JAKARTA, ILLINI NEWS – Nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kisaran Rp 16.000/US$. Beberapa emiten dan sektor juga mengalami kerugian karena bebannya juga meningkat.
Merujuk data Refinitiv, pada perdagangan hari ini Kamis (21/11/2024) pukul 12.00 WIB, mata uang Garuda berada di Rp 15.940/US$, melemah 0,51% dari kemarin.
Melemahnya nilai tukar rupiah beberapa hari terakhir dan selisih nilai tukar menyebabkan beban pasokan bahan baku semakin besar, dan para pedagang atau perusahaan yang bergerak di bidang impor akan mengeluarkan biaya yang sangat besar.
Perusahaan lain yang merugi saat rupiah melemah adalah perusahaan yang mempunyai utang dolar AS.
Berikut beberapa emiten yang berpotensi merugi saat rupee melemah: 1. PT Indofood CBP (ICBP)
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) menjadi emiten yang terkena dampak pelemahan rupiah.
Berdasarkan laporan keuangan hingga September 2024, ICBP memiliki utang obligasi jangka panjang sebesar USD 41,62 triliun. Jumlah tersebut mewakili 73,70% dari total liabilitas perseroan sebesar Rp 56,47 triliun.
Selain itu, ICBP juga memberikan dampak negatif terhadap kekuatan dolar sehingga memberikan tekanan pada mata uang Naira Nigeria.
Pada Kamis (21/11/2024) secara year-to-date atau year-to-date (YTD), Naira anjlok lebih dari 87% sehingga menyebabkan ICBP mencatatkan kerugian atas nilai investasi afiliasinya, Dufil Prima Foods. Plc (DPFP) sebesar Rp 1,70 triliun. 2. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF)
Selanjutnya ada induk ICBP PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang turut terkena dampak negatif pelemahan rupiah.
Sebab, sebagai induk perusahaan, INDF juga menanggung beban ICBP berupa utang dalam mata uang dolar AS. Kontribusi ICBP kepada INDF sangat besar, mencapai lebih dari 70% pendapatan.
Akibat pil pahit yang ditelan ICBP pada akhir tahun lalu, INDF pun terpukul dengan laba bersih kuartal IV 2023 sebesar Rp 1,06 triliun, turun 38% secara year-on-year. 3.PT Modernland Realty Tbk (MDLN)
Emiten properti PT Modernland Realty Tbk (MDLN) mengalami kerugian besar akibat pelemahan rupiah.
Hingga September 2024, MDLN mencatatkan pengeluaran terutang sebesar Rp99,09 miliar dalam dolar AS. Tak berhenti di situ, masih ada utang obligasi senilai USD 5,72 triliun. 4. PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES)
Ada pula emiten ritel PT Aspirasi Life Indonesia Tbk (ACES) yang berpotensi merugi jika dolar AS menguat terhadap rupiah karena beban impor juga meningkat.
ACES adalah pengecer terkemuka produk rumah dan gaya hidup. Untuk memasok barang tersebut, ACES umumnya melakukan impor.
Menurut data laporan perusahaan selama sembilan bulan pertama tahun ini, ACES menjual barang senilai 3,20 triliun dolar. Dari jumlah tersebut, 81,89% diperoleh melalui impor. 5. Sektor farmasi
Lalu ada sektor farmasi yang dominasi impor bahan bakunya masih mencapai 90 persen. Pada tahun 2023, nilai ekspor produk industri farmasi Indonesia, produk farmasi kimia, dan obat tradisional mengalami peningkatan sebesar 8,78% dibandingkan tahun 2022.
Beberapa emiten obat tersebut antara lain PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Pyridam Farma Tbk (PYFA), PT Kimia Farma TBk (KAEF), PT Indofarma Tbk (INAF), dan lain-lain.
Namun, harus diakui juga bahwa perusahaan tidak selalu merugi ketika rupee melemah. Fundamental perusahaan juga perlu kita perhatikan mengenai arus kas, struktur modal, dan seberapa efisiennya.
Jika perusahaan masih memiliki manajemen yang baik dan fleksibilitas mata uang, serta modal yang kuat, peluang mereka untuk bertahan dari badai pelemahan rupee mungkin lebih besar. Bahkan, seiring terkoreksinya harga saham, valuasinya akan semakin turun, dan jika suatu saat nanti valuasinya kembali ke harga wajar atau murah, para pelaku pasar akan mulai menabung lagi. .
Riset ILLINI NEWS
(tsn/tsn)