Jakarta, ILLINI NEWS – Indonesia merupakan negara multikultural dengan berbagai sistem penanggalan unik yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kalender bukan hanya sekedar alat penanda waktu, namun juga wujud identitas budaya yang sarat makna filosofis.
Mulai dari penanggalan Masehi di seluruh dunia, penanggalan Jawa, penanggalan Sunda, penanggalan Saka, penanggalan Bali Saka dan penanggalan adat lainnya semuanya mempunyai ciri khas tersendiri.
Kalender Gregorian Universal
Kalender Masehi merupakan sistem kalender yang paling umum digunakan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Menurut pergerakan matahari, kalender ini memiliki 365 hari dalam setahun dan 366 hari pada tahun kabisat. Sistem ini dimulai pada tahun 1 M dan didasarkan pada kelahiran Yesus Kristus. Penggunaan kalender ini sangat relevan untuk berbagai event nasional maupun internasional. Di Indonesia, kalender Masehi menjadi acuan utama dalam kegiatan resmi seperti pendidikan, pemerintahan, dan perbankan.
Kalender Hijriah, kalender lunar
Hijriah merupakan pedoman utama umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sistem ini didasarkan pada siklus bulan, sehingga satu tahun memiliki 354 atau 355 hari, yaitu sekitar 10 hingga 12 hari lebih pendek dari kalender Masehi. Diawali dengan hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah pada tahun 622 M, penanggalan ini terdiri dari 12 bulan yaitu Muharram, Ramadhan, dan Zulhijah. Pengaturan tanggal baru dimulai saat matahari terbenam, sehingga sangat berguna saat hari raya keagamaan seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
Kalender Jawa, perpaduan budaya
Kalender Jawa diperkenalkan oleh Sultan Agung pada abad ke-17 dan merupakan perpaduan antara agama Hindu, Budha, Islam dan budaya Barat. Kalender ini mempunyai 12 bulan dengan nama seperti Sura, Rejeb dan Besar, mirip dengan kalender Hijriah namun disesuaikan dengan bahasa Jawa. Keunikan lainnya adalah siklus pasar lima hari: Paing, Pon, Wage, Kliwon dan Legi, yang masih digunakan sampai sekarang untuk mengidentifikasi hari-hari penting seperti pasar tradisional atau upacara adat.
Kalender Sunda, hidup selaras dengan alam
Meski kurang dikenal, penanggalan Sunda tetap menjadi bagian penting dalam budaya Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat Sunda. Sistem ini didasarkan pada siklus matahari dan mirip dengan kalender Masehi namun memiliki nama bulan yang unik seperti Kartika, Posya dan Palguna. Nama hari juga mengalami penyesuaian, seperti Soma (Senin) dan Angara (Selasa). Kalender Sunda sering digunakan untuk ritual adat Sunda atau untuk perhitungan musim pertanian.
Kalender Saka, Warisan India
Kalender Saka berasal dari India dan digunakan di nusantara sejak abad pertama Masehi. Kalender ini menggunakan sistem lunisolar (bulan dan matahari) 12 bulan, seperti Phalgunamasa dan Maghamasa. Sebelum masuknya pengaruh Islam, penanggalan Saka dikenal sebagai penanggalan resmi beberapa kerajaan Hindu-Buddha di nusantara. Di Bali, penanggalan ini masih mempunyai relevansi dan digunakan untuk mengidentifikasi hari-hari besar seperti Hari Raya Nyepi.
Kalender Saka Bali, mencerminkan tradisi Hindu Bali
Kalender Bali Saka merupakan adaptasi unik dari Kalender Saka yang dipadukan dengan unsur tradisional Bali. Sistem ini digunakan untuk menentukan berbagai hari besar keagamaan, termasuk Hari Raya Nyepi. Penentuan bulan Oktober sebagai awal tahun baru merupakan salah satu ciri khasnya. Nama bulan seperti Kasa, Kawolu dan Kadasa menambah nilai estetika dan spiritual pada sistem ini.
Adanya sistem penanggalan yang berbeda-beda di Indonesia menunjukkan betapa kayanya warisan budaya nusantara. Setiap penanggalan tidak hanya menjadi alat penunjuk waktu, namun juga merupakan simbol identitas dan kearifan lokal. Segala sesuatu mulai dari kalender universal Gregorian hingga kalender lokal tradisional merupakan bukti keberagaman yang harus kita lindungi.
Riset ILLINI NEWS
(tas/tas)