Jakarta, ILLINI NEWS – Kasus penipuan komoditas timah di PT Timah (Persero) Tbk. Masih berlangsung (TINS) menampilkan Harvey Moise. Dalam sidang kemarin, jaksa menghadirkan kepala smelter swasta Tamron Ion sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi yang merugikan industri timah Rp 300 triliun.
Terdakwa Tamron mengungkapkan uang Rp 124,2 miliar ditransfer ke Harvey Moise melalui orang kepercayaan Harvey dan Helena Lim yang kaya raya. Terdakwa Helena Lim, Moktar Riza Pahlavi Tabrani selaku Presiden Direktur PT Timah Tbk 2016-2021 dan Emil Ermindra selaku CFO PT Timah Tbk 2016-2020, ia menjelaskan soal uang tersebut. Ketua subkomite ini adalah M. B. Gunavan dan P. T. Stanindo.
Pertama, Tamron Harvey menjelaskan tentang dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang ditanyakan Moise. Dia membayar utusan Harvey, Adam Marcos, untuk datang ke kantornya.
“Sempat Adam Marcos datang ke tempat saya dan bilang kalau dia punya bantuan pembiayaan CSR, kalau tidak salah nilainya Rp 2,2 miliar. Saya siapkan di kantor saya, uangnya untuk pembiayaan bantuan, saya tunjukkan. .Adam, aku ingin mendapatkannya, tapi aku tidak tahu, “Mungkin Adam membawa uang itu. Uangnya mungkin diserahkan, Adam, tapi uangnya saya siapkan di kantor,” kata Tamron, kata Detik di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (16/10).
Adam dikasih 2,2 miliar, tanya jaksa. Tamron kemudian mengakui hal itu benar dan tidak mengetahui apakah itu uang tunai atau penukaran.
“Iya, tapi waktu itu saya belum tahu apakah dia atau TU saya yang mentransfer uangnya,” jawab Tamron.
“Apakah itu maksudnya utusan Tuan Adam Harvey?” tanya jaksa.
“Benar,” jawab Tamron.
Tamron mengatakan, belum ada konfirmasi dari Harvey Moise setelah uang tersebut ditransfer. Dia tidak memberi tahu Harvey karena dia memercayai Adam.
Jaksa kemudian bertanya kepada Tamron soal kemunculan Adam Markosin. Tamron yakin Adam bekerja untuk Harvey.
“Saya tidak tahu siapa Adam, Pak Harvey, tapi saya tahu kalau Adam bersamanya, mungkin bersama Pak Harvey. Jadi saya tidak tahu siapa dia,” jawab Tamron.
Tamron mengaku pernah memberikan dana CSR kepada Harvey dalam bentuk uang tunai. Selain itu, menurut Tamron, dana CSR tersebut dibayarkan dengan cara mentransfer uang Helena Lim yang kaya raya, yakni PT Quantum, ke bursa Skyline.
Tamron mengaku menginvestasikan Rp122 miliar di money changer milik Helena Lim. Tamron mengatakan, jumlah tersebut untuk dana CSR yang diminta Harvey Moise.
“Berapa total yang dikirimkan PT Quantum Skyline Exchange dari CV Venus kepada Pak Harvey?” tanya jaksa.
“Umumnya saya tidak hitung karena itu bukan pasokan pak, jadi bertahap. Setiap produksi logam, kami komitmen bayar CSR, tapi kalau saya bayar CSR, saya bilang bantu. seperti itu” Saya dapat $500 per ton dengan dana CSR, Pak,” jawab Tamron.
“Berapa jumlah totalnya yang Anda ingat? Saya ingatkan, sudah ada di BAP,” kata jaksa.
“Benar, sesuai BAP,” jawab Tamron.
“122 miliar rupee?” tanya jaksa.
“Itu jumlahnya, bukan saya yang bilang jumlahnya, tapi saya jelaskan cara kerjanya. Saya bekerja dengan waktu produksi logam dari dana CSR yang saya keluarkan,” jawab Tamron.
Tamron mengatakan, pihaknya belum menerima pemberitahuan apa pun dari Harvey mengenai penggunaan dana CSR. Ia pun mengaku tidak mengetahui adanya dana keamanan yang terlibat dalam kasus tersebut.
“Tahukah Anda atau pernah diberitahu dana tersebut digunakan untuk apa? Apakah benar untuk CSR atau keperluan lain?” tanya jaksa.
“Saya tidak pernah bertanya, Tuan,” jawab Tamron.
Para tergugat dalam gugatan ini adalah: Helena Lim, Moktar Risa Pahlavi Tabrani, Presiden PT Timah Tbk 2016-2021, Emil Ermindra sebagai CFO PT Timah Tbk 2016-2020, MB Gunawan sebagai Presiden PT Stan Inti Perkasa. Meskipun Tamron juga merupakan terdakwa dalam kasus ini, persidangannya diproses sebagai kasus terpisah.
Berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Harvey Moise mewajibkan smelter swasta menggunakan dana keamanan sebagai dana CSR. Dana CSR tersebut disetorkan ke money changer milik Helena Lim yang diberikan kepada Harvey.
Jaksa menyebut kerugian ekonomi negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp300 triliun. Laporan ini berdasarkan laporan audit perhitungan belanja keuangan pemerintah dalam perkara timah Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tanggal 28 Mei. Biaya tersebut dihitung dari kerja sama PT Timah sebagai BUMN dan swasta tanpa penelitian dan kerusakan lingkungan.
“Negara ini punya Rp 300.003.263.938.131,14 atau 2015. Izin usaha pertambangan (IUP) Timah Tbk mengakibatkan kerugian keuangan masyarakat setidaknya sebesar tersebut, berdasarkan laporan audit perhitungan biaya keuangan masyarakat terkait dugaan korupsi perdagangan barang timah. nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024,” kata jaksa Helena Lim saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Harvey Moise dan Helena Lim tiba di Kantor Kejari Jakarta Selatan.