illini berita Ternyata Begini Awalnya Bule Cebok Pakai Tisu, Bukan Air

Jakarta, ILLINI NEWS – Salah satu hal yang sering membuat banyak orang Indonesia merasa tidak nyaman menggunakan toilet saat bepergian ke negara-negara Barat adalah tidak adanya air untuk menyiram toilet. Sebab, seperti diketahui, alih-alih menggunakan air untuk membersihkan area intim, bule justru menggunakan kain.

Perlu diketahui bahwa kebiasaan bersih-bersih setelah buang air besar sudah ada sejak lama. Tapi, tentu saja, pada zaman dahulu tidak ada kain. Pada zaman dahulu, orang membersihkan kotoran menurut adat istiadat dan kondisi iklim. Hal ini dapat dilakukan dengan air, dedaunan, rumput, batu atau hanya dengan tangan.

Seperti yang terjadi di Roma pada abad ke-6 SM. Warga memanfaatkan batu untuk cebok. Atau masyarakat Timur Tengah yang menggunakan air untuk membersihkan diri dari kotoran karena sesuai ajaran agama.

Dalam penelitian “Kebersihan Toilet di Era Klasik” (2012), penggunaan kain sebagai penghilang kotoran pertama kali ditemukan di Tiongkok, bukan di dunia Barat. Saat itu, bangsa Tiongkok berhasil menciptakan kain sebagai pengembangan lebih lanjut dari kertas, yang juga pertama kali ditemukan di negeri Tirai Bambu.

Jejak pertama dari tisu toilet muncul di Barat pada abad ke-16. Penulis Perancis Francois Rabelais adalah orang pertama yang menyebutkan tisu toilet. Itupun, kata dia, tidak efektif bila cebok digunakan.

Lantas jika dikatakan tidak efektif, mengapa tisu toilet masih terus digunakan oleh masyarakat Barat atau masyarakat yang tinggal di iklim non tropis?

Menurut situs Buzz Feed, faktor cuaca menjadi alasannya. Tentu saja karena cuacanya yang dingin, masyarakat di sana tidak mau menyentuh air tersebut. Tidak masalah apakah itu berenang atau tidur. Sedangkan masyarakat tropis sangat tidak keberatan jika bersentuhan dengan air. Padahal, jika seseorang tidak terkena air, maka ia akan merasa hangat.

Berdasarkan hal tersebut terdapat perbedaan antara kedua komunitas dalam penggunaan media cebok. Masyarakat barat atau masyarakat di daerah beriklim dingin umumnya menggunakan bahan kain. Sedangkan sisanya menggunakan air. Selain itu, penggunaan air untuk tsebuk juga sejalan dengan ajaran agama, baik Islam maupun Hindu.

Seperti dilansir CNN International, popularitas kain sebagai alat cuci di masyarakat non-tropis berbarengan dengan maraknya pabrik kain, terutama setelah tahun 1890-an. muncul inovasi baru yaitu kain gulung.

Namun selain faktor iklim, ternyata ada alasan lain yang juga mempengaruhi hal tersebut, yaitu kebiasaan konsumsi. Orang bule yang umumnya mengonsumsi makanan rendah serat, menghasilkan lebih sedikit limbah dan sedikit air, sehingga hanya membersihkan dengan kain.

Sedangkan orang Asia, Afrika, dan sebagian orang Eropa justru sebaliknya. Mereka sering mengonsumsi makanan tinggi serat, yang menghasilkan lebih banyak limbah dan air. Hal ini menjadikan metode air sebagai cara terbaik untuk membersihkan kotoran.

Meskipun ada perbedaan antara tim cebok yang menggunakan air atau kain, penelitian menunjukkan bahwa cebok menggunakan air yang lebih bersih. Kotoran yang mengandung bakteri dan kuman dapat hilang seluruhnya.

Namun mencuci dengan kain sulit untuk ditinggalkan karena sudah melekat pada budaya dan mengakar secara turun temurun. Oleh karena itu, orang bule atau orang yang beriklim dingin pada umumnya terbiasa mencuci dengan serbet saja.

(hsy/hsy) Simak videonya di bawah ini: Video: Perjalanan Shin Tae Yong Bersama Timnas Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *