berita aktual ESDM Temukan Lapangan Migas Baru yang Bisa Produksi LPG

Jakarta, ILLINI NEWS – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan telah ditemukan ladang gas yang mungkin mengandung campuran propana (C3) dan butana (C4). C3 dan C4 sendiri merupakan bahan baku produksi liquefied petroleum gas (LPG).

Agus Kahyono Adi, Direktur Kantor Komunikasi, Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, mengatakan saat ini Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi serta Satgas Eksplorasi dan Produksi Migas Kementerian Badan Usaha Energi dan Sumber Daya Mineral (SKK Migas) bergerak di bidang perhitungan keekonomian lapangan minyak dan gas bumi.

“Iya, SKK Migas dan Dirjen Migas sedang menghitung data keekonomian,” kata Agus saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (11/10/2024).

Agus menjelaskan, tidak semua ladang gas mengandung C3 dan C4. Sebab, setiap lapangan migas mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.

“Masing-masing lapangan mempunyai sifat gas yang berbeda-beda. Kita sudah tahu. Oleh karena itu, dengan bantuan Lemigas dilakukan pengkajian. Lapangan mana yang masih mengandung C3 dan C4,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan Indonesia masih bisa meningkatkan produksi bahan bakar gas cair dalam negeri. Hal ini bisa dilakukan untuk mengurangi impor bahan bakar gas cair dari luar negeri.

Bahlil mengatakan Indonesia masih memiliki potensi sumber LPG hingga 2 juta ton per tahun berupa gas C3 (propana) dan C4 (butana) yang dapat meningkatkan produksi LPG dalam negeri.

“Setelah dilakukan pengujian ulang, diketahui SKK Migas masih memiliki sekitar 2 juta (ton) informasi yang dapat dikonversi menjadi LPG,” jelas Bahlil pada acara Penghargaan Ketahanan Migas Tahun 2024 di Hotel Rwansa Jakarta, op. . Selasa (08/10/2024).

Bahlil menjelaskan, produksi liquefied petroleum gas dalam negeri saat ini masih kecil yakni 1,7 juta ton dibandingkan kebutuhan sekitar 8 juta ton per tahun. Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan LPG Indonesia, impor LPG masih menjadi andalan Indonesia yang mencapai 7 juta ton per tahun.

Bahlil mengatakan rendahnya produksi LPG dalam negeri saat ini disebabkan karena penggunaan gas jenis C3 dan C4 sebagai bahan baku produksi LPG dan harganya tidak kompetitif di Indonesia. Bahlil mengatakan, harga gas Indonesia lebih rendah dibandingkan harga referensi kontrak Saudi Aramco yang menentukan harga bahan bakar gas cair global.

“(Produksi gas alam cair) awalnya C3 dan C4. Saya belum paham apa itu C3 dan C4. Ada C3, tapi untung tidak ada C5,” imbuhnya.

Oleh karena itu, Indonesia harus mampu memproduksi bahan bakar gas cair dalam jumlah yang lebih besar untuk mengurangi impor mengingat potensi yang ada di dalam negeri, kata Bahlil.

Hal ini juga sejalan dengan pemerintahan Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto, yang ingin mengembangkan sumber daya gas bumi dalam negeri yang lebih hemat.

“Saya sampaikan, Insya Allah ke depan jika Pak Prabowo punya rencana kedaulatan energi, kami akan mengusulkan untuk segera mendirikan industri LPG dalam negeri dengan memanfaatkan bahan baku yang tersedia di negara kita dengan harga yang ekonomis,” imbuhnya.

“Jangan (pakai) harga Aramco, katakanlah $600 (per ton) dan (ditambah) ongkos kirim $50, itu berarti $650. (Sementara itu) industri dalam negeri membeli di bawah $600, menurut saya. Saya sebenarnya paham alasannya,” ujarnya.

(wia) Tonton video di bawah ini: Video: Pembangunan Pabrik Liquefied Petroleum Gas 2 Juta Ton untuk Kurangi Impor, Siapkah RI? Berita berikutnyaBahlil Keluhkan Impor Liquefied Petroleum Gas Meningkat Tajam, SKK Migas Siapkan Sumber Gas Baru

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *