Bandung, ILLINI NEWS Indonesia – Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank BJB (BJBR) dirasa perlu apabila terdapat persoalan besar terkait tata kelola perusahaan yang baik (GCG) atau kewajaran di jajaran direksi.
Hal tersebut dijawab oleh Anggoro Budi Nugroho, Pengamat Ekonomi Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB), pada acara diskusi RUPSLB bank bjb Januari 2025.
“Saya melihat hal ini tidak perlu segera dilakukan kecuali ada kasus governance/integrity (GCG) yang menjerat direksi,” kata Anggoro, Rabu (4/12/2024).
Menurutnya, jika tidak ada permasalahan yang mendesak, seperti kasus “Saudara Lehman” di luar negeri, sebaiknya IEP dilakukan secara profesional tanpa campur tangan pemerintah.
Anggoro menilai ada beberapa catatan yang perlu diambil Bank BJB ke depan jika RUPSLB digelar. Padahal Bank BJB merupakan salah satu BPD yang sukses, mandiri dan terpercaya dalam menerbitkan surat berharga.
Pada beberapa catatan penting, ROA dan ROE mengalami penurunan. Dimana rasio profitabilitas setiap tahunnya terus menurun karena laba yang menurun. Beban bunga obligasi Bank BJB juga terus meningkat sehingga berkontribusi terhadap rendahnya EBITDA yang dapat dibagikan kepada pemegang saham.
“Rasio NPL total (gross) dan net (net) non-performing loan semakin meningkat. Sementara itu, rasio loan to deposito (LDR) semakin menurun. Hal ini mengindikasikan semakin besarnya peran intermediasi perbankan dalam penyaluran kredit. dari simpanan masyarakat semakin berkurang,” jelasnya. .
Di sisi lain, Bank BJB menghadapi risiko kewajiban keuangan terutama dari pihak ketiga dan obligasi stabil setelah tahun 2021.
Anggoro menilai hal tersebut menunjukkan kelemahan pengelolaan kredit Bank BJB. Penurunan margin bunga bersih (NIM) dan peningkatan kredit bermasalah mengindikasikan menurunnya nilai tambah perbankan kepada pemangku kepentingannya.
Anggoro menyarankan agar Bank BJB melakukan restrukturisasi utang dan mengkaji ulang stabilisasi obligasi yang diterbitkan. Obligasi yang tidak mendatangkan keuntungan sebaiknya diperhatikan dari jumlah penerbitannya dan lamanya jangka waktu penerbitannya. “Prinsip transparansi atau transparansi dalam pelaporan keuangan harus diutamakan,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya memperkuat fungsi intermediasi Bank BJB sebelum mencari sumber pembiayaan baru. “Bank tidak boleh terjebak oleh lembaga yang lebih memilih mengambil utang daripada memainkan peran intermediasi yang kuat dan berkualitas,” tambahnya.
Menurut dia, jika situasi ini terus berlanjut, maka bisa berdampak buruk bagi pemegang saham. Penurunan harga saham sejak mencapai puncaknya pada Juli-Agustus mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap keberlangsungan operasional Bank BJB. (ayh/ayh) Simak video di bawah ini: Video: Percepatan Transformasi, BJBR Target Perluas Bisnis ke Luar Jabar Selanjutnya Pasca Proses Merger dengan NOBU, MNC Bank Gandeng BJBR