Jakarta, ILLINI NEWS – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat lebih dari 1% pada akhir perdagangan Kamis (14/11/2024), di tengah memburuknya sentimen pasar global pasca data inflasi terbaru Amerika Serikat (AS) yang menghangat. naik lagi.
IHSG ditutup melemah 1,29% pada 7.214,56. IHSG kembali terkoreksi hingga ke level psikologis 7200 pada akhir perdagangan hari ini.
Nilai transaksi indeks hari ini mencapai sekitar Rp 10,9 triliun yang mencakup 23,1 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 173 saham menguat, 431 saham melemah, dan 182 saham stagnan.
Tercatat hampir seluruh sektor berada di zona merah pada akhir perdagangan hari ini, kecuali sektor teknologi yang masih mampu bergairah hingga mencapai 1,27%. Sektor properti menjadi penekan terbesar IHSG hingga mencapai 1,78%.
Sementara dari sisi saham, emiten energi baru terbarukan (EBT) Prajogo Pangestu PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi penekan terbesar IHSG dengan mencapai 13,2 poin indeks.
Selain itu, ada raksasa perbankan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan emiten telekomunikasi PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang juga membebani IHSG dengan masing-masing menguat 11,6 dan 5,7 poin indeks.
IHSG kembali melemah di tengah kenaikan inflasi Amerika Serikat (AS) pada periode Oktober 2024, setelah sempat mengalami penurunan selama beberapa bulan terakhir.
Indeks Harga Konsumen (CPI) AS kembali naik pada Oktober 2024, mencapai 2,6% year-on-year (y-o-y) dari 2,4% pada bulan sebelumnya. Kenaikan ini merupakan yang pertama dalam tujuh bulan terakhir, yakni Maret-September 2024. Inflasi terus menurun.
Sementara itu, CPI inti Negeri Paman Sam di bulan Oktober tercatat sebesar 3,3% (secara tahunan), atau sama dengan bulan sebelumnya.
Secara bulanan, inflasi inti akan mencapai 0,2% pada Oktober 2024 atau keduanya pada bulan September. Sama dengan inflasi headline bulanan.
Kondisi ini diperparah dengan hasil pemilu Amerika yang dimenangkan oleh Donald Trump. Kebijakan perdagangan proteksionis dan tarif tinggi Trump dinilai menyebabkan tekanan inflasi lebih tinggi akibat kenaikan biaya impor.
Bagi Indonesia, peningkatan inflasi ini merupakan sebuah tanda bahaya. Jika inflasi AS terus meningkat, maka kemampuan bank sentral AS (Federal Reserve/Fed) untuk memangkas suku bunga secara agresif akan hilang. Kondisi ini dapat menyebabkan arus modal keluar dan mengurangi kemampuan Bank Indonesia (BI) dalam menurunkan suku bunga BI.
Tak hanya itu, masih kuatnya dolar AS dan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS juga membebani IHSG sehingga mendorong investor asing terus membukukan jual bersih hingga kemarin.
Indeks Dolar AS (DXY) ditutup pada 106,505. Posisi tersebut merupakan yang tertinggi sejak 1 November 2023 atau lebih dibandingkan tahun lalu.
Kenaikan indeks dolar menunjukkan bahwa investor kembali mencari dolar dan meninggalkan instrumen berdenominasi non-dolar.
Kondisi ini diperparah dengan kenaikan imbal hasil Treasury AS secara tiba-tiba. Imbal hasil Treasury AS 10-tahun melonjak menjadi 4,43% pada perdagangan kemarin, atau tertinggi sejak 1 Juli 2024.
Kedua kondisi di atas mencerminkan investor kembali beralih ke pasar keuangan Negeri Paman Sam, sehingga sarana investasi di negara berkembang seperti Indonesia ditinggalkan dan melemah.
RISET ILLINI NEWS
[email protected] (chd/chd) Simak video di bawah ini: Video: Bos BEI: Pasar Saham Indonesia Sangat Kompetitif Secara Global Artikel Selanjutnya Saham IHSG Euforia Kembali ke 7300