JAKARTA, ILLINI NEWS – Setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp 522,4 triliun hingga akhir November 2024 atau 106,2 persen dari target APBN 2024 sebesar Rp 492 triliun. Namun capaian tersebut masih 4 persen di bawah rekor Rp544,2 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
“Dari segi target, PNBP sudah on track, bahkan beberapa komponennya juga sudah memenuhi target,” kata Wakil Menteri Keuangan Angito Abimanyu di kantor pusat Kementerian Keuangan di Jakarta, Rabu (12/11/2024).
“Dibandingkan tahun lalu memang rendah, tapi prakiraan dan proyeksi kita untuk PNBP rendah sekali,” tegasnya.
Padahal, realisasi PNBP yang meningkat positif hanya ditopang oleh dua komponen, yakni PNBP Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND) dan Badan Usaha Utilitas Umum (BLU). Komponen lainnya turun pada November 2023 atau dihargai lebih rendah dari perkiraan pada November 2023.
Untuk simpanan KND telah mencapai Rp 86,4 triliun atau setara 100,6% target APBN 2024, tumbuh 5,9% secara tahunan. Pertumbuhan tersebut dicapai terutama melalui pembayaran dividen oleh bank-bank BUMN untuk meningkatkan kinerja keuangan bank-bank BUMN.
Sementara simpanan PNBP yang berasal dari BLU tumbuh 10,8 persen menjadi Rp88,8 triliun atau 106,5 persen dari target APBN. Realisasi PNBP BLU yang semakin meningkat berasal dari jasa rumah sakit, jasa pendidikan dan pendapatan pengelolaan dana BLU serta jasa perbankan BLU.
Jadi yang membantu kinerja BUMN, laba BUMN dan BLU juga meningkat, kata Angito.
Cadangan PNBP yang terus menurun merupakan sumber daya minyak dan gas bumi minus Rp 104,1 triliun atau 94,5% dari target APBN 2024, dengan nilai sumur hulu dan penurunan produksi alam terkait dengan penuaan fasilitas produksi utama minyak dan gas.
Seperti diketahui, realisasi ekstraksi minyak masih lebih rendah dari target APBN yang hanya 571,7 ribu barel per hari dari target 635 ribu barel per hari. Sedangkan ekstraksi gas hanya sebesar 973.000 barel setara minyak per hari dari target besar APBN 2024 sebesar 1.033.000 barel setara minyak per hari.
Situasi serupa terjadi pada sumber daya alam nonmigas yang minus 15,2 persen dengan total nilai Rp107,7 triliun atau 110,4 persen dari target. Kontraksi simpanan ini disebabkan oleh penyesuaian harga batu bara yang berdampak pada penurunan royalti batu bara sebesar 23,5%.
Harga batu bara acuan saat ini sebesar US$121,4 per ton, atau 41,85% lebih rendah dibandingkan skenario tahun 2023 sebesar US$208,8, padahal total produksi meningkat 4,98% dari 723,4 juta ton menjadi 759,4 juta ton. Alhasil, royalti batu bara hanya sebesar Rp70,8 triliun atau lebih rendah 23,45% dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp92,5 triliun.
Terakhir, PNBP lainnya minus 7,7% menjadi Rp135,5 triliun, padahal sudah 117,7% dari target tahun ini. Penurunan pemungutan PNBP lainnya disebabkan oleh penurunan pendapatan pertambangan seiring dengan penyesuaian harga batu bara, serta penurunan penerimaan PNBP K/L, khususnya pendapatan non-jasa yang tidak wajar pada pihak pemohon banding. Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kesehatan.
Di sisi lain, terdapat pertumbuhan positif pada pendapatan jasa, khususnya pendapatan jasa Kementerian Perhubungan dan Kementerian Hak Asasi Manusia.
(arj/haa) Tonton video di bawah ini: Video: CEO EBT Prabowo terang-terangan dukung swasembada energi Artikel selanjutnya Sebelum ada politik peta, beginilah peta Indonesia yang rusak!