Catatan: Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Dewan Redaksi illinibasketballhistory.com.
Kedaluwarsa 2024. Ada beberapa catatan penting dalam perekonomian tanah air yang dapat menjadi pembelajaran dalam menatap tahun 2025, salah satunya terkait fenomena deflasi yang tercatat beberapa bulan lalu.
Memasuki tahun 2024, resesi ekonomi global pada tahun 2023 menjadi salah satu penyebab menurunnya aktivitas perekonomian di berbagai sektor. Indikator resesi sebenarnya adalah deflasi (penurunan harga) dan deflasi (kenaikan harga).
Inflasi di Indonesia sejak pertengahan tahun 2024 telah membawa dampak baik dan buruk bagi masyarakat. Di sisi lain, akses terhadap nilai-nilai dasar tampaknya bermanfaat.
Selain itu, perekonomian Indonesia sangat bergantung pada kinerja konsumsi dalam negeri. Namun jika konsumsi dalam negeri rendah dan terus-menerus, situasi ini dapat menyebabkan depresi berat.
Data BPS November 2024 mencatat penurunan sebesar 0,04%. Jumlah ini meningkat sejak lima bulan terakhir. Inflasi yang tinggi dialami dalam beberapa tahun terakhir karena inflasi yang muncul di tengah ketidakpastian perekonomian global saat ini.
Secara teori, inflasi sering dikaitkan dengan berkurangnya permintaan barang oleh konsumen dan permasalahan produksi yang dialami perusahaan. Konsumen dan perusahaan enggan mengeluarkan uangnya karena ketidakpastian perekonomian, menurunnya daya beli, dan tingginya tingkat pengangguran.
Lantas, apakah penurunan harga ini akan berdampak positif bagi masyarakat? Bagi konsumen, anjloknya harga merupakan angin segar.
Apalagi bagi mereka yang sebelumnya mendapat tekanan akibat kenaikan harga layanan dasar. Harga barang yang terjangkau dapat mengurangi beban keluarga, terutama mereka yang berpendapatan rendah.
Namun di sisi lain, inflasi yang berkepanjangan dapat menimbulkan permasalahan baru. Penurunan harga yang terus menerus membuat produsen patah semangat dan menurunkan biaya produksi, bahkan merumahkan pekerja. Pada akhirnya, apa yang seharusnya menjadi katalis perekonomian malah menjadi stagnasi yang memperburuk keadaan perekonomian.
Salah satu risiko terbesar yang timbul dari deflasi adalah peristiwa yang dikenal sebagai “resesi deflasi”. Ini adalah situasi di mana perekonomian tidak hanya melambat, tetapi tiba-tiba menjadi buruk: harga-harga turun, pengangguran meningkat, daya beli menurun, dan sebagainya.
Jika hal ini terus berlanjut, kecil kemungkinan Indonesia akan mengalami pemulihan yang sulit dalam jangka waktu yang lama.
Apakah depresiasi menyebabkan resesi? Jika inflasi disertai dengan penurunan output, investasi dan konsumsi, maka resesi tidak dapat dihindari.
Akan lebih buruk lagi jika pelaku bisnis mengurangi investasinya karena kekhawatiran terhadap kondisi perekonomian, yang akan memperdalam resesi.
Penelitian yang dilakukan banyak ekonom menunjukkan bahwa negara-negara yang mengalami deflasi berkepanjangan, seperti Jepang pada tahun 1990-an, terjebak dalam pertumbuhan ekonomi yang stagnan. Situasi ini dikenal sebagai “Dekade Terakhir” karena harga-harga terus turun dan masyarakat menabung daripada membelanjakannya.
Indonesia tentu tidak ingin mendengar hal serupa, mengingat pentingnya dunia usaha dan pelaku usaha. Ketika harga turun, konsumen menunda pembelian dan produsen mengurangi kapasitas produksi. Seiring berjalannya waktu, situasi ini memicu gelombang PHK sehingga semakin menurunkan daya beli masyarakat.
Selain itu, kebijakan fiskal yang tidak tepat dapat memperburuk situasi. Misalnya, kebijakan moneter yang terlalu ketat untuk mengendalikan inflasi dapat berdampak negatif ketika perekonomian melambat. Ketika biaya pinjaman tinggi akibat suku bunga yang tinggi, pelaku usaha cenderung memperlambat ekspansi atau bahkan mengurangi produksi.
Namun, inflasi juga harus dilihat sebagai peluang untuk memperbaiki situasi keuangan kita. Hal ini mungkin menjadi momen yang tepat untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor dan mendorong sektor dalam negeri menjadi lebih produktif. Oleh karena itu, meskipun inflasi masih menjadi tantangan, Indonesia selalu dapat mengharapkan pertumbuhan yang stabil.
Faktor-Faktor Penyebab Deflasi Perekonomian Indonesia sangat bergantung pada ekspor. Ketergantungan ini menjadikan Indonesia rentan terhadap perubahan harga pasar dunia.
Turunnya harga komoditas seperti minyak mentah, batu bara, dan kelapa sawit seringkali memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian dalam negeri. Misalnya, pada tahun 2020, laporan Bank Dunia menunjukkan bahwa harga minyak global turun drastis akibat pandemi COVID-19. Keadaan ini berdampak langsung terhadap pendapatan negara melalui ekspor dan berdampak pada harga domestik atas komoditas-komoditas tersebut.
Dampak turunnya harga komoditas tidak hanya dirasakan pada sektor ekspor. Dampaknya meluas ke perekonomian dalam negeri, khususnya menurunkan daya beli masyarakat. Ketika tekanan ekonomi meningkat, seperti inflasi atau kenaikan suku bunga, konsumsi menurun. Hal ini diperburuk oleh kebijakan moneter yang ketat.
Di sektor pertanian, masalah kelebihan produksi seringkali menjadi kendala lain. Jika hasil panen melimpah namun tidak cukup memenuhi permintaan pasar, maka harga hasil pertanian akan turun. Situasi ini sangat merugikan para petani karena mereka terpaksa menjual hasil panennya dengan harga yang bahkan tidak sesuai dengan biaya produksi.
Jatuhnya harga komoditas juga dapat menyebabkan inflasi. Meskipun inflasi tampaknya bermanfaat bagi konsumen dalam jangka pendek karena harga barang lebih murah, dalam jangka panjang hal ini menunjukkan kelemahan ekonomi yang lebih besar dan bahkan dapat menyebabkan resesi.
Oleh karena itu, situasi seperti ini memerlukan perhatian khusus dari pemerintah dan Bank Indonesia, kerja sama kebijakan moneter dan fiskal menjadi kunci untuk menghadapi tantangan tersebut. Langkah-langkah strategis memberikan insentif untuk mendorong konsumsi masyarakat.
Penting untuk mendiversifikasi basis perekonomian agar tidak terlalu bergantung pada komoditas dan meningkatkan investasi dalam dan luar negeri. Jika kebijakan yang diterapkan tepat dan terkoordinasi, tantangan ekonomi ini bisa menjadi peluang.
Dengan cara ini, Indonesia dapat memperkuat fondasi perekonomian, menciptakan pertumbuhan berkelanjutan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. (miq/miq)