Jakarta, ILLINI NEWS – Indeks harga saham gabungan (IHSG) bulan ini kurang bagus. IHSG turun 3,4% dalam sebulan, meski masih mencatatkan kenaikan tipis YTD sebesar 2,37% di level 7.497,35 pada sesi pertama perdagangan Kamis (10/10/2024).
Dibandingkan pergerakan indeks saham lain di Asia, pergerakan IHSG lebih buruk dibandingkan indeks saham Jepang, Hongkong, Australia bahkan China.
Indeks Hang Seng menguat paling besar dibandingkan indeks saham Asia lainnya. Bahkan, Kospi Korea Selatan mengungguli IHSG, yakni melemah 2,29% year-to-date (YTD).
Penurunan indeks Kospi didorong oleh penurunan saham perusahaan teknologi akibat kekhawatiran terhadap perlambatan perekonomian AS dan penurunan tajam di pasar Asia.
Sementara itu, IHSG kalah melawan indeks saham Jepang, Hong Kong, Australia, dan China. Dimana IHSG hanya mampu mencatatkan pertumbuhan year-to-date (YTD) sebesar 2,37%.
Anjloknya beberapa saham indeks LQ45 dan saham-saham yang sangat likuid seperti saham grup konglomerat Prajogo Pangestu menjadi penghambat pertumbuhan IHSG lebih lanjut.
Menurunnya sejumlah saham likuid yang menyebabkan terbatasnya pertumbuhan IHSG disebabkan oleh buruknya statistik perekonomian dalam negeri.
Pertama, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2024 yang mencapai 5,05% y/y. Indikator ini lebih rendah dibandingkan triwulan I tahun 2024 yang sebesar 5,11%.
Sebagai catatan, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,11 (yyyy) pada Q1 2024 dan terkontraksi sebesar 0,83% (qq). Salah satu penyebabnya, penurunan pertumbuhan disebabkan oleh melemahnya konsumsi masyarakat. Konsumsi tumbuh hanya sebesar 4,93% (yyyy) pada Q2 2024, jauh lebih rendah dibandingkan 5,22% (yyyy) pada tahun lalu atau Q2 2023.
Kedua, Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia yang tercatat mengalami penurunan pada Juli 2024, merupakan koreksi pertama sejak tahun 2021 atau dalam tiga tahun terakhir.
S&P Global pada Kamis (08-01-2024) merilis data PMI manufaktur Indonesia yang menunjukkan penurunan menjadi 49,3 pada Juli 2024. PMI manufaktur Indonesia terus terpuruk dan turun selama empat bulan terakhir, yakni pada April – Juli 2024 Artinya pada triwulan II tahun 2024 akan terus terjadi penurunan indeks PMI industri Indonesia yang salah satunya disebabkan oleh melemahnya permintaan dalam negeri.
Ketiga, adanya deflasi selama tiga bulan berturut-turut juga dapat mengindikasikan melemahnya daya beli. BPS mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami penurunan atau deflasi (month-on-month) selama Mei-Juli 2024. Fenomena ini sangat jarang terjadi, karena deflasi selama tiga bulan berturut-turut hanya terjadi dua kali dalam kurun waktu 38 tahun terakhir, yakni pada tahun 1999 dan 2020.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan laju inflasi tahunan Indonesia pada Juli 2024 sebesar 2,13% (yy).
Laju inflasi tahunan pada Juli 2024 sebesar 2,13% atau kenaikan indeks harga konsumen (IHK) dari 103,88 pada Juli 2023 menjadi 106,09 pada Juli 2024.
Keempat, angka PHK (retrenchment) yang semakin meningkat. Data Kementerian Sumber Daya Ketenagakerjaan (Kemnaker), pada periode Januari-Juni 2024, terdapat 32.064 pekerja yang dirumahkan. Indikator ini meningkat 21,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 26.400 orang.
Terakhir, berkurangnya penerimaan pajak. Hingga 30 Juni 2024 atau batas waktu I-2024, penerimaan pajak hanya sebesar Rp 893,8 triliun. Angka tersebut turun 7,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 970,2 triliun. Penerimaan pajak hanya 44,9% dari target APBN 2024.
Penerimaan pajak Sri Mulyani anjlok karena anjloknya atau normalisasi harga komoditas sehingga pembayaran pajak penghasilan atau pajak badan (PPh) pun turun. Ini termasuk harga minyak sawit mentah (CPO) dan batu bara.
Riset ILLINI NEWS
[email dilindungi] (dilihat/dilihat) Tonton video di bawah ini: Prabowo: Transfer mutlak, tidak bisa dinegosiasikan!