berita aktual Disebut Prabowo, Cerita saat Warga RI Sempat Disamakan dengan Anjing

Jakarta, ILLINI NEWS – Presiden Prabowo Subianto masih teringat racun pemerintahan kolonial di Indonesia saat berkunjung ke DAS Manggarai beberapa tahun lalu. Saat itu, ia menemukan jejak catatan kolonial yang menyebut masyarakat Indonesia lebih rendah dari anjing.

“Bahkan kita tergolong lebih rendah dari anjing. Banyak plang dan bola, papan bertuliskan ‘verboden voor honden en inlander’ (tidak boleh masuk bagi anjing dan warga negara),” kata Prabowo dalam pidato perdananya sebagai Ketua MPR. Rumah, Minggu.

Apa yang disampaikan Presiden Prabowo merupakan realitas sosial yang terjadi pada masa kolonial. Kedatangan Belanda benar-benar mengubah tatanan sosial kehidupan masyarakat.

Masyarakatnya pada awalnya bercampur, namun lambat laun berubah karena kebijakan pemerintah kolonial Belanda. Jadi, kita tahu bahwa pada masa penjajahan, masyarakat Indonesia terbagi menjadi tiga kelas warga negara.

Kelas pertama atau tertinggi adalah orang Eropa, disusul imigran Arab dan Cina. Yang terakhir dan terbawah adalah penduduk asli yang menjadi tuan rumah di negaranya sendiri. 

Dalam hubungan kelas, orang Belanda sering menyebut rekan senegaranya sebagai miliknya. “Inlander” sendiri merupakan istilah kasar untuk penduduk asli yang bisa disamakan dengan idiot dan idiot. Dengan kata lain, jangka waktunya harus terlalu pendek.

Akibat pembagian kelas warganya, pemerintah kolonial tidak membiarkan rakyatnya hidup sembarangan di negaranya. Mereka harus hidup dalam komunitas berdasarkan ras atau etnis. Dari sinilah muncul tempat-tempat yang disebut Kampung Melayu, Kampung Arab, Kampung Ambon, dll. 

Selain itu, mereka juga tidak bisa pergi ke tempat keramaian. Kemudian di depan pintu ada tulisan yang dibawa kembali oleh Prabowo: “Verboden voor honden en inlander” yang artinya “Anjing dan warga dilarang masuk”. Hanya orang Eropa, Jepang, Arab, dan orang asing lainnya yang boleh memasuki tempat dengan tulisan seperti itu. 

Pertanyaan ini sungguh sangat serius, karena masyarakat di negara ini diibaratkan anjing, hewan yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia. Artinya penduduk pribumi juga digolongkan najis oleh Belanda. 

Karena kemiripan antara anjing dan manusia, banyak pelaku kegiatan di negara ini yang juga disebut anjing.

Sukarno dianggap sebagai “anjing Jepang” atau “hewan peliharaan Jepang” oleh Belanda karena kedekatannya dengan pemerintah Jepang. Penulis W.R. Soepratman juga dipukuli oleh orang Belanda dan disebut “orang busuk!”

Diskriminasi sosial juga sangat terlihat di sektor ekonomi. Pada masa kolonialisme, bangsa Indonesia tidak menguasai perekonomian. Mereka hanya dijadikan tenaga kerja murah yang hanya dimanfaatkan oleh Belanda. 

Salah satu periode tergelap adalah periode ketika penanaman dipromosikan antara tahun 1830 dan 1870. Melalui kerja keras, pemerintah kolonial memperoleh cukup uang untuk mengisi kembali kas negara. 

Di sisi lain, Jan Breman dalam Colonial Profits from Forced Labour (2014) berpendapat bahwa kerja paksa mengubah kehidupan petani lokal. Mereka tidak lagi memiliki sawah sehingga melahirkan kemiskinan yang terorganisir. 

Untungnya Indonesia sudah merdeka. Klasifikasi sosial dan pemanggilan penduduk asli sebagai anjing juga menghilang.  (mfa/sef) Simak video berikut ini: Video: Informasi Niat Bisnis Produk Kehidupan Lokal Go Global

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *