JAKARTA, ILLINI NEWS Indonesia – Media keuangan dan bisnis Amerika Serikat, Forbes, menempatkan keluarga Widjaja sebagai orang terkaya keempat di Indonesia pada tahun 2024. Mereka tercatat memiliki aset US$18,9 miliar atau Rp305 triliun.
Beberapa aset keluarga Vidjaja berasal dari Senar Mass Group yang kini dikelola oleh Frankie Osman Vidjaja. Namun kesuksesan Grup Sunar Mas saat ini tak lepas dari kerja keras pendirinya, Eka Tjapata Vidjaja, yang rupanya mengawali usahanya dengan berjualan sembako. Mulailah dengan menjual bahan makanan
Eka berasal dari Fujian, Tiongkok. Pria bernama asli Oei Ek Tjhong ini diboyong ayahnya dari Indonesia untuk mengadu nasib ke Makassar. Di komunitas baru, dia membantu ayahnya berjualan bahan makanan dari rumah ke rumah.
Ketika beranjak dewasa, Eka mulai menjual dirinya. Dia adalah seorang pedagang kelontong dan membeli dan menjual babi. Babi dijual kepada tentara Jepang di Makassar. Selain itu, Ekka juga menjual roti, sirup, limun, dan biskuit.
Semuanya dijual door to door. Namun, terkadang ia juga menjual ke pulau lain. Tercatat, ia pernah berdagang di Pulau Seliar yang berjarak 157 km.
“Tahun 1950an mulai berjualan kopra di Pulau Seliar,” tulis Sam Sitiotama dalam Tokoh Etnis Tionghoa Indonesia (2008).
Setelah lama tinggal di Sulawesi, Eka pindah ke Surabaya. Di sana dia menjual dengan cara yang berbeda, yaitu. dijual di bawah harga pasar. Misalnya, dia selalu menjual hasil pertanian seharga Rs9,5. Padahal harga aslinya mencapai Rp 10.
Eka mengira dia tersesat. Namun karena cara ini, ia bisa menarik lebih banyak pelanggan, sehingga secara matematis ia bisa mendapatkan keuntungan lebih banyak dibandingkan kompetitornya. Keuntungan inilah yang menjadi modal berdirinya CV Sinar Mas pada tahun 1960an.
Awalnya Eka membangun Sunar Mass sebagai perusahaan ekspor-impor produk pertanian dan tekstil. Bisnisnya menjadi makmur dan berkembang. Namun, titik balik kesuksesan Ekka terjadi ketika ia berjualan minyak goreng. Pada tahun 1969, Eka menginvestasikan Rp 800 juta di bawah bendera perusahaan PT Airline Plantation Sumcama Padang Halaban.
Nama mereknya adalah Bimoli yang artinya Bitung Manado Mafuta.
Masuknya Eka ke bisnis minyak goreng sawit merupakan upaya awal menggantikan minyak sawit sebagai minyak goreng dengan kelapa.
Awalnya membuka ladang minyak seluas 10 hektar di Riau, dan secara bertahap perusahaan mengelola 138.000 hektar perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan menguasai 60 persen pasar minyak goreng.
Dalam perjalanannya, Eka Tjipta Widjaja bekerja sama dengan Sudono Salim memproduksi oli untuk merek Firma dan Kunci Mas. Namun lambat laun, pemiliknya berganti karena masalah bisnis.
Bumoli, mantan Ekka, diambil alih oleh Salim. Sedangkan Filma dan Kanchi Mas dimiliki oleh Eka. Pada akhirnya nama Eka melejit sebagai pemain pertama industri sawit era Orde Baru mengalahkan Sodono Salem.
“Salim tidak pernah menjadi pemain pertama di bidang kelapa sawit, namun inilah bidang yang menjadi fokus kelompok (Salim) setelah jatuhnya Soeharto,” tulis Richard Bursk dan Nancy Chung dalam Salim Group karya Liem Sioe Liong (2016).
Selain berbisnis di industri kelapa sawit, bisnis pulp cinar juga merambah ke sektor lain. Mulai dari properti, bank hingga pertambangan. Semua ini membuat tukang emas Moss dan Eka semakin bersinar. Eka sendiri merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia.
Sepeninggalnya pada tahun 2019, bisnis manufaktur emas dikuasai oleh putranya Frankie. Kini Sinar Mas bersinar terang dengan menempatkan keluarga Widjaja di urutan keempat orang terkaya di Indonesia. (mfa/mfa) Simak video berikut: Video: Perkuat Perbankan, Amanah LPS Setara LPS di Negara Maju Artikel Berikutnya Pria Indonesia Beraset Rp 140 Triliun Siap Hidup di Tengah Masyarakat Miskin.