illini berita Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok Saat Ramadan & Peningkatan Peran KPPU

Catatan. Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan redaksi illinibasketballhistory.com.

Bulan Ramadhan atau puasa selalu identik dengan kenaikan harga-harga bahan pokok dari tahun ke tahun. Bahkan, pada tahun ini kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok terjadi bahkan menjelang awal bulan puasa.

Begini, menurut Badan Pusat Statistik (CSTA), inflasi pada Februari 2024 tercatat sebesar 2,75 persen per tahun (annualized) dan 0,37 persen secara bulanan (monthly). Kelompok penyumbang inflasi utama pada Februari 2024 adalah beras, cabai merah, telur ayam murni, daging ayam murni, dan minyak goreng.

Porsi inflasi barang-barang tersebut lebih tinggi dibandingkan Februari periode sebelumnya. Padahal, beras menyumbang inflasi paling besar dan lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Di Beras, inflasi sebesar 5,32% dengan porsi 0,21%. Dalam pengendalian harga bahan pokok, pemerintah mengandalkan Keputusan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2020 hingga perubahan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Pemeliharaan Harga Bahan Esensial. Barang-barang penting dan barang-barang penting.

Dalam Perpres tersebut disebutkan bahwa kebutuhan pokok meliputi: 1) kebutuhan pokok hasil pertanian (beras, kedelai, bahan baku tahu dan tempe, cabai, dan bawang merah); 2) barang industri (gula, minyak sayur dan tepung terigu); 3) kebutuhan pokok peternakan dan perikanan (daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan ikan segar: bandeng, ikan tenggiri dan tuna/tuna/cakalang. Salah satu poin penting Perpres tersebut adalah pemberdayaan pemerintah). menetapkan kebijakan penetapan harga berupa: a) menetapkan harga khusus sebelum, pada saat, dan sesudah hari besar keagamaan nasional dan/atau pada saat terjadi fluktuasi harga; b) penetapan harga eceran tertinggi (HRP) dalam rangka transaksi pasar; dan 3) penetapan harga subsidi pada sebagian atau seluruh komoditas esensial untuk mengetahui apa penyebab tidak terkendalinya harga komoditas esensial? Alasannya seringkali disederhanakan dari sisi penawaran dan permintaan.

Seperti yang terjadi pada masa puasa saat ini, konon karena faktor cuaca terjadi gangguan produksi (gagal panen) sehingga berdampak pada berkurangnya pasokan bahan pangan (khususnya beras). Sementara dari sisi permintaan, kenaikan harga pada bulan puasa disebabkan oleh kelebihan permintaan akibat perilaku badan usaha/pedagang yang melakukan aksi ambil untung secara besar-besaran. Pada bulan puasa atau waktu-waktu tertentu, meski tidak terjadi gangguan produksi, para pelaku usaha bersatu padu menaikkan harga jauh di atas harga keekonomian. Perilaku pelaku usaha yang menaikkan harga secara tidak wajar merupakan tanda bahwa mereka mempunyai kekuatan pasar yang besar dalam menentukan harga. Oleh karena itu, meredam fluktuasi harga dalam kondisi seperti ini bergantung pada seberapa sukses pemerintah “mengendalikan” perilaku pelaku usaha agar tidak menaikkan harga secara sembarangan. Di sejumlah negara, terdapat mekanisme untuk melindungi masyarakat dari perilaku pengusaha yang seenaknya menaikkan harga. Di Australia, Australian Consumer and Competition Commission (ACCC), misalnya melalui Price Control Act 1983, dapat mengendalikan harga barang/produk tertentu yang menyebabkan inflasi tinggi.

Pada saat yang sama, ACCC dapat membatasi (membatasi) kenaikan harga suatu barang/produk tertentu apabila persaingan pada sektor tersebut tidak efektif (tidak sehat). Kebijakan pengendalian harga ini dinilai cukup efektif dalam meredam kenaikan harga. Kebijakan-kebijakan tersebut juga dapat mendorong peningkatan persaingan usaha di pasar domestik. Adapun Indonesia sebenarnya sudah memiliki instrumen hukum untuk menerapkan kebijakan pengendalian harga. Negara ini sudah memiliki Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Berdasarkan undang-undang yang biasa disebut UU Anti Monopoli, Komisi Persaingan Usaha (BCC) dapat memantau perilaku badan usaha yang melakukan praktik bisnis tidak sehat, seperti menaikkan harga secara sewenang-wenang. KPPU juga selalu memantau harga pasar, khususnya harga barang kebutuhan pokok. Apalagi jika terjadi kenaikan harga yang tidak wajar, maka hal tersebut bukanlah perkara mudah dan membutuhkan waktu yang cukup lama bahkan untuk membuktikan apakah hal tersebut disebabkan oleh perilaku pengusaha yang melakukan praktik bisnis yang tidak sehat.

Bahkan, ketika KPPU dinyatakan bersalah, badan usaha mempunyai peluang untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Ekonomi dan Mahkamah Agung. Misalnya saja kasus kenaikan harga dan kelangkaan minyak nabati yang terjadi pada akhir tahun 2021 menjelang Natal dan Tahun Baru. memutuskan pada Mei 2023 bahwa terdapat beberapa perusahaan minyak goreng yang terbukti melanggar Undang-Undang Anti Monopoli namun belum mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht). Sebab, perusahaan yang terbukti bersalah mengajukan keberatan, dan belum ada keputusan Pengadilan Ekonomi. Kedepannya, pemerintah diusulkan untuk mengambil regulasi terkait pengendalian harga, dengan memberikan peran khusus kepada KPPU. untuk produk yang struktur industrinya tidak sehat – sehingga besar kemungkinan terjadinya pelanggaran UU Anti Monopoli.

Keputusan ini merekomendasikan agar KPPU mengambil tindakan pencegahan untuk memastikan perilaku badan usaha sejalan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Hal ini tentunya harus dibarengi dengan kemauan politik pemerintah untuk memastikan rekomendasi kebijakan KPPU dilaksanakan oleh pemerintah, atau setidaknya diperhitungkan dalam upaya pengendalian harga bahan pokok. (mik/mik)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *