Jakarta, ILLINI NEWS – Sejumlah maskapai global mulai menutup penerbangannya ke China. Hal tersebut terungkap dari laporan situs berita perjalanan Skift yang menunjukkan tujuh maskapai besar telah menarik diri dari negara tersebut dalam empat bulan terakhir.
Dalam laporan Skift yang dilihat ILLINI NEWS International, Jumat (25/10/2024), misalnya, Virgin Atlantic dan Scandinavian Airlines telah sepenuhnya menarik diri dari China. Langkah ini juga menyusul kepindahan LOT Polish Airlines dari Polandia dan Qantas dari Australia.
Di sisi lain, ada juga maskapai yang mengurangi operasionalnya dengan mengurangi waktu penerbangan atau menggunakan armada yang lebih kecil. Ini termasuk Lufthansa dari Jerman, British Airways dari Inggris dan Finnair dari Finlandia.
Kepala analis di pengawas penerbangan OAG, John Grant, mengatakan langkah ini sebagian besar didorong oleh rendahnya permintaan perjalanan dan tingginya biaya. Dari sisi permintaan, krisis ekonomi Tiongkok yang belum berjalan optimal sejak pandemi menyebabkan volume perjalanan masih lemah.
“Permintaan masuk dan keluar dari Tiongkok adalah masalah besar lainnya. Masalah ekonomi negara ini menghambat perjalanan keluar negeri, sementara lemahnya minat internasional untuk mengunjungi Tiongkok mengurangi kedatangan masuk,” katanya.
Pada tahun 2019 sebelum wabah ini terjadi, Tiongkok menyambut sekitar 49,1 juta wisatawan. Sementara itu, sekitar 17,25 juta orang asing telah tiba di Tiongkok tahun ini hingga Juli.
Rendahnya permintaan juga berdampak pada maskapai penerbangan domestik di Tiongkok. Grant mengatakan maskapai penerbangan Tiongkok akan pulih, tetapi hanya dalam jangka panjang.
“Tetapi ketika maskapai penerbangan terbesarnya merugi 4,8 miliar USD (Rp 75 triliun) pada tahun 2022 dan tahun lalu ‘hanya’ 420 juta USD (Rp 6,6 triliun), ketika semua maskapai penerbangan internasional besar mendapat untung, perjalanan kami masih panjang. untuk pergi,” tambahnya.
Sedangkan masalah biaya operasional yang tinggi berasal dari perang antara Rusia dan Ukraina. Moskow yang menjadi salah satu penghubung China dengan Eropa dan Amerika Serikat (AS) kemudian menutup wilayah udaranya untuk penerbangan dari Benua Biru dan Negeri Paman Sam.
Hal ini memaksa banyak maskapai penerbangan Eropa mengambil rute yang lebih panjang untuk mencapai Asia. Penerbangan yang lebih lama membutuhkan lebih banyak bahan bakar, yang membuat penerbangan menjadi lebih mahal.
Namun, maskapai penerbangan Tiongkok tidak harus mematuhi pembatasan wilayah udara Rusia, sehingga mereka dapat menerbangi rute yang sama ke Eropa lebih cepat dan lebih murah dibandingkan maskapai Eropa lainnya.
“Selain itu, maskapai penerbangan harus beroperasi dengan empat orang awak pesawat karena jam kerja yang panjang, sementara dalam beberapa kasus mereka dapat menggunakan dua atau tiga orang awak pesawat,” kata Grant.
“Ketika awak pesawat sedikit dan jam kerja terbatas, itu menjadi beban.”
Musim dingin ini, maskapai penerbangan yang berbasis di Tiongkok akan mengoperasikan 82% dari seluruh penerbangan antara Tiongkok dan Eropa, naik dari 56% sebelum wabah terjadi. Secara keseluruhan, maskapai penerbangan Tiongkok juga meningkatkan kapasitas ke Eropa dalam skala yang lebih besar dibandingkan sebelum pandemi, meskipun pasarnya masih lambat
“Maskapai penerbangan Tiongkok sangat membutuhkan uang tunai dan ingin keadaan kembali normal. Dan semakin banyak penerbangan yang dibuka,” kata Grant.
“Musim dingin mendatang akan ada sekitar 18 rute baru antara Tiongkok dan Eropa, semuanya berasal dari maskapai Tiongkok. Ini gila, tidak ada permintaan nyata,” ujarnya.
(sef/sef) Tonton video di bawah ini: Video: Maskapai Besar Global Memotong Penerbangan ke China Artikel Berikutnya Aneh! Tiket pesawat Jakarta ke Medan Rp 1,6 juta – ke Singapura Rp