Indonesia ILLINI NEWS Jakarta – Masyarakat di negara tropis kerap terserang penyakit khas, salah satunya malaria. Disebabkan oleh nyamuk Anopheles, penyakit ini membuat penderitanya sakit. Kematian yang tak terhitung jumlahnya akibat malaria.
Sayangnya, pengobatan malaria berjalan lambat. Satu-satunya obat yang tersedia pada tahun 1950an adalah klorokuin. Namun obat ini sudah tidak tersedia lagi karena sudah dinyatakan resisten terhadap parasit Plasmodium yang ditularkan oleh Anopheles.
Semua ini jelas membingungkan banyak orang. Semua penduduk tropis bisa meninggal karena malaria. Untungnya, kekhawatiran ini dapat diatasi oleh seorang ahli herbal yang menemukan “harta karun” berupa petunjuk resep kuno setelah membaca buku Tiongkok berusia ribuan tahun. Dimulai dengan membaca buku-buku Tiongkok kuno
Nama dukunnya adalah Tu Youyou. Wanita berusia 39 tahun ini sudah tertarik mempelajari berbagai pengobatan tradisional Tiongkok atau jamu sejak kecil. Apapun nama penyakitnya, dia akan menggali resep kuno dan mempraktikkannya pada pasien.
Eksperimen tersebut kemudian menarik perhatian Presiden Tiongkok Mao Zedong. Pada tahun 1950-an, Mao sakit kepala karena negaranya dilanda penyakit malaria. Obat-obatan tidak bisa menyembuhkan. Hasilnya, dia menciptakan Proyek rahasia 523, yang melibatkan seorang ahli herbal bernama Tu Youyou.
Selama penugasannya, ia ditugaskan untuk menemukan resep berdasarkan sekumpulan tulisan Tiongkok kuno. Sebagai pemahaman, Tiongkok merupakan salah satu peradaban tertua dan termaju di dunia. Berbagai aktivitas tercatat rapi dalam buku. Jadi, bisa dibayangkan berapa banyak buku kuno yang telah diubah Tu Yoyo menjadi halaman-halamannya.
Forbes mengatakan dia mengumpulkan 2.000 obat tumbuhan dan hewan. Di antara 2.000 buku, dia membuka halaman-halaman halus satu per satu dan membacanya secara mendetail, menemukan petunjuk tentang “harta karun” yang akan mengalahkan malaria.
Hari demi hari, ia akhirnya menyisihkan 640 buku kuno. Di antara ratusan buku terdapat kunci penelitian. Buku itu ditulis di atas kain sutra yang berasal dari tahun 168 SM. Ini adalah penyakit mirip malaria modern yang telah berhasil diobati dengan obat yang disebut qinghao.
Setelah menemukan petunjuk penting tersebut, Tu bergegas mengujinya di laboratorium. Sekali lagi, dia bereksperimen dengan metode yang diambil dari buku-buku Tiongkok. Kali ini ia mengacu pada metode seorang dokter bernama Ge Hong yang hidup pada abad ke-4 SM.
Sebelumnya, mengutip penelitian From Bedside to Bedside: Youyou Tu 2011 Lasker Prize Winner (2011), Tu tidak selalu memakai antiretroviral karena kesalahan pengujian. Namun setelah mengikuti cara Dr. Ge Hong, zat tersebut bisa didapatkan.
Dari sana, obat antivirus Qinghao berhasil diuji pada tikus dan monyet. Setelah sukses, Qinghao diuji pada manusia dan juga berhasil. Semua pengujian telah membuktikan bahwa zat yang diambil dari buku Tiongkok kuno ribuan tahun yang lalu ini efektif melawan malaria.
Pada tanggal 4 Oktober 1971, Tu mengumumkan hasilnya kepada publik, dan industri farmasi mulai memproduksi secara massal penyakit malaria dari Alkitab berbahasa Mandarin. Sejak saat itu, “kiamat” tidak lagi menimpa warga negara-negara tropis dunia.
Pengobatan malaria memiliki tingkat keberhasilan yang sangat tinggi. Setelah menemukan “harta karun” dalam buku-buku Tiongkok kuno, Tu diundang oleh banyak lembaga penelitian. Selain itu, ia telah memenangkan banyak penghargaan.
Puncaknya terjadi pada tahun 2015 saat ia meraih Hadiah Nobel Kedokteran dan menerima uang tunai sebesar Rp 15 miliar. Hal ini menjadikannya seorang herbalis dan orang Tiongkok pertama yang menerima penghargaan tertinggi dalam dunia medis. .