itu akan hilang. Saat ini, dengan semakin tingginya ketidakpastian global, semakin banyak investor yang merasa takut sehingga permintaan terhadap emas akan terus berlanjut.
(fsd/fsd) TONTON VIDEO DI BAWAH INI: HARGA EMAS “AMAN” BISA USD3000/OZ PADA TAHUN 2025, PENAMBANG NAIKKAN PRODUKSI PASAL BERIKUTNYA CETAK REKOR, INILAH HARGA EMAS DI INTAM STORE