Jakarta, ILLINI NEWS – Indonesia bertujuan menjadi industri farmasi terkemuka di Asean. Tujuan tersebut bukan tanpa alasan, pembentukan Holding BUMN Farmasi menjadi senjata untuk mencapai tujuan tersebut.
Seperti diketahui, Kementerian BUMN RI telah menyetujui beroperasinya Holding Farmasi pada awal tahun 2020. Bio Farma sebagai induk perusahaan yang sahamnya masih 100% milik negara terdiri dari PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk. Setelah tahun 2022, PT Inuki (Persero) akan ikut bergabung dalam pesanan tersebut.
Shadiq Akasya, CEO Bio Farma Group, mengatakan motivasi pendirian peternakan tersebut adalah tren sektor kesehatan global dan penyakit di negara berkembang sehingga membutuhkan solusi yang lebih komprehensif bagi konsumen.
Hal ini sejalan dengan tren kesehatan masa depan yang mengharuskan sektor kesehatan tidak hanya terbatas pada pengobatan dan pencegahan saja, namun sudah mulai merambah ke layanan kesehatan.
Selain itu, sinergi ketiga BUMN yang tergabung dalam grup Bio Farma ini dapat menekan impor bahan baku farmasi atau bahan aktif farmasi (API) dari 90% menjadi 75%, dan dengan kepemilikan saham tersebut diharapkan produk farmasi dapat dipasarkan. diimpor secara merata di seluruh dunia dan dapat menginspirasi inovasi di kalangan pemegang obat untuk menciptakan produk baru.
Sadiq menjelaskan, saat ini Bio Farma telah mengambil beberapa langkah strategis untuk memaksimalkan potensi anak perusahaannya. Perusahaan telah mengintegrasikan rantai pasokan antar perusahaan untuk mengefektifkan operasional dan fokus pada setiap kompetensi inti. Bio Farma memimpin produksi vaksin, Kimia Farma dalam distribusi dan pelayanan farmasi, dan Indofarma dalam produksi produk teknologi medis.
Strategi lainnya adalah pengembangan produk baru di bidang biofarmasi, alat kesehatan dan suplemen nutrisi, digitalisasi sistem manajemen rantai pasok, serta ekspor vaksin dan alat kesehatan. Selain itu, Bio Farma juga memperkuat kerja sama dengan pihak swasta guna memperluas akses pasar dan mempercepat inovasi.
“Tujuan kami adalah menjadi pemimpin di pasar farmasi Asean, meningkatkan kontribusi ekspor, dan mencapai efisiensi operasional yang lebih tinggi di seluruh anak perusahaan,” kata Shadiq kepada ILLINI NEWS, Selasa (10/8/2024).
Pencapaian tersebut tidak lepas dari dukungan Kementerian BUMN untuk mempercepat transformasi BUMN. Hingga saat ini, Kementerian BUMN dinilai telah menangani pengelolaan strategis dan pemantauan kinerja perusahaan farmasi pelat merah guna mencapai tujuan sesuai rencana jangka panjang.
Kementerian BUMN juga berupaya aktif mendorong kerja sama antara perusahaan farmasi dan mitra global dalam pengembangan vaksin, obat-obatan, dan alat kesehatan, khususnya terkait pandemi.
Dari sisi finansial, Kementerian BUMN menggandeng kementerian terkait seperti Kementerian Kesehatan dan terus memberikan dukungan politik dan anggaran bagi pengembangan penelitian, produksi, dan distribusi vaksin dan obat-obatan.
“Kementerian BUMN juga berperan aktif, khususnya dalam mendorong restrukturisasi keuangan dan operasional anak perusahaan grup farmasi, termasuk Indofarma dan Kimia Farma, untuk mengatasi masalah likuiditas dan efisiensi,” ujarnya.
Potensi pasar
Para evaluator memperkirakan Bio Farma memiliki potensi ceruk pasar yang besar. Bahkan tidak hanya di Indonesia, Bio Farma diyakini mampu berkembang pesat di pasar global.
Pakar ekonomi sekaligus CEO Segara Research Institute, Piter Abdullah mengatakan, pembentukan holding ini merupakan langkah besar pemerintah untuk memanfaatkan peluang tersebut.
“Kemarin ada kendala dalam restrukturisasi anak perusahaan seperti Indofarma dan Kimia Farma, sehingga ini harus menjadi terobosan besar bagi kami untuk melakukan akuisisi guna memanfaatkan potensi pasar kami yang sangat besar,” kata Piter.
Lebih lanjut, Pengamat BUMN Datanesia Institute Herry Gunawan mengatakan nilai ekonomi peluang usaha di sektor ini diperkirakan mencapai Rp 200 triliun di atas.
“Saat ini defisit industri farmasi terus membesar. Misalnya pada tahun 2022 defisit mencapai 868 juta dolar. Ini juga merupakan pasar potensial yang bisa diisi oleh Bio Farma. Kemampuan kita dalam memproduksi obat masih sangat lemah,” jelas Herry.
Pada masa rezim Prabowo-Gibrani, industri farmasi juga melihat masa depan cerah. Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan hal tersebut sejalan dengan visi dan misi presiden mendatang yang mengutamakan pengembangan sumber daya manusia.
“Prospek dunia kedokteran di Indonesia sangat baik, apalagi jika melihat visi dan misi presiden terpilih yang mengutamakan program kesehatan dan kemudahan masyarakat mengakses berbagai layanan asuransi kesehatan,” kata Wijayanto.
Melihat pengalaman berbagai negara, ketika suatu negara beralih dari negara berpendapatan menengah ke negara berpendapatan tinggi, seperti Indonesia, belanja layanan kesehatan, termasuk obat-obatan, meningkat sangat pesat baik secara relatif maupun nominal.
Dengan demikian, Bio Farma berpotensi menjadi pemain besar, asalkan pergantian perusahaan segera rampung. Hal ini termasuk mengakhiri politisasi manajemen, menyelesaikan reformasi organisasi, merasionalisasi perusahaan yang tidak diperlukan dan meningkatkan Good Corporate Governance (GCG). (mkh/mkh) Simak video di bawah ini: Video: Mau Bayar Utang, Indofarma Siap Aset Perusahaan Lego Artikel berikutnya Indofarma (INAF) Dinyatakan Kriminal, Wamen BUMN Akui Penipuan