illini news Bersiaplah! 3 “Badai” Bisa Guncang Pasar Hari Ini

Sebelum terbitnya suku bunga BI, pasar saham bergejolak, neraca perdagangan Indonesia akan diumumkan. Inflasi AS akan diumumkan.

Jakarta, ILLINI NEWS – Pasar saham Indonesia masih tertekan di tengah ketidakpastian global dan terus keluarnya dana asing dari emiten-emiten berkapitalisasi besar, khususnya emiten bank KBMI IV.

Di sisi lain, pasar juga menantikan rilis data-data penting perekonomian hari ini. Ada tiga rilis data yang perlu diperhatikan karena berdampak pada pergerakan pasar saham dan nilai tukar rupee. Data tersebut mewakili neraca perdagangan serta ekspor dan impor, suku bunga Bank Indonesia, dan inflasi AS.

Prakiraan dan ulasan mengenai sentimen yang mendorong pasar keuangan saat ini ada di halaman tiga. Selanjutnya pada halaman keempat disajikan jadwal publikasi data ekonomi dan agenda emiten.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup melemah pada akhir perdagangan Selasa (14/1/2025) seiring pasar masih menunggu berbagai data penting yang dirilis hari ini.

Saham IHSG ditutup melemah 0,86% pada 6.956,66. IHSG pun terkoreksi hingga level psikologis 6900 pada perdagangan kemarin.

Nilai perdagangan indeks tersebut mencapai sekitar Rp 9,9 triliun yang terdiri dari 16,3 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 294 saham menguat, 298 saham melemah, dan 210 saham stagnan.

Secara sektoral, tekanan terbesar pada akhir perdagangan IHSG berasal dari sektor kesehatan dan kebutuhan pokok konsumen yang masing-masing menguat 1,36% dan 0,94%.

Sementara dari sisi saham, tekanan terbesar terhadap IHSG datang dari konglomerat emiten energi baru terbarukan (EBT) Prajogo Pangestu PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan emiten bank raksasa PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI). , masing-masing mencapai 14,3 dan 11 poin indeks.

IHSG kembali melemah karena investor masih menunggu data inflasi AS dan keputusan suku bunga terbaru BI hari ini.

Sementara rupee menguat terhadap dolar AS. Hari ini, Selasa (14/1/2025), rupiah menguat 0,06% ke Rp 16.260 per dolar AS, menurut data Refinitiv. Berbeda dengan posisi kemarin (13/1/2025) yang turun 0,56%.

Selain itu, imbal hasil obligasi Indonesia tenor 10 tahun juga mencapai level tertinggi sejak November 2022. Hal ini terjadi karena pasar kini dipenuhi ketidakpastian mulai dari geopolitik, situasi perekonomian dalam negeri yang bergejolak hingga menjelang pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS. .

Imbal hasil 10 tahun memiliki hubungan negatif dengan pasar saham. Ketika imbal hasil melonjak, pasar saham melemah dan sebaliknya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *