Pasar keuangan Indonesia beragam, IHSG lesu, namun rupiah sedikit menguat, sementara investor semakin banyak menjual obligasi. Wall Street sedang libur untuk menghormati Jimmy Carter, presiden Amerika Serikat ke-39, yang meninggal pekan lalu. Di penghujung pekan ini, masih banyak gejolak yang keluar dari Negeri Paman Sam, terutama soal upah
JAKARTA, ILLINI NEWS – Pasar keuangan Indonesia masih lesu dan transaksi sepi pada Kamis (9/1/2025). Pelaku pasar cenderung menunggu minggu sibuk ini dengan dirilisnya berbagai data penting perekonomian.
Sekadar diketahui, kemarin IHSG ditutup melemah 0,22% di 7.064,59. Selama empat hari berturut-turut, JHSG masih bertahan di level psikologis 7000.
Volume perdagangan indeks kemarin mencapai sekitar Rp7,7 triliun dengan melibatkan 17 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,1 juta kali.
Dari nilai tersebut, transaksi pasar bisa dikatakan cenderung tenang dan menandai enam hari aktif perdagangan di tahun 2025, namun IHSG belum berhasil mencatatkan nilai transaksi lebih dari Rp 10 triliun.
Koreksi IHSG kemarin disebabkan aksi ambil untung saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang naik lebih dari 50% dalam tiga bulan terakhir.
Kemarin, saham BREN melemah 2,39% memberikan tekanan paling besar pada IHSG hingga mencapai 9,6 poin indeks. Selain itu, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga menyeret indeks sebesar 7,3 poin.
Sementara dari sisi sektoral, sektor energi menjadi sektor yang paling lamban pada perdagangan kemarin, yakni mencapai 1,01%.
Dipengaruhi oleh sentimen eksternal, khususnya keputusan yang diambil dalam risalah Federal Open Market Committee (FOMC) bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed), IHSG ditutup.
Risalah rapat FOMC The Fed lebih lanjut mengkonfirmasi tanda-tanda perlambatan penurunan suku bunga tahun ini.
Mengutip risalah rapat The Fed pagi ini, “Pejabat Federal Reserve menyatakan keprihatinannya pada pertemuan bulan Desember tentang inflasi dan potensi dampaknya terhadap kebijakan Presiden Donald Trump, menunjukkan bahwa mereka akan bergerak lebih lambat dalam penurunan suku bunga karena ketidakpastian”.
Meskipun demikian, tekanan penjualan asing mulai mereda. Tercatat, transaksi asing yang akhirnya mengawali net buy di pasar reguler mencapai Rp 65,97 miliar. Ini merupakan aksi pembelian asing pertama pada tahun ini.
Aliran dana asing tampaknya mulai terkumpul di beberapa saham berkapitalisasi besar menyusul penurunan valuasi seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT Astra International Tbk (ASII), PT Merdeka. Copper Gold Tbk (MDKA), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).
Kombinasi ketidakpastian eksternal dan kembalinya dana asing ke pasar Indonesia membuat nilai tukar rupee berfluktuasi terhadap dolar AS.
Berdasarkan data Refinitiv, pada perdagangan kemarin rupee sempat terpuruk hingga ke level terlemahnya di Rp 16.265/US$, namun pelemahan tersebut memudar di akhir sesi hingga mata uang Garuda ditutup menguat tipis di Rp 16.195 naik 0,03%. adalah /AS$.
Sementara itu, pasar obligasi Indonesia mengalami kondisi yang lebih buruk. Hal ini tercermin dari imbal hasil obligasi tenor 10 tahun yang terus meningkat.
Pada penutupan kemarin, imbal hasil obligasi acuan Indonesia berakhir di 7,22%, mengutip data Refinitiv. Naik 4 basis poin (bps) dalam sehari.
Imbal hasil obligasi acuan Indonesia telah meningkat selama lima hari berturut-turut, mengindikasikan bahwa harga sedang turun. Sebagai catatan, imbal hasil bergerak berlawanan arah dengan harga, ketika imbal hasil naik maka harga turun.