Jakarta, ILLINI NEWS – Pengusaha ritel yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengungkapkan, penjualan di toko saat ini menurun drastis seiring berkurangnya pelanggan. Menurunnya penjualan barang tercermin dari angka deflasi lima bulan berturut-turut yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS).
Seperti diketahui, BPS mengumumkan deflasi terjadi selama lima bulan berturut-turut sejak Mei 2024 sebesar 0,03%, kemudian berlanjut pada Juni 2024 sebesar 0,08% dan Juli 2024 sebesar 0,18%. Kemudian Agustus 2024 menjadi 0,03% dan September 2024 semakin dalam menjadi 0,12%.
“Ketika produktivitas atau besarnya keranjang konsumen turun sehingga konsumen belanjanya lebih sedikit, otomatis semua orang berusaha mengganti merek atau mengurangi kemasan agar harga juga turun, itulah yang menyebabkan deflasi,” kata Ketua Umum Aprindo Roy Indonesia. Nicholas Mandey. Gedung Kamar Dagang dan Industri, Jakarta, Senin (7 Oktober 2024).
Oleh karena itu, Roy membantah pernyataan pemerintah yang menyebut kondisi deflasi selama lima bulan berturut-turut disebabkan oleh aktifnya pasokan produk pangan ke negara sehingga menyebabkan turunnya harga. Menurut dia, yang terjadi sebenarnya karena kemasan barang yang dijual menyusut sehingga bisa dijual atau dibeli oleh masyarakat yang daya belinya sedang ambruk.
“Jadi daya belinya yang menyebabkan deflasi ya. Bukan karena masalah turunnya harga karena impor bagus, produktivitas bagus, itu di satu sisi, tapi di sisi lain karena ukuran keranjang konsumen menyusut, jadi semua orang berusaha menurunkan harga, kata Roy.
Terbukti pula data penjualan berbagai toko di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi atau Jabodetabek mengalami penurunan rata-rata 5%-6% per triwulan III-2024. Sementara di wilayah selain Pulau Jawa, menurutnya pertumbuhan penjualan masih tercatat sebesar 3%-4% pada kuartal III 2024.
“Khusus di Jakarta malah ada yang berdarah-darah banget. Tapi di luar Pulau Jawa masih ada pertumbuhan sekitar 3%-4% di kuartal III. Jadi makin dekat ke Jabodetabek, makin banyak minusnya, keluar Jabodetabek, Ada kekurangannya, tapi tidak terlalu banyak, ujarnya.
Meski demikian, Roy meyakini angka deflasi tersebut akan berakhir pada bulan ini seiring kita memasuki Pilkada Serentak November 2024 dan perayaan Natal dan Tahun Baru 2025. Sebab, kata dia, momen Pilkada otomatis membutuhkan sembako dari masyarakat. produsennya besar, sehingga persediaan eceran akan sangat terbatas dan menyebabkan harga jual naik.
“Jika kita menghilangkan hal tersebut dari produksi otomatis, maka pasokan akan berkurang, sehingga yang mengakibatkan berkurangnya pasokan di akhir tahun adalah harga-harga akan naik. Jadi bisa dikatakan bahwa deflasi ini mungkin akan terjadi. Terakhir bulan ini memang ada inflasi, tapi tidak serta merta tinggi,” kata Roy. (arj/mij) Simak video berikut ini: Video: Prudential Syariah kian mendominasi asuransi syariah