Jakarta, ILLINI NEWS – Program Makan Gratis Bergizi (MBG) resmi dimulai pada Senin (6/1/2025). Program andalan Presiden Prabowo ini didukung anggaran sebesar Rp71 triliun dari APBN 2025 yang tersebar di 190 titik di 26 provinsi Indonesia mulai dari Aceh, Sumatera Barat, hingga Papua Selatan.
Program yang dirancang untuk memberikan makanan bergizi kepada ibu hamil, ibu menyusui, bayi, dan anak sekolah ini bukan kali pertama dilakukan di Indonesia. Artinya, Presiden Prabowo bukanlah pemimpin Indonesia pertama yang menerapkan aturan tersebut.
Sejarah mencatat, jauh sebelum MBG diluncurkan, pemerintah telah mencanangkan program serupa bernama PMT-AS pada tahun 1990-an. Apa itu PMT-AS?
PMT-AS merupakan kependekan dari Pemberian Makanan Tambahan kepada Anak Sekolah yang diluncurkan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1991. Mengutip publikasi Mensesneg, program PMT-AS diluncurkan sebagai solusi mengatasi tingginya angka gizi buruk. Sekolah. Anak-anak di Indonesia, khususnya di daerah tertinggal, menyebabkan angka putus sekolah semakin tinggi.
Saat itu, pemerintah Indonesia melakukan PMT-AS di 11 provinsi. Mulai dari Aceh, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Utara hingga Irian Jaya. Total penerima mencapai 41.769 orang.
Dalam pelaksanaannya, menu makanan PMT-AS mengacu pada produk pertanian negara tempat sekolah tersebut berada, yang kemudian disulap menjadi sarapan pagi, bukan makanan berat seperti nasi dan lauk pauk. Artinya setiap sekolah akan mendapat menu yang berbeda-beda.
Pemerintah hanya memberikan beberapa ketentuan, antara lain: 1) mencapai 200-300 kilokalori (kkal) termasuk 5 gram protein, 2) Rp 250 untuk wilayah Indonesia Barat dan Rp 350 untuk wilayah Indonesia Timur Sesuai anggaran, 3 ) Tidak menggunakan pangan olahan yang didatangkan dari dalam kota, seperti susu bubuk, susu kaleng, karton susu, mie instan, roti dan kue.
Selain makanan, pemerintah juga memberikan obat cacing dan tablet zat besi kepada setiap anak. Tujuannya adalah untuk mencegah anemia dan mencukupi kadar zat besi dalam tubuh setiap anak. Program tersebut akan diberikan selama 9 bulan selama kegiatan belajar mengajar yang melibatkan guru, orang tua dan kader PKK.
Dalam kumpulan artikel bertajuk Kependudukan dan Pembangunan (2020) diketahui program tersebut berhasil mengatasi masalah gizi buruk. Faktanya, siswa telah menunjukkan minat positif yang terlihat dari berkurangnya ketidakhadiran di kelas. Atas dasar itulah kebijakan program PMT-AS diperluas ke seluruh Indonesia.
Tim penulis menyampaikan, “Setelah program ini terbukti berhasil, khususnya untuk mengurangi angka ketidakhadiran siswa serta meningkatkan minat belajar, maka cakupan program PMT-AS kembali diperluas”
Saat itu, urgensi perluasan program juga semakin meningkat setelah survei Kementerian Sosial menyebutkan tidak kurang dari 40% anak di Indonesia menderita gizi buruk, terutama di pedesaan dan keluarga miskin. Laporan Dharmasena (Maret 1996) mengungkapkan bahwa jumlah anak sekolah yang mengalami gangguan perkembangan pada tahun 1994 berkisar antara 13,6% hingga 43,7%. Survei dilakukan terhadap 600 ribu anak sekolah dasar/mil di 27 provinsi.
Oleh karena itu, Presiden Soeharto mengeluarkan Inpres Nomor 1 Tahun 1997 tentang Program Makanan Tambahan Bagi Anak Sekolah.
Peraturan tersebut berbunyi, “Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) merupakan gerakan nasional yang dilaksanakan di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiya (SD/MI) negeri dan swasta yang didirikan oleh pemerintah.”
Implementasi program ini serupa dengan yang diuji pada tahun 1991. Perbedaannya hanya pada frekuensi pemberian makanan tambahan. Awalnya per hari pelajaran (5 hari), sekarang dilakukan tiga kali seminggu.
Menteri Dalam Negeri Yogi SM menyampaikan, pemberian makanan tambahan kepada siswa SD/MI akan dilakukan tiga kali dalam seminggu. Bentuk dan jenis makanan yang disajikan kepada anak-anak tersebut bukanlah makanan lengkap seperti nasi dan lauk, melainkan snack atau jajanan. tulis Majalah Dharmasena.
Meski terjadi perubahan, namun secara statistik jumlah peserta PMT-AS mengalami peningkatan. Pada tahun 1996/1997, terdapat 16.800 satuan SD/MI dengan 2,1 juta siswa yang mengikuti program tersebut.
Pada tahun 1998/1999 angka ini meningkat menjadi 6,87 juta siswa dan 47.900 unit sekolah. Pada titik ini, cakupan program PMT-AS tidak hanya mencakup siswa yang tinggal di daerah miskin. Namun, bahkan bagi mereka yang tinggal di wilayah kategori tidak miskin.
Meski demikian, program PMT-AS bukannya tanpa kekurangan. Indonesia Corruption Watch menyebut adanya dugaan korupsi penyalahgunaan dana PMT-AS karena tidak adanya kontrol yang lebih besar dalam penyelenggaraannya. Apalagi di banyak sekolah ditemukan menu makanan yang tidak sesuai dengan anggaran pemerintah. Namun, tidak ada penyelidikan lebih lanjut atas tuduhan tersebut.
Ketika rezim berganti, program PMT-AS dilanjutkan oleh beberapa presiden berturut-turut. Tentu saja fokus dan tujuannya juga berubah. Misalnya saja pada tahun 2010, program PMT-AS difokuskan pada wilayah yang angka gizi buruknya masih tinggi.
Namun kini program PMT-AS telah menjelma menjadi program makan siang bergizi gratis yang banyak diberikan kepada setiap anak sekolah, ibu menyusui, dan ibu hamil. (MFA/MFA) Simak video berikut ini: Video: Lagu tentang potensi bisnis produk perawatan rambut lokal yang mendunia