JAKARTA, ILLINI NEWS – Komisi Pengaturan Persaingan Usaha (KPPU) telah menyampaikan Instruksi Presiden (Inpres) untuk mengatur kemitraan pemerintah sebagai salah satu fokus sektor keuangan ke depan. Kebijakan ini dinilai sebagai bagian dari rumusan strategi pembangunan Indonesia lima tahun ke depan.
Keberadaan Inpres tersebut digagas oleh Presiden KPPU M. Fansurullah Asa memaparkan kertas kebijakan Peta Jalan Strategi Pengendalian Kemitraan Indonesia 2024-2029 untuk pemerintah yang diwakili oleh Penasihat KPPU Burhanuddin Abdullah yang menjabat sebagai ketua. Presiden terpilih Prabowo Subianto dari Badan Permusyawaratan TKN, bersama penasihat KPPU lainnya Fuad Bawazier dan Sahala Beni Pasaribu di Kantor Pusat KPPU, Kamis (17/10). Turut menyaksikan penyerahan tersebut Anggota KPPU Budi Joyo Santoso dan Gopaprera Pangaben.
Ketua KPPU mengatakan kemitraan ini merupakan katalis investasi antara pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan usaha besar. Dengan 61,07% PDB, 97% tenaga kerja, dan 58,8% investasi pada tahun 2018, UMKM berkontribusi terhadap PDB dan menyadari bahwa peluang terciptanya kemitraan dalam perekonomian Indonesia sangat bagus. Jumlahnya besar, namun kontribusinya masih relatif kecil.
UMKM beroperasi secara mandiri dan kemitraan dengan industri hanya menguntungkan perusahaan besar, sementara transfer teknologi berjalan lambat. Presiden KPPU memberikan beberapa policy briefing kepada Presiden terpilih mengenai permasalahan ini.
“Dalam jangka pendek, diperlukan arahan presiden bagi pelaku usaha besar dan menengah untuk bermitra dengan pelaku usaha kecil dan mikro yang berada di bawah kendali KPPU. Perlu juga dibentuk badan koordinasi kemitraan nasional berdasarkan Pasal 34 UU. Nomor 20 Tahun 2008. Peraturan ini sudah berumur 16 tahun. “Tetapi dalam jangka panjang, kualitas ini penting untuk pertumbuhan ekonomi dan pemerataan. Sementara itu, undang-undang kemitraan khusus perlu dirancang dalam jangka menengah. Dan dalam jangka panjang diperlukan peta jalan kemitraan emas sesuai RPJPN 2024-2045,” kata Ifan, nama samaran Ketua KPPU dalam keterangan resmi, Jumat (18/10/2024).
Ekonom Indonesia Profesor Dr. Didin S. Damanhuri, SE, MS, DEA yang membantu KPPU menyiapkan kertas kebijakan peta jalan. Ia menjelaskan, mengidentifikasi faktor-faktor strategis penting untuk mengembangkan sistem pemantauan yang efektif terhadap program kemitraan bisnis di Indonesia. Penting untuk mempersiapkan analisis kesenjangan terhadap peraturan dan kebijakan yang teridentifikasi untuk mendapatkan gambaran hambatan dan peluang dalam mengembangkan mekanisme pemantauan program kemitraan usaha.
Berbagai analisis tersebut akan dituangkan dalam rancangan dokumen kebijakan sebagai bahan awal arahan strategis lima tahun untuk memulai kemitraan dunia usaha di Indonesia, yang akan diformalkan dalam bentuk arahan presiden. Fouad Bawazier memuji arahan Presiden tersebut sebagai langkah mendesak.
Berdasarkan arahan presiden, Burhanuddin Abdullah memerintahkan KPPU memusatkan penguasaan kemitraan terhadap 5.500 perusahaan besar atau berpotensi memusatkan usahanya. Benny Pasaribu menambahkan UU No 125 sebagai langkah KPPU mencapai target sekitar 65 ribu perusahaan besar dan menengah. Pada tahun 20/2008 implikasinya terhadap kemitraan benar-benar dapat berjalan, karena perusahaan membutuhkan kemitraan agar lebih efisien.
Lebih lanjut Goprera menjelaskan, tantangan bagi KPPU adalah KPPU dapat melakukan kontrol lebih besar pada seluruh sektor yang jumlah UKMnya mencapai 64,1 juta orang.
“Dengan lebih banyak kontrol maka kesenjangan akan berkurang dan ketimpangan ekonomi akan terkoreksi. Karena seluruh pelaku usaha akan tumbuh dan berkembang dengan menerapkan prinsip kemitraan yang setara dan saling menguntungkan,” jelas Gopera.
Hal ini tentu tidak mungkin terjadi karena terbatasnya mandat dan anggaran KPPU. Untuk itu KPPU memerlukan dukungan berbagai pihak dan salah satunya menyelaraskan konsep kemitraan dengan Presiden Asta City 2024-2029.
(Bull/Bull) Simak video berikut: Video: Menteri Marurar bidik turunkan harga rumah Artikel Selanjutnya KPPU Butuh Perubahan Kelembagaan.