berita aktual UMP Naik 6,5% Tahun Depan, Waspada Deretan Perusahaan Ini Jadi Korban

JAKARTA, ILLINI NEWS – Beberapa perusahaan dengan model bisnis padat karya akan mengalami peningkatan beban seiring dengan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kota/kabupaten (UMK) pada tahun depan.

Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto menetapkan kenaikan upah minimum nasional sebesar 6,5% pada tahun 2025. Peningkatan tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun ini.

Prabow menjelaskan, kenaikan upah minimum mempertimbangkan keadaan dunia usaha dan kebutuhan masyarakat.

“Kami memutuskan untuk menaikkan upah minimum nasional sebesar 6,5% pada tahun 2025,” kata Prabowo dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (29/11/2024).

Besaran kenaikan UMP/UMK biasanya diputuskan setelah serangkaian pertemuan tripartit (pekerja, pengusaha, pemerintah) pada akhir bulan November. Jika mengacu pada PP Nomor 51 Tahun 2023, UMP dan UMK masing-masing menempati posisi teratas pada 21 dan 30 November. 

Tahun ini, pemerintah hanya menetapkan kenaikan upah minimum pada 29 November 2024 atau 2 hari setelah Pilkada 2024.

Selama kurun waktu 15 tahun (2011-2025), UMP Indonesia rata-rata selalu mengalami kenaikan, hanya sekali saja tidak mengalami kenaikan yakni pada tahun 2021. UMP tidak tumbuh pada periode tersebut akibat pandemi Covid-19 yang memporak-porandakan. Perekonomian dan berdampak pada dunia usaha sejak Maret 2020.

Setiap tahunnya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) selalu menjadi pertarungan antara buruh dan pengusaha. Bagi perusahaan, biaya tenaga kerja yang semakin mahal akan menambah beban pekerja sehingga menurunkan pendapatan. Menyusutnya kondisi produksi – gelombang penghematan

Apalagi di tengah kondisi produksi yang belum pulih dan akan kembali terkontraksi pada November 2024. Kontraksi ini memperpanjang masa koreksi manufaktur Indonesia hingga lima bulan berturut-turut.

Data Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dirilis hari ini Senin (2/12/2024) oleh S&P Global menunjukkan PMI manufaktur Indonesia mengalami kontraksi hingga 49,6 pada November 2024. Angka ini sedikit lebih baik dibandingkan Oktober 2024 (49,2).

Namun data tersebut juga menunjukkan PMI manufaktur Indonesia mengalami kontraksi selama lima bulan berturut-turut, yakni pada Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), Oktober (49,2) dan November 2024 (49,6).

Kontraksi selama lima bulan berturut-turut ini menyoroti fakta bahwa kondisi manufaktur di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan.

Tak berhenti sampai disitu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku belum menerima penjelasan atas dasar keputusan dan proses penetapan upah ke depan.

Ketua Umum APINDO Shinta W. Kamdani mengatakan hingga saat ini belum ada penjelasan lengkap mengenai cara penghitungan kenaikan tersebut. Apalagi jika mempertimbangkan variabilitas produktivitas tenaga kerja, persaingan dunia usaha, dan kondisi perekonomian riil.

APINDO meyakini kenaikan UMP yang signifikan ini akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya di sektor padat karya.

“Dalam situasi perekonomian nasional yang menghadapi tantangan global dan tekanan domestik, hal ini menimbulkan risiko peningkatan biaya produksi dan penurunan daya saing produk Indonesia,” kata Shinta dalam keterangan resmi kepada ILLINI NEWS, Sabtu. (30/11/2024).

“Dia khawatir hal itu akan memicu gelombang PHK dan menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,” tambahnya.

Contoh sektor padat karya yang paling terkena dampak kenaikan UMP ini antara lain perusahaan tekstil, rokok kerajinan tangan atau kerajinan (SKT), kayu/furniture, makanan, minuman dan lain-lain.

Padahal, sebelum kenaikan UMP ini, karena lesunya produksi dan kondisi pasar, sudah ada perusahaan-perusahaan yang bangkrut, beberapa pabrik tutup, bahkan PHK besar-besaran.

ILLINI NEWS merangkum sejumlah emiten yang menjadi korban dan rentan bebannya bertambah, sebagai berikut: Shritex bangkrut

Industri tekstil disebut-sebut paling tertekan dan bangkrut. Misalnya, penerbit tekstil ternama Indonesia PT Sri Rejeki Isman TBK (SRIL) resmi dinyatakan pailit pada Oktober lalu karena utang yang menggunung.

Merujuk pada laporan keuangan semesteran I-2024, liabilitas SRIL didominasi oleh liabilitas jangka panjang dengan pendapatan sebesar $1,47 miliar. Sedangkan liabilitas jangka pendek tercatat sebesar 131,42 juta. dolar AS.

Pinjaman perbankan menjadi penyumbang terbesar kewajiban jangka panjang SRIL, senilai $809,99 juta atau sekitar 12,66 triliun. Pada semester pertama tahun ini, Saudara Gadai Berjuang Utang Melalui PKPU mendapat klaim pinjaman jangka panjang dari setidaknya 28 bank.

Emiten tekstil lainnya yang juga terlilit utang adalah PT Pan Brothers TBK (PBRX).

Kabar terkini, setelah majelis hakim mengabulkan permohonan tersebut, PBRX mendapat perpanjangan pinjaman sebesar US$393,3 juta atau sekitar Rp 6,25 triliun (kurs Rp 15.915) selama 14 hari mulai Jumat, 22 November 2024. Untuk perpanjangan PKPU tetap dalam sidang intensional. Perusahaan Sepatu Bata Tutup Pabrik – PHK Massal

Masih terkait dengan tekstil, penerbit sepatu Bata juga menghadapi situasi buruk.

April lalu, BATA menutup pabriknya di Purwakarta sehingga mengakibatkan hilangnya lapangan kerja terhadap 233 pekerja atau pekerja langsung (PHK).

Terkait dampak penutupan pabrik, BATA saat ini menjalankan usahanya dengan basis produksi 100% dari pemasok lokal.

Pusat distribusi kemudian dipindahkan dari Jakarta Timur ke Jakarta. BATA juga bekerja sama dengan perusahaan logistik untuk menangani produk di gudang yang kemudian didistribusikan ke toko sepatu BATA.

Sejak pandemi Covid-19, penerbit alas kaki merek Bata menghadapi tantangan berat akibat perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat.

Penjualan sejauh ini masih lesu, dengan angka terakhir pada September 2024, BATA masih membukukan rugi sebelum pajak sebesar Rp 131,27 miliar. Bahkan kerugiannya meningkat dua kali lipat atau meningkat 151% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menjadi Rp 52,33 miliar Industri Rokok Kretek Tangan: Wismilak 

Seperti industri padat karya lainnya, ada industri rokok, khususnya sektor rokok kretek buatan tangan (SKT), yang mungkin terkena dampak kenaikan harga.

Salah satu rokok kategori II, PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM), memiliki tenaga kerja yang besar. Hal ini tercermin dari biaya tenaga kerja langsung yang meningkat hampir 50% menjadi Rp 82,24 miliar pada semester pertama tahun ini, dari Rp 55,32 miliar pada tahun sebelumnya.

Hal ini sejalan dengan penjualan SKT yang meningkat sekitar 43% menjadi Rp 425,07 miliar pada September tahun ini. Nilai tersebut mewakili sekitar 20% dari total pendapatan WIIN sebesar Rp 2,20 triliun.

Melihat data tersebut, kita dapat mengatakan bahwa Wismilac cukup rentan terhadap meningkatnya tekanan biaya tenaga kerja.

Namun harus diakui WIIM masih memiliki ketahanan kas yang cukup baik tercermin dari posisi arus kas bebas year-to-date sebesar Rp 154 ​​miliar per September 2024 dan arus kas operasional yang masih positif sebesar Rp 214 miliar.

Kekuatan neraca juga cukup baik ditunjukkan dengan rasio utang terhadap ekuitas (DER) secara triwulanan sebesar 0,12x, sedangkan kemampuan membayar kewajiban jangka pendek cukup tinggi ditunjukkan dengan rasio lancar sebesar 2,65x.

Nah, melihat daftar emiten di atas, bisa dikatakan memang rentan terkena dampak kenaikan biaya. Namun, harus diakui bahwa jika perusahaan masih memiliki ketahanan internal yang didukung oleh permodalan yang kuat dan kas yang baik, maka perusahaan masih dapat bertahan dalam badai pasar yang lesu saat ini.

Disclaimer Riset ILLINI NEWS: Artikel ini merupakan produk jurnalistik berupa Research Opinion ILLINI NEWS. Analisis ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembaca membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada di tangan pembaca, jadi kami tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan apa pun yang diakibatkan oleh keputusan ini.

(tsn/tsn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *