Catatan: Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan tim redaksi illinibasketballhistory.com.
Beragamnya aplikasi yang digunakan oleh layanan pemerintah menjadi berita akhir-akhir ini. Karena jumlah imbauan yang mencapai puluhan ribu dengan tren yang terus bertambah hingga menjadi kontroversi.
Terus berkembangnya aplikasi-aplikasi baru juga diindikasikan sebagai unsur belanja yang menyita sebagian besar anggaran negara. Hal lain yang membuat heboh adalah penggunaan nama pada berbagai aplikasi yang dibuat. Sejumlah nama yang bergambar negatif bahkan cabul muncul sebagai nama di aplikasi layanan pemerintah.
Pemanfaatan perangkat berbasis TI dalam pelayanan publik merupakan suatu prestasi yang patut diapresiasi sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan yang terjadi saat ini. Pencapaian ini memodernisasi pelayanan negara yang sebelumnya tersedia. Redundansi dan duplikasi proses bisnis akan mulai berkurang dan membantu masyarakat sebagai pengguna layanan untuk dengan mudah mengakses layanan yang mereka butuhkan.
Pemanfaatan aplikasi berbasis teknologi di lingkungan pemerintahan didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Elektronik (SPBE). SPBE memberikan pedoman penyelenggaraan publik yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam memberikan pelayanan.
Adanya aturan tersebut menjadi dasar digitalisasi berbagai layanan yang diberikan oleh lembaga pemerintah mana pun. Penganggaran untuk modernisasi pelayanan merupakan konsekuensi logis dalam mendukung transformasi yang telah terjadi.
Sejumlah institusi pemerintah menginisiasi perubahan dengan menciptakan aplikasi berbasis teknologi informasi. Tercatat, beberapa sistem aplikasi sangat dikembangkan dan digunakan oleh beberapa departemen pemerintah lain dengan layanan serupa.
Masalah muncul ketika aplikasi yang dibuat menyimpang dari desain unggulan SPBE, yaitu integrasi. Tak mau berpuas diri, masing-masing institusi berlomba-lomba membangun aplikasi secara mandiri untuk keperluan internal. Kemudian harapan integrasi lenyap.
Ada beberapa alasan mengapa ego setiap instansi cukup kuat untuk mengembangkan aplikasi secara mandiri. Alasan pertama terkait alokasi anggaran. Usulan untuk mengajukan permohonan dukungan pemberian layanan selalu didukung oleh anggaran.
Semakin kompleks program yang dibangun maka semakin besar pula distribusi yang diberikan. Suatu kebanggaan dan prestasi tersendiri jika suatu lembaga terinstal perangkat lunak yang dapat digunakan untuk promosi.
Alasan kedua, terkait penilaian yang berbeda terhadap lembaga negara. Akreditasi dan partisipasi dalam penilaian institusi seperti WBK/WBBM merupakan prasyarat bagi inovasi dalam pemberian layanan.
Biasanya yang disebut dengan inovasi adalah segala sesuatu yang dapat membuat suatu pelayanan menjadi lebih baik dibandingkan dengan cara lama. Dalam praktiknya, istilah inovasi mempersempit makna penerapan berbasis teknologi. Hal ini kemudian akan menyebabkan penambahan lamaran baru ke institusi tersebut.
Mengapa keinginan untuk memiliki aplikasi sendiri menjadi impian sebagian besar lembaga pemerintah? Hal ini dikarenakan nilai evaluasi akan paling tinggi jika Anda membuat programnya sendiri. Alternatif lain adalah replikasi aplikasi. Replikasi mendapat skor rata-rata, dan tidak ada pembuatan aplikasi yang mendapat skor rendah.
Keinginan untuk mendapatkan peringkat terbaik dalam berbagai kegiatan penilaian institusi mengarah pada terciptanya aplikasi sebanyak-banyaknya, yang kemudian ditawarkan dalam penilaian seluruh departemen pemerintah. Sebagian besar lamaran yang diajukan ditujukan untuk mencapai tujuan memperoleh skor tertinggi dalam penilaian yang mereka ikuti.
Dua faktor di atas menjadi pendorong utama bertambahnya jumlah aplikasi yang kini memiliki fungsi serupa. Permohonan yang ada tidak akan langsung ditangguhkan karena masih diperlukan pada periode evaluasi berikutnya. Unsur provisi menjadi titik penilaian tersendiri, tidak sekedar untuk memenuhi persyaratan penilaian, namun untuk tetap menggunakan aplikasi yang dibuat.
Akibat penggunaan aplikasi yang tumpang tindih, hal ini paling mengganggu para pejabat yang harus menggunakan aplikasi berbeda dengan fungsi serupa demi kestabilan aplikasi yang mereka bangun. Waktu kerja yang lebih efisien menjadi terganggu karena Anda harus memastikan semua aplikasi yang tersedia berjalan.
Fenomena tersebut harus dicarikan solusinya agar pengembangan program yang sedang berjalan benar-benar memenuhi tujuan organisasi dan tidak memenuhi persyaratan evaluasi kelembagaan. Salah satu hal yang mendesak adalah memperjelas makna inovasi.
Untuk unit khusus, mungkin perangkat lunak bawaannya bisa sangat spesifik. Namun aplikasi yang dibangun pada sejumlah unit dengan fungsi serupa adalah umum dan dapat digunakan bersama-sama.
Elemen penilaian yang saat ini digunakan dapat diubah untuk mengakomodasi penggunaan aplikasi secara bersama. Jika sebelumnya membuat aplikasi baru mendapat skor tertinggi, kemudian mengulangi aplikasi tersebut, maka skema rating akan berubah.
Lisensi perangkat lunak yang ada harus digunakan sebagai nilai tertinggi dalam evaluasi. Replikasi aplikasi juga harus dihilangkan karena hanya membuat aplikasi serupa dengan nama berbeda.
Penekanan perizinan terhadap penggunaan aplikasi yang sudah ada merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengurangi munculnya aplikasi baru yang menyedot anggaran berbeda. Selain itu, izin tersebut bertujuan untuk memastikan tercapainya tujuan integrasi dalam SPBE dengan lebih baik.
Harapannya aplikasi yang akan dibangun mengikuti desain SPBE yang lebih besar dan saling berinteraksi tanpa menduplikasi bentuk aplikasi atau proses bisnis. (mq/mq)