Jakarta, ILLINI NEWS – Kebijakan opsi pajak yang mulai berlaku pada 5 Januari 2025 menjadi tantangan besar bagi dealer mobil. Surcharge atau biaya tambahan tidak hanya membuat calon pelanggan mempertimbangkan kembali, namun juga berdampak signifikan terhadap performa penjualan. Tenaga penjualan menyadari bahwa mereka sering kehilangan pelanggan karena adanya biaya peluang tambahan.
Seorang penjual di diler resmi Honda di Jatingara mengatakan, biaya operasionalnya berbeda-beda tergantung jenis sepeda motornya. Misalnya Honda Beat yang dibanderol hingga Rp 899.000 per unit, sedangkan motor seri PCX dibanderol hingga Rp 1,9 jutaan. Hal ini menambah tekanan pada harga on-road (OTR) yang dibayar konsumen saat membeli sepeda motor baru.
“Banyak konsumen yang menolak opsi ini dan ini sangat mempengaruhi penjualan. Masyarakat kini berpikir dua kali untuk membeli sepeda motor. Pasalnya calon pembeli terkadang membatalkan pembeliannya karena opsi ini. Bahkan vendor kami pun masih bingung saat menjelaskan kepada pengguna bagaimana cara menggunakan What’s This? Kami kehilangan banyak calon pelanggan karena biaya tambahan ini,” ujarnya kepada ILLINI NEWS, Selasa (31/12/2024).
Bahkan, menurut dia, dampak pajak tersebut lebih terasa dibandingkan rencana kenaikan PPN menjadi 12% pada tahun 2025.
“Konsumen sebenarnya tidak mempermasalahkan PPN 12 persen karena sudah termasuk dalam harga PPN, namun mereka merasa terbebani karena itu tambahan di luar PPN,” jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan Nana, salah satu sales di diler resmi Yamaha di Jatingara. Dia mengatakan, tren penjualan yang mengarah pada penerapan PPN 12 persen relatif stabil, namun tren penjualan tersebut justru menimbulkan gangguan besar.
Banyak pengguna yang berkata, “Tidak masalah, ini bulan Januari, harganya jelas.” Pilihan ini membuat masyarakat menolak membeli. Kalau PPN 12% mungkin mereka terima, tapi mereka menerima banyak pilihan yang sulit,” kata Nana dalam pertemuan terpisah.
Dan Nana memperkirakan penjualan sepeda motor akan semakin tinggi pada tahun 2025. “Menaikkan PPN menjadi 12 persen saja sudah cukup untuk menolak, apalagi menambah pilihan konsumen,” ujarnya.
Selain mengurangi minat konsumen, penjual juga mengeluhkan kebijakan pilihan terbuka yang dinilai tidak dapat dipahami. Risma mengatakan banyak calon konsumen yang menilai dealer memanfaatkan kebijakan tersebut untuk menaikkan harga. Padahal, dealer hanya mengikuti aturan yang ada.
“Pelanggan mengira kami mempermainkan harga, padahal tenaga penjualan kami bingung menjelaskan apa saja pilihannya. Banyak pelanggan yang mengira mereka dipermainkan dan membatalkan pembeliannya,” kata Risma.
Kebetulan, pemerintah akan memberlakukan dua pajak baru mulai 5 Januari 2025. Pajak terbuka akan dikenakan pajak mulai tanggal 5 Januari 2025 sampai dengan tanggal 6 Januari 2012. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Peraturan ini berlaku selama tiga tahun sejak ditetapkan pada 5 Januari 2022. Pada 1 Januari 2022, Opsen dijelaskan sebagai pajak tambahan yang dihitung dengan persentase tertentu.
Pajak Kendaraan Bermotor Opsen yang selanjutnya disebut Opsen PKB adalah Opsen yang dipungut oleh kabupaten/kota atas PKB induk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Opsen yang selanjutnya disebut BBNKB Opsen dipungut oleh kabupaten/kota kepada BBNKB induk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Besaran PKB Opsen dana BBNKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 UU Nomor 1 Tahun 2022 ditetapkan sebesar 66% dari pajak kendaraan bermotor. Potensi pajak PKB dan BBNKB ditetapkan sebesar 66% yang dihitung dari jumlah pajak yang terutang.
Jadi, total ada tujuh bagian pajak yang harus dibayar pengguna kendaraan baru antara lain BBN KB, BBN KB opsen, PKB, PKB opsen, SWDKLLJ, iuran pengurusan STNK, dan iuran pengurusan TNKB.
(wur) Simak videonya di bawah ini: Video: Tarif Pajak Kendaraan Baru di Jakarta Mulai Berlaku 5 Januari 2025 Artikel Selanjutnya Dengan PPN 12% dan Pajak Opsional, Harga Mobil Baru Bisa Naik Banyak