Jakarta, ILLINI NEWS – Situasi perekonomian Indonesia secara umum saat ini sedang tidak dalam kondisi baik. Data perekonomian menunjukkan pelemahan yang cukup signifikan pada semester I tahun 2024 dan berpotensi berlanjut hingga semester II tahun 2024.
Tanda-tanda pelemahan perekonomian terlihat dari rendahnya angka inflasi inti, kontrak impor barang, rendahnya indeks penjualan ritel, hingga pertumbuhan uang yang relatif rendah. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus siap menghadapi ketidakpastian perekonomian.
1. Inflasi Jantung Tumbuh Rendah
Inflasi inti merupakan salah satu komponen yang menyebabkan inflasi cenderung berlanjut (stabil, sulit bergerak, atau berfluktuasi). Pergerakan inflasi inti lebih dipengaruhi oleh faktor fundamental (non musiman), seperti penawaran dan permintaan, nilai tukar, ekspektasi kenaikan harga, dan lain-lain.
Inflasi inti Indonesia pada bulan September 2024 meningkat cukup besar yaitu sebesar 2,09% year-on-year. Namun pada tahun 2024, rata-rata inflasi inti sebesar 1,87%.
Sedangkan rata-rata inflasi inti pada tahun 2023 dan 2022 tercatat lebih tinggi yaitu masing-masing sebesar 2,46% dan 2,76%.
Melambatnya inflasi inti mungkin disebabkan oleh konsumsi masyarakat yang mulai mengalami tekanan. Meski momentumnya meningkat sejak awal tahun, namun daya beli tampaknya belum bisa dikatakan masih baik.
2. Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK)
IKK yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) pada September 2024 tampak turun dari 124,4 menjadi 125,3. Angka tersebut masih di atas 100 yang berarti konsumen masih percaya diri, namun keyakinannya rendah.
3. Indeks Penjualan Riil (IPR)
BI memperkirakan CPI Indonesia periode September akan naik di bawah 4,7% (yoy). IPR pada bulan September mengalami penurunan dibandingkan bulan Agustus lalu yaitu sebesar 215,9 atau tumbuh 5,8% (yoy).
Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan kinerja penjualan eceran antara lain ditopang oleh Kelompok Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Suku Cadang dan Aksesori, serta Sub Kelompok Fesyen.
Secara bulanan, tambahnya, penjualan eceran diperkirakan turun 2,5% (mtm), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 1,7% (mtm), sejalan dengan menurunnya permintaan masyarakat pada akhir bulan. . program diskon yang dilaksanakan retailer dalam rangka Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI).
4. Terjadinya kemiringan impor barang konsumsi
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor barang konsumsi (biru) pada periode Agustus mengalami kontraksi sebesar 7,4% year-on-year.
Begitu pula secara bulanan, impor barang konsumsi mengalami penurunan sebesar 4,58%.
Sekadar informasi, barang konsumsi impor adalah jenis barang yang langsung digunakan oleh konsumen atau memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum digunakan.
Ketika impor barang konsumsi turun, hal ini menunjukkan rendahnya permintaan dalam negeri.
5. Jumlah Uang Beredar (M2) tumbuh lebih rendah
Likuiditas perekonomian atau M2 pada Agustus 2024 tercatat sebesar Rp 8.973,7 triliun atau tumbuh 7,3%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 7,6% (yoy). Perkembangan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) 7,0% (yoy) dan uang kuasi 5,6% (yoy).
Pertumbuhan M2 pada tahun 2024 masih tergolong rendah karena pertumbuhan M2 mungkin melebihi 10% pada beberapa bulan di tahun 2020, 2021, 2022 dan 2023.
Ketika pertumbuhan M2 tidak kuat maka bank akan kesulitan menyalurkan kredit kepada nasabah (ritel dan institusi). Lebih lanjut, hal ini akan berdampak negatif karena roda perekonomian tidak dapat berjalan cepat.
RISET ILLINI NEWS
[email protected] (rev/rev) Tonton video di bawah ini: Prabowo: Mutlak, Tidak Bisa Ditawar!