Jakarta, ILLINI NEWS – Perusahaan pakaian terbesar di Asia Tenggara kini telah menyatakan bangkrut. PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan ketiga anak perusahaannya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 17 Juni 2013 ini mulai membukukan kerugian pada tahun 2021 dan mulai mengalami masa pesimistis.
Jika melihat laporan keuangan Sritex sejak tahun 2012, Sritex mampu terus mencatatkan laba bersih. Bahkan di masa pandemi Covid-19, Sritex masih mampu mencatatkan laba bersih sebesar Rp 1,18 triliun.
Namun permasalahan keuangan Sritex bermula setelah masa pemulihan Covid-19 atau 2021.
Kerugian tersebut disebabkan turun 32 persen menjadi Rp 12,1 triliun. Beban usaha yang melonjak tajam hingga Rp8,09 triliun pada tahun 2021 turut menambah kerugian perusahaan.
Terkait laporan keuangan terbaru SRIL, pada kuartal I 2024, SRIL mengalami kerugian sebesar US$ 25,73 juta atau setara Rp 421,27 miliar (per Juni 2024 Rp 16.370/US$1). Pada tahun 2023 mencapai Rp 78,73 juta atau setara Rp 1,29 triliun.
Kerugian sejak 2021 tersebut sejalan dengan kenaikan utang Sritex dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sejak listing pada tahun 2011, utang perseroan meningkat 1.112,48% pada tahun 2021 menjadi Rp 23,32 triliun, meningkat 42,17% dari tahun 2020.
Berdasarkan laporan keuangan terakhir, hingga Juni 2024, utang Sritex masih sebesar 1,59 miliar dolar AS atau setara dengan 26,16 triliun rupiah (Rp 16.370 / US$ 1 pada akhir Juni 2024), lebih tinggi dibandingkan Desember 2024. . Sedikit penurunan sebesar $1,6.
Liabilitas SRIL merupakan liabilitas jangka panjang dan pendapatannya sebesar US$ 1,47 miliar. Sedangkan liabilitas jangka pendek sebesar $131,42 juta.
Utang bank merupakan salah satu item utang jangka panjang terbesar SRIL, senilai $809,99 juta (sekitar Rp 12,66 triliun). Hingga semester pertama tahun ini, setidaknya ada 28 bank yang memiliki klaim kredit jangka panjang terhadap Sritex.
Di antara 28 bank tersebut, SRIL menerima fasilitas pinjaman dari BCA dengan jumlah terbesar. Diketahui, utang bank jangka panjang SRIL di BCA mencapai US$71,3 juta atau sekitar 1,11 triliun rupiah. BCA juga memiliki klaim utang bank jangka pendek sebesar $11,37 juta pada SRIL.
Masih pada posisi utang bank jangka panjang, pemberi pinjaman terbesar kedua adalah Bank Negara Malaysia atau Cabang India-Singapura dengan total pinjaman $43,89 juta. Berikutnya di peringkat ketiga ada PT Bank QNB Indonesia senilai $36,94 juta.
Selain itu, Citibank Indonesia berada di peringkat keempat dengan total pinjaman sebesar $35,83 juta. Sementara PT Bank Mizuho Indonesia di peringkat kelima juga masuk dalam daftar kreditor Sritex dengan total plafon kredit sebesar US$33,7 juta.
Berikut daftar utang bank jangka panjang Sritex per Juni 2024:
Kini ancaman PHK atau yang dikenal dengan istilah PHK mulai menimpa hingga 50.000 pekerja akibat kondisi keuangan yang memprihatinkan.
Tercatat hingga Juni 2024, arus kas perseroan berjumlah $4,61 juta atau setara Rp75,48 miliar (Rp16.370/USD 1). Sedangkan jika dilihat dari beban gaji dan tunjangan karyawan hingga Juni 2024 sebesar US$ 16,62 juta atau setara Rp 272,14 miliar. Oleh karena itu, perseroan membutuhkan tambahan uang tunai sebesar Rp196,66 miliar untuk membayar gaji karyawan saat melakukan PHK.
Survei ILLINI NEWS
[dilindungi email]
(Saw/Saw) Simak video di bawah ini: Prabowo: Paling rendah, tidak bisa dibicarakan!