Jakarta, ILLINI NEWS – Iklim Brasil yang dulu membawa harapan bagi perkebunan kopi, kini mengancam industri kopi. Setelah kemarau panjang, hujan gagal menghidupkan kembali kopi di negara bagian penghasil kopi terbesar di Brasil, Minas Gerais.
Reuters melaporkan bahwa meskipun hujan mulai turun, pengelola pertanian dan petani tidak mengharapkan panen pada tahun 2025: “Akan ada kerugian, hasilnya tidak akan bagus,” kata Alisson Fagundes dari Fundacao Procafe. Dalam kondisi seperti ini, pohon kopi sudah kehilangan daun dan kekuatannya sehingga sulit menghasilkan buah yang baik.
Di satu sisi, kekeringan yang terjadi di Indonesia dan Brazil mengganggu pasar kopi dunia. Kopi Arabika naik ke level tertingginya dalam 13 tahun. Tak hanya itu, harga gula juga mengalami kenaikan sehingga harga tidak hanya dirasakan di Brazil, namun juga di negara-negara produsen kopi Robusta di Indonesia yang mulai merasakan dampak dari permasalahan tersebut.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi kopi di Indonesia akan menurun dari 771 ribu ton pada tahun 2022 menjadi 756,1 ribu ton pada tahun 2023. Meski harga di pasar dunia meningkat, tantangan bagi petani kopi lokal semakin besar. . Kenaikan harga kopi menimbulkan keuntungan, namun peningkatan produksi berarti keuntungan cepat menurun. Petani kecil terjebak antara kenaikan harga dan penurunan produksi, sebuah situasi yang menjadi kekhawatiran utama bagi perkembangan industri kopi di negara ini.
Sementara itu, pesaing terdekat Indonesia, Vietnam, sebenarnya sedang dalam kondisi baik. Peningkatan produksi kopi Robusta dari Vietnam diharapkan dapat membantu mengimbangi ketidakpastian di pasar Brasil. Namun dampak buruk kekeringan di Brazil masih mempunyai efek domino, karena negara tersebut masih menjadi salah satu produsen kopi terkemuka di dunia.
Hujan yang terlambat bukanlah kabar baik bagi Brasil. Banyak petani memilih untuk memangkas pohonnya dengan harapan pohonnya akan pulih dengan baik di tahun-tahun mendatang. Namun tren ini berarti tidak akan ada produksi pada tahun 2025, dan prospek baru baru muncul pada tahun 2026. Seperti yang dikatakan oleh seorang petani Brasil, “Kebun kami seperti obat yang serius, perlu waktu sebelum pulih kembali.”
Kopi tumbuh subur di Indonesia, meski produksinya menurun. Survei yang dilakukan Snapchat menunjukkan bahwa sekitar 79% masyarakat Indonesia minum kopi setidaknya sekali sehari. Ironisnya, ketika harga kopi naik, kecemasan konsumen pun ikut naik. Kopi yang dulunya menjadi suguhan pagi hari, kini bisa menambah beban keuangan keluarga.
Indonesia yang dulu dikenal sebagai produsen kopi kini menghadapi tantangan berat. Dengan produksi yang tertinggal dibandingkan Brasil dan Vietnam, kebutuhan untuk memodernisasi tanaman dan meningkatkan infrastruktur pertanian menjadi semakin mendesak. Jika tidak segera diambil tindakan, Indonesia bisa kehilangan posisi strategisnya di pasar dunia dan terpaksa mengimpor kopi untuk meningkatkan produksi dalam negeri.
Namun, dalam kesulitan-kesulitan ini, harapan tidak sepenuhnya hilang. Pemerintah dan pelaku industri mulai fokus pada reformasi hortikultura, peningkatan praktik pertanian, dan langkah-langkah adaptasi perubahan iklim. Bukan hanya sekedar mempertahankan posisi di pasar, tapi juga melestarikan warisan budaya dan ekonomi yang sudah menjadi bagian masyarakat.
Pada akhirnya, kisah kopi dari Brazil hingga Indonesia adalah kisah perjuangan antara alam dan permasalahan pasar global. Dan seperti setiap cangkir kopi yang kita nikmati, harapannya adalah setiap tetes energi ini akan membawa masa depan yang lebih baik bagi jutaan petani yang bergantung pada biji hitam ini.
Riset ILLINI NEWS (emb/emb) Simak video berikut: Prabowo: Terpuruk, No Deal!