Jakarta, ILLINI NEWS Indonesia- Banyak komoditas Indonesia yang laris manis di pasar AS. Kemenangan Donald Trump pada pemilu AS diharapkan tidak mengganggu ekspor produk pertanian Indonesia ke Amerika.
Lima produk Indonesia kini dibidik di Negeri Paman Sam. Beberapa produk lokal seperti buah beri emas, kakao, sabun, sapu, dan rambutan menjadi bagian “harta karun” RI yang mempunyai nilai tinggi di pasar global, khususnya Amerika Serikat.
Pertama, buah beri emas, yang dikenal secara lokal sebagai “ciplukan”, adalah buah-buahan eksotis yang kaya akan manfaat kesehatan. Mengandung antioksidan tinggi, buah ini dipercaya dapat membantu mengatasi penyakit kronis seperti kanker dan hepatitis.
Dikenal di kalangan peminat gaya hidup sehat di Amerika Serikat, ekspor buah beri emas kering ke Amerika Serikat mencapai 39.702 kg dengan nilai 287.992 dolar pada tahun 2024. Buah ini dijual dengan harga premium, sekitar 15-20 dolar per pon. , menjadikannya camilan sehat yang menarik di pasar AS. Selain itu, kakao telah menjadi komoditas global dengan kenaikan harga yang signifikan akibat kekurangan pasokan global. Produksi kakao Indonesia sebenarnya menurun, namun ekspor kakao Indonesia ke Amerika Serikat tetap kuat.
Pada tahun 2023, Amerika Serikat akan mengimpor 48.158 ton kakao senilai $187,26 juta dari Indonesia, menempatkan Amerika Serikat sebagai pasar ekspor kakao terbesar kedua setelah India. Tingginya permintaan produk coklat di Amerika menjadikan kakao sebagai “tambang emas” yang memiliki potensi besar bagi Indonesia.
Sabun Indonesia juga punya daya tarik di pasar Amerika. Terbuat dari minyak sawit, sabun RI terkenal dengan kualitas pembersihan yang baik dan aman untuk kulit. Pada tahun 2024, Amerika Serikat akan mengimpor sabun senilai $5,5 juta dari Indonesia, yang sebagian besar akan digunakan dalam produk rumah tangga dan industri. Selain harganya yang kompetitif, sabun RI memenuhi tren global menuju produk alami sehingga membuka peluang ekspor yang semakin besar.
Di sisi lain, produk sapu Indonesia berhasil menembus pasar internasional, termasuk Amerika Serikat. Terbuat dari bahan alami seperti ijuk dan ijuk, sapu buatan Indonesia terkenal ramah lingkungan.
Amerika Serikat mengimpor 2.591.490 kg sapu dari Indonesia, senilai $1,29 juta pada tahun 2024. Sapu ini banyak digunakan pada musim gugur di Amerika Serikat untuk membersihkan pekarangan, menyediakan alat pembersih alternatif yang ramah lingkungan di pasar yang sadar akan keberlanjutan.
Komoditas kelima dari sekian banyak kekayaan Indonesia adalah rambutan, buah tropis berbulu asal Asia Tenggara, produk unik dengan harga tinggi di pasar Amerika. Dijual hingga US$30 per 2 pon, rambutan Indonesia mencatat volume ekspor 415.527kg ke AS pada tahun 2023 senilai US$80.043,60. Buah eksotik ini semakin banyak dicari konsumen Amerika yang mencari produk dengan rasa baru dan kualitas segar.
Kelima produk ini, dengan keunikan dan nilai jualnya yang tinggi, memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat perekonomian melalui ekspor. Dengan memperkuat brand, memperluas jaringan pemasaran dan menjaga kualitas produk, Indonesia berpotensi memperluas pangsa pasarnya di Amerika Serikat dan menghadirkan kekayaan alamnya sebagai “harta” yang dicari dunia. Bagaimana nasib ekspor pertanian Indonesia? di Amerika Serikat?
Kebijakan ekonomi Trump sangat berfokus pada peningkatan perekonomian domestik Amerika Serikat. Hal ini diharapkan akan meningkatkan perbaikan perekonomian warga AS, yang pada akhirnya akan berdampak pada konsumsi masyarakat. Permintaan produk luar negeri juga diperkirakan akan meningkat seiring membaiknya perekonomian AS. Trump dikenal sangat protektif terhadap perekonomian domestik, termasuk dengan mengurangi impor. Namun sejauh ini belum ada kabar Trump berniat menaikkan tarif impor produk Indonesia, khususnya produk pertanian. Selain itu, ekspor pertanian RI ke Amerika tidak menimbulkan ancaman bagi petani Amerika.
Ekspor Indonesia ke Amerika meningkat 15,3% pada era Trump, dari $16,14 miliar pada tahun 2016 menjadi $18,62 miliar pada akhir tahun 2020. Peningkatan ini lebih besar dibandingkan empat tahun terakhir era Barack Obama yang hanya meningkat 8,52%. .
Riset ILLINI NEWS di Indonesia (emb/emb)