JAKARTA, ILLINI NEWS – Ketegangan geopolitik global mulai mengguncang perekonomian dunia. Ketegangan ini juga turut menyebabkan runtuhnya industri manufaktur di berbagai negara.
Ketegangan geopolitik antara Barat dan Rusia di Eropa serta pemanasan di Timur Tengah (Middle East) memberikan dampak yang mendunia.
Baru-baru ini, Presiden Rusia Vladimir Putin menekankan pentingnya kekuatan strategis yang modern dan siap digunakan dalam menghadapi meningkatnya ketegangan geopolitik dan ancaman eksternal baru.
“Dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan munculnya ancaman eksternal baru, penting untuk memiliki kekuatan strategis yang modern dan selalu siap,” kata Putin saat mengumumkan latihan tersebut, dilansir Reuters.
Terakhir, Rusia melakukan uji coba rudal jarak jauh pada Selasa (29/10/2024) untuk mensimulasikan respons nuklir besar-besaran terhadap kemungkinan serangan musuh.
Latihan tersebut berlangsung dalam konteks perang Rusia-Ukraina yang semakin rumit, di mana Moskow khawatir akan dukungan Barat terhadap Kiev dalam hal senjata jarak jauh. Dalam latihan ini, Rusia melibatkan “trinitas nuklirnya”, yaitu rudal yang diluncurkan dari darat, laut, dan udara.
Sementara di Timur Tengah sendiri, Israel melancarkan serangkaian serangan udara militer terhadap Iran pada Sabtu pagi (26/10/2024).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Indonesia Bapak Mulyani Indrawati mengatakan mulai Oktober 2024, risiko ketidakpastian pasar keuangan global akan kembali meningkat.
Ketegangan antara Israel dan tidak hanya Palestina, tetapi Hizbullah telah berujung pada serangan ke Lebanon bahkan berujung pada konflik geopolitik langsung dengan Iran, jelasnya.
“Dan pertumbuhan ini cukup tinggi secara geopolitik sehingga mempengaruhi dinamika keuangan global,” kata Mulyani.
Dampak geopolitik terhadap dunia
Rantai pasokan global tampaknya terganggu ketika ketegangan geopolitik meningkat.
Dikutip dari S&P Global, meskipun perusahaan masih tertarik pada keterlibatan ekonomi lintas batas, gerakan anti-globalisasi menimbulkan ancaman terhadap pertumbuhan ekonomi dan hubungan internasional.
Dunia yang diatur oleh globalisasi dan geoekonomi selama beberapa dekade dengan cepat berubah menjadi dunia berdasarkan risiko geopolitik. Guncangan yang terus terjadi, seperti konflik Rusia-Ukraina, telah secara terus menerus dan signifikan merestrukturisasi struktur dan hubungan global hingga tahun 2024.
Risiko geopolitik dapat mempengaruhi prospek perekonomian global, mempengaruhi pertumbuhan, inflasi, pasar keuangan dan rantai pasokan. Konsumsi, daya beli dan ekspor.
Konflik, seperti perang Rusia-Ukraina dan perang Israel-Hamas, meningkatkan ketidakstabilan regional dan mempengaruhi ketahanan energi dan pangan, dimana kenaikan harga menyebabkan tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Hubungan antara Amerika Serikat dan Tiongkok berpotensi mempengaruhi pola pasokan dan biaya tarif, karena pemerintah di kawasan Asia-Pasifik menerapkan strategi untuk memastikan akses terhadap mineral penting.
Ketegangan geopolitik memberikan tekanan pada industri konstruksi
Di tengah terguncangnya rantai pasok global, tingkat permintaan global dan domestik suatu negara juga relatif rendah. Akibatnya, industri pengolahan/manufaktur nampaknya terus menurun.
Di Indonesia, industri konstruksi sejauh ini belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
Perekonomian manufaktur Indonesia mengalami sedikit penurunan aktivitas pada bulan Oktober. Produksi, pesanan baru dan lapangan kerja turun sedikit karena laporan memburuknya kondisi pasar.
Data terakhir menunjukkan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober 2024 berada di 49,2 dalam wilayah kontraksi selama empat bulan berturut-turut.
Panelis mencatat adanya penurunan permintaan pasar, dan daya beli konsumen dilaporkan semakin menurun. Situasi ini umum terjadi di pasar domestik dan internasional, dengan penurunan pesanan ekspor baru selama delapan bulan berturut-turut (walaupun kecil) karena ketidakpastian geopolitik.
Selain itu, aktivitas pembelian terus menurun, memperpanjang periode penurunan saat ini menjadi empat bulan. Penurunan terbaru ini terkait dengan melemahnya pesanan dan produksi baru. Kinerja rata-rata pemasok meningkat (walaupun hanya sedikit) untuk pertama kalinya sejak bulan Mei, seiring dengan berkurangnya permintaan terhadap bahan baku. Ketersediaan inventaris yang lebih cepat dibuktikan dengan pemasok dan waktu pemenuhan pesanan di bulan Oktober.
Demikian pula sebagian besar negara ASEAN masih berada dalam wilayah kontraksi (angka PMI manufaktur berada di bawah 50).
Misalnya, di Myanmar, PMI manufaktur adalah 48,4 pada bulan Oktober 2024, dengan pesanan baru dan produksi menurun sejak bulan September.
Perlu dicatat bahwa bisnis baru hanya mengalami sedikit kontraksi. Penurunan lebih lanjut dalam inflasi harga input menyebabkan kenaikan harga output yang jauh lebih lambat. Survei tersebut juga menemukan sedikit penurunan dalam aktivitas pembelian. Selain itu, beberapa perusahaan meningkatkan upaya perekrutan mereka, yang menyebabkan penurunan lapangan kerja manufaktur terkecil secara keseluruhan dalam satu tahun.
Beralih ke negara lainnya, Malaysia juga masuk kategori kontraksi dengan angka PMI manufaktur sebesar 49,5 atau tidak berubah dibandingkan bulan lalu.
Akibatnya, aktivitas belanja juga menurun dan dunia usaha mempertahankan jumlah tenaga kerjanya relatif tidak berubah, sementara kepercayaan dunia usaha juga melemah.
Pesanan baru meningkat untuk pertama kalinya sejak bulan Juni pada awal kuartal terakhir, namun laporan panelis bahwa permintaan tetap lesu berarti laju ekspansi secara keseluruhan hanya sedikit.
Sementara itu, di Tiongkok, tingginya arus masuk pesanan baru mendukung peningkatan produksi yang tajam. Perusahaan juga meningkatkan aktivitas pembelian dan inventaris mereka seiring dengan meningkatnya kepercayaan terhadap produksi di masa depan. Meskipun demikian, produsen tetap berhati-hati terhadap jumlah karyawan, yang kembali menyebabkan penurunan lapangan kerja.
PMI manufaktur Tiongkok tampaknya melonjak menjadi 50,3 (Oktober) dari 49,3 (September). Angka tersebut naik di atas ambang batas netral sebesar 50,0, yang menunjukkan bahwa kondisi di sektor manufaktur membaik setelah sempat mengalami perlambatan pada bulan September.
Kebangkitan pertumbuhan bisnis baru merupakan kunci perbaikan kondisi sektor manufaktur saat ini. Pesanan baru yang diterima oleh pabrikan Tiongkok tumbuh pada laju tercepat dalam empat bulan, hal ini disebabkan oleh membaiknya kondisi permintaan dan berlanjutnya upaya pengembangan bisnis baru. Namun pesanan ekspor masih mengalami penurunan.
Karena tingginya arus masuk pesanan baru, output manufaktur tumbuh dengan pesat. Keyakinan terhadap produksi di masa depan di kalangan produsen Tiongkok juga meningkat, dengan optimisme meningkat ke level tertinggi dalam lima bulan dari level terendah di bulan September. Perusahaan umumnya mengharapkan perbaikan kondisi ekonomi serta upaya penelitian dan pengembangan untuk membantu mendukung penjualan di tahun mendatang.
Temukan ILLINI NEWS
[email protected] (rev/rev) Tonton video di bawah ini: Prabowo: Benar-benar Downline, Tidak Bisa Ditawar!