JAKARTA, ILLINI NEWS – Jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) terus meningkat. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnekar) mencatat sebanyak 59.764 pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga Oktober 2024.
Jumlah ini meningkat dari bulan lalu dan tahun lalu. Tercatat, jumlah cuti pada Oktober 2024 meningkat 12,78% dibandingkan September 2024 yang dirumahkan sebanyak 52.993 pekerja, dan sebesar 31,13% dibandingkan Oktober 2023 yang berjumlah 45.576 pekerja.
Hingga Oktober 2024, terdapat 59.796 pekerja yang akan di PHK. Jumlah ini bertambah 25 ribu pekerja dalam tiga bulan terakhir,” kata Yassiral dalam Rapat Koordinasi (RAKOR) di Jakarta, Kamis (31/10/2024). ) dalam keterangan resmi yang diperoleh ILLINI NEWS.
DKI Jakarta terbanyak yang melakukan PHK sebanyak 14.501 orang, disusul Jawa Tengah 11.252 orang, dan Provinsi Banten 10.254 orang.
Pengurangan ini disebabkan oleh jatuhnya sektor manufaktur Indonesia, dengan Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia berada di angka 49,2 pada Oktober 2024. Situasi ini menandakan PMI kembali terkontraksi karena berada di bawah 50. PMI sektor industri Indonesia mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut yaitu pada bulan Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2) dan Oktober (49,2).
Penurunan nilai indeks industri pengolahan juga disebabkan oleh melemahnya tingkat konsumsi dalam negeri.
Sebagaimana dicatat, S&P melaporkan bahwa industri manufaktur Indonesia mengalami sedikit kontraksi dan angkanya tidak berubah karena melemahnya output, pesanan baru, dan tambahan lapangan kerja. Situasi ini mencerminkan lesunya pasar industri dan lapangan kerja.
Keterlambatan pekerjaan berkurang karena beban produksi perusahaan berkurang seiring dengan adanya pemotongan pesanan. Stok barang juga meningkat selama empat bulan berturut-turut. Yang mengkhawatirkan, kepercayaan terhadap prospek ekonomi masa depan juga merosot ke titik terendah dalam empat bulan.
S&P secara khusus memperingatkan bahwa PHK di masa depan mempunyai risiko. Akibat lesunya bisnis, perusahaan mengurangi jumlah pekerja di pabriknya. Ini merupakan ketiga kalinya dalam empat bulan terakhir perusahaan melakukan PHK.
PHK bisa meningkat dan PMI manufaktur bisa semakin melemah jika PT Sri Rejeki Isman TBK (Sritex) tidak menerima dukungan pemerintah untuk menyelamatkan pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara itu.
Sritax diketahui resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang pada Senin (21/10).
Kebangkrutan Sritax disebabkan oleh utang yang menggunung. Sritax mengalami masa kelam ketika mulai mencatat kerugian pada tahun 2021.
Kerugian yang terjadi setelah tahun 2021 setara dengan peningkatan utang Sritax dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sejak listing pada tahun 2011, utang perseroan meningkat 1.112,48% menjadi Rp 23,32 triliun pada tahun 2021, dan tercatat meningkat sebesar 42,17% dibandingkan tahun 2020.
Survei ILLINI NEWS
[email protected] (dilihat/ditonton) Tonton video di bawah ini: Prabowo: Lurus, Tak Bisa Ditawar!