Catatan: Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan staf redaksi illinibasketballhistory.com
Kini semakin sedikit negara yang mengembangkan dan memproduksi jet tempur generasi 4,5. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika menilai generasi 4.5 mulai memasuki masa senja di beberapa negara.
Lini produksi F-16V diperkirakan akan ditutup pada akhir dekade ini setelah Lockheed Martin menyelesaikan pesanan dari pelanggan di luar AS, sementara Boeing diperkirakan akan menghentikan produksi F/A-18E/F sebelum tahun 2030 setelah pesanan berakhir. . dari Angkatan Laut AS, tetapi akan mempertahankan lini produksi F-15EX untuk dekade berikutnya.
Dassault Aviation diperkirakan akan mengakhiri produksi Rafale pada akhir tahun 2030-an setelah tidak ada pesanan dari Perancis atau negara lain. Konsorsium Eurofighter diperkirakan akan mengakhiri produksi Typhoon pada akhir dekade ini jika tidak ada pesanan baru.
Berakhirnya era pesawat tempur generasi 4,5 merupakan bagian dari evolusi teknologi yang dimulai pada tahun 1940-an dan akan terus berlanjut hingga beberapa dekade mendatang. Sejak tahun 1990-an, teknologi pesawat tempur sudah memasuki generasi kelima yang ditandai dengan hadirnya F-22, meskipun baru pada tahun 2010-an terjadi menjamurnya pesawat tempur generasi kelima seiring dengan diekspornya F-35 ke Indonesia. 17 negara sekutu dan mitra Amerika Serikat.
Di tengah menjamurnya pesawat tempur generasi kelima, Amerika Serikat telah mengembangkan pesawat tempur generasi keenam yang dikenal sebagai Next Generation Air Dominance sejak akhir dekade terakhir, yang terdiri dari dua pesawat berbeda untuk Angkatan Udara AS dan Angkatan Laut AS (dikenal sebagai program FA-XX).
Dassault Aviation memiliki program pesawat tempur generasi keenam yang disebut Future Combat Air System dan sedang dikembangkan bersama Airbus dan Indra Sistemas, sementara Inggris, Italia, dan Jepang berkolaborasi dalam Global Combat Air Program untuk program pesawat tempur generasi keenam.
Di saat negara-negara maju mulai merelakan jet tempur generasi 4,5, Korea Selatan baru saja mulai membuka jalur produksi jet tempur generasi tersebut, khususnya KF-21. Pilihan untuk memproduksi KF-21 di saat industri kedirgantaraan di negara-negara Barat sedang memproduksi pesawat tempur generasi kelima dan mengembangkan pesawat tempur generasi keenam merupakan keputusan politik pemerintah Korea Selatan.
Sebab, negara sadar tidak ada lompatan maju dalam penguasaan teknologi penerbangan yang maju. Para penguasa di Seoul sadar biaya penguasaan teknologi penerbangan sangat mahal, namun mereka siap menghadapi konsekuensi finansial dari pilihan politik tersebut.
Sambil mematangkan kemampuan KF-21, Korea Selatan perlahan-lahan akan memasuki fase ketiga kegiatan rekayasa, manufaktur, dan pengembangan (EMD) KF-21 setelah tahun 2028, yang diharapkan dapat mengadopsi teknologi siluman dan senjata yang disimpan di rak senjata pesawat. konstruksi pesawat terbang.
Pengembangan KF-21 Blok II oleh Korea Aerospace Industries (KAI) baru akan dimulai pada EMD tahap kedua 2026-2028, dimana Blok II berfokus pada kemampuan udara-ke-darat. KF-21 paling awal dengan kemampuan multi-peran, yaitu kemampuan udara-ke-udara dan udara-ke-darat, akan memasuki jalur produksi pada tahun 2029 atau 2030.
Dikombinasikan dengan EMD fase ketiga, diperkirakan KF-21 baru akan menjadi pesawat tempur matang, termasuk semi-siluman, pada pertengahan tahun 2030-an. Penting untuk dipahami bahwa KF-21 tidak dirancang untuk menjadi pesawat tempur generasi kelima, melainkan jembatan bagi Korea Selatan sebelum pesawat tempur generasi kelima dikembangkan pada tahun 2040-an.
KAI saat ini memproduksi 20 pesanan KF-21 Blok I untuk Angkatan Udara Korea Selatan, yang merupakan kemampuan EMD tempur tahap pertama yang baru untuk misi udara-ke-udara. Produsen pesawat tersebut juga berharap untuk segera mengekspor jet tempur bermesin ganda tersebut ke luar negeri untuk mempercepat upaya meningkatkan profitabilitas.
Indonesia awalnya diprediksi akan menjadi pelanggan ekspor pertama KF-21, namun perkembangan politik beberapa tahun terakhir terkait keikutsertaan Jakarta dalam program KF-21 menimbulkan keraguan apakah hal tersebut akan terjadi. Beberapa waktu lalu, Korea Selatan mulai menawarkan pesawat tempur yang mengadopsi mesin berlisensi GE Aerospace ke Filipina, dimana Manila sebelumnya telah membeli 12 FA-50 dari KAI.
KF-21 mungkin dianggap sebagai pesawat tempur pilihan bagi beberapa negara yang tidak memiliki akses terhadap impor F-35 oleh Amerika Serikat dan tidak mau membeli jet tempur dari Rusia dan Tiongkok.
Memang benar Korea Selatan harus mendapatkan izin ekspor dari Amerika Serikat untuk mengekspor KF-21 karena terdapat berbagai subsistem buatan AS pada pesawat tempur tersebut, namun izin ekspor ini mudah didapat selama negara pengimpor menjadi partner. Amerika Serikat.
Salah satu celah pasar yang dapat diisi oleh KF-21 adalah pasar F-16, dimana Amerika Serikat hingga kini melarang sejumlah operator F-16 di kawasan Asia-Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika Utara untuk membeli F-16. -35. . Dalam dekade berikutnya, KF-21 diperkirakan tidak akan memiliki pesaing berarti di pasar pesawat tempur internasional, seiring dengan mulai ditutupnya jalur produksi pesawat tempur generasi 4.5 oleh negara-negara Barat.
Seperti disebutkan sebelumnya, Indonesia digadang-gadang menjadi pelanggan ekspor pertama KF-21. Namun mengingat kemajuan pengembangan KF-21, KAI saat ini hanya akan memproduksi Blok I dengan kemampuan udara-ke-udara saja.
Dari segi pesawat tempur, TNI AU selalu mengisyaratkan kemampuan multiperan, meski secara teknis KF-21 Blok I dapat ditingkatkan ke Blok II jika pengguna menginginkannya melalui pembaruan perangkat lunak. Lantas, bagaimana dengan kemungkinan akuisisi KF-21 dalam pengembangan kekuatan pertahanan periode 2025-2029?
Dalam usulan rencana kebutuhan TNI Angkatan Udara periode 2025-2029 yang telah disampaikan kepada Kementerian Pertahanan, hanya diusulkan akuisisi F-15EX, sedangkan KF-21 tidak disebutkan. Ketidakpastian pembelian jet tempur Kementerian Pertahanan untuk TNI AU masih menunggu keluarnya Daftar Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) 2025-2029 oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
Namun, mengingat status pengembangan KF-21, serta hubungan Indonesia dan Korea Selatan terkait program KF-21 dalam beberapa tahun terakhir, terdapat pesimisme bahwa program akuisisi pesawat tempur tersebut akan masuk dalam Blue Book 2025-2029. .
Nasib KF-21 di Indonesia juga akan ditentukan oleh sikap pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto. Sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto bergelut dengan permasalahan kapal selam DSME 209/1400 Seri I, tekanan untuk mengaktifkan kontrak kapal selam DSME 209/1400 Seri II, dan rumitnya program KF-21.
Pertanyaannya apakah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan mengutamakan kerja sama industri militer dengan Korea Selatan atau tidak? Fakta menunjukkan, sejak terpilih menjadi presiden hingga saat ini, Prabowo Subianto belum pernah mengunjungi Seoul, meski ia sudah mengunjungi kota-kota besar lainnya seperti Paris, Moskow, Beijing, dan Tokyo. (miq/miq)