Pergerakan serupa juga terjadi di pasar keuangan Indonesia pada akhir pekan, dengan IHSG dan rupiah Wall Street menguat pada perdagangan terakhir minggu ini. Pasar keuangan Indonesia hanya buka selama tiga hari pada minggu ini, namun sentimen pasar sudah membaik. Demonstrasi Sinterklas bisa menjadi dorongan positif.
Jakarta, ILLINI NEWS – Tren serupa juga terjadi di pasar keuangan Indonesia pada akhir pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan kompak rupee ditutup menguat pada penutupan perdagangan Jumat (20 Desember 2024). IHSG dan rupee menguat setelah sepekan lebih melemah.
Meski hanya ada tiga hari perdagangan pada minggu ini, IHSG dan Rupee diperkirakan akan mengalami volatilitas yang lebih besar pada minggu ini. Masih ada kegembiraan di dalam dan luar negeri minggu ini. Untuk rincian lebih lanjut mengenai sentimen dan prakiraan pasar hari ini, lihat halaman 3 artikel ini. Investor juga dapat melihat jadwal domestik dan internasional serta rilis data hari ini di Halaman 4.
IHSG ditutup menguat tipis pada penutupan perdagangan Jumat (20 Desember 2024) setelah sempat naik ke level psikologis 7.000 sebelum akhirnya gagal bertahan di sana.
IHSG ditutup menguat tipis 0,09% pada 6.983,86. IHSG sempat menyentuh level psikologis 7.000 pada awal sesi pertama dan menjelang akhir sesi kedua. Namun sayang, IHSG gagal mempertahankan level tersebut.
Pada Jumat (20 Desember 2024), volume perdagangan indeks mencapai sekitar Rp 11,8 triliun dengan melibatkan 18,9 miliar saham dan berpindah tangan sebanyak 1 juta kali. Sebanyak 296 saham menguat, 288 melemah, dan 202 terhenti.
Secara sektoral, sektor energi menjadi penopang terbesar IHSG sebesar 0,61% pada penutupan hari ini. Sementara itu, sektor konsumsi non primer memberikan tekanan paling besar terhadap IHSG hingga mencapai 0,74%.
Sementara itu, emiten energi baru terbarukan (EBT) milik Grup Prajogo Pangestu, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi penopang terbesar IHSG dari sisi harga saham, dengan indeks mencapai 14,4 poin.
Sementara raksasa perbankan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) memberikan tekanan paling besar terhadap IHSG dengan indeks mencapai 4,3 poin.
Investor tampaknya mulai kembali fokus pada saham-saham Indonesia, namun secara umum masih sideline mengingat dampak kembali dilakukannya penurunan suku bunga acuan oleh bank sentral AS atau Federal Reserve. diberi makan).
Pekan lalu, Kamis (19/12/2024) dini hari waktu Indonesia, Federal Reserve memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,35-4,50%, sesuai ekspektasi pasar. Namun, di balik penurunan suku bunga tersebut, The Fed mengisyaratkan akan lebih berhati-hati.
Dalam pernyataan terbarunya, Federal Reserve menyatakan kemungkinan akan memangkas suku bunga acuan (federal fund) hanya dua kali pada tahun 2025, lebih rendah dari perkiraan sebesar 100 basis poin (bps) pada bulan September.
Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Presiden Federal Reserve Jerome Powell yang menekankan perlunya kehati-hatian dalam penyesuaian kebijakan moneter.
Sedangkan untuk rupee, tercatat positif sejak penutupan Jumat (20 Desember 2024), menguat 0,58% ke level 16.190 rupee/USD, menurut data Refinitiv. Pada perdagangan Jumat, nilai tukar Rupee berfluktuasi setinggi Rp 16.185/USD dan setinggi Rp 16.305/USD.
Namun rupee masih mengalami pelemahan signifikan dalam sepekan terakhir, anjlok hingga 1,25%, dan sejalan dengan menguatnya rupee pada Jumat (20/12/2024), indeks dolar AS (DXY) justru turun 0,16. % Tepatnya 15:00 108:231. Melemahnya indeks dolar tentunya akan membawa angin segar bagi nilai tukar rupee.
Selain terdorong oleh melemahnya nilai dolar AS, rupee juga menguat pada akhir pekan karena meredanya ketidakpastian di pasar internasional dan perubahan positif pada beberapa indikator utama perekonomian.
Salah satu faktor utamanya adalah stabilisasi sentimen di pasar saham AS, dengan Dow Jones Industrial Average berhasil menembus tren pelemahan terpanjang sejak 1974, naik tipis 0,04% menjadi 42.342,24 poin.
Meski kekuatannya terbatas, Indeks Volatilitas CBOE turun hampir 13% dan volatilitas yang lebih rendah juga memberikan dorongan psikologis pada pasar keuangan global, termasuk Indonesia.
Selain itu, ada kabar bahwa Tiongkok kembali mempertahankan suku bunga acuannya tidak berubah. Bank Rakyat Tiongkok (PBoC) mempertahankan acuan pinjaman satu tahun pada 3,1% dan suku bunga pinjaman lima tahun (LPR) pada 3,6%.
Dari sisi fundamental, data ekonomi Tiongkok yang dirilis pekan lalu juga menarik banyak perhatian. Pada bulan Oktober 2024, output industri Tiongkok telah stabil pada angka 5,8%, dan tingkat pengangguran telah turun menjadi 5% pada periode yang sama.
Sedangkan di pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Jumat (20 Desember 2024), imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun turun menjadi 7,053% dibandingkan hari perdagangan sebelumnya. Melemahnya imbal hasil obligasi mengindikasikan pelaku pasar kembali melakukan akumulasi Surat Berharga Negara (SBN). Sebaliknya, imbal hasil obligasi yang kuat menandakan pelaku pasar banyak yang menjual Surat Berharga Negara (SBN).